3. Telfon di malam hari

70 12 0
                                    

Kak minho langsung pamit pulang setelah aku turun dari si hitam. Awalnya aku mengajak untuk mampir sebentar bertemu ayah tetapi kak minho malah menolak karena katanya masih harus membeli makanan untuk orang rumah.

Mau tidak mau malam ini aku kembali sendirian lagi. Tidak masalah sih tapi rindu yang menggerogoti tubuhku muncul seperti tadi siang.

Aku memilih duduk di teras rumah sambil menghirup teh hangat yang aku buat. Memikirkan banyak hal.

"Kenapa ya omongan si seungmin jadi bikin fikiran aja"

Aku bergumam sendiri, memikirkan ucapan seungmin di klinik tadi tapi aku juga belum berani untuk bertanya ke kak minho. Takut jawabannya tidak sesuai ekspektasiku.

"Jisung"

Aku menoleh mendapati ayah yang datang dengan koran di tangannya.

"Kenapa yah?"

"Gapapa, ayah kira kamu pergi sama minho"

Aku menggeleng. "Engga yah. Kak minho harus pergi buat beli makan malam makanya kita ga mampir kemana-mana"

"Pantesan dia ga mampir lama. Biasanya duduk dulu disini"

"Iya yah, kayanya belakangan ini kak minho mulai sibuk"

Ayah mengusap kepalaku membuat aku terdiam sejenak. "Kalau lagi sibuk jangan di repotin ya, kasian minhonya"

"Iya yah"

"Yaudah ayah masuk dulu ya"

Aku membiarkan ayah kembali masuk ke ruang tamu untuk membaca koran sambil menikmati pisang goreng buatan bibi yang bekerja di rumahku.

Semenjak kepergian ibu membuat rumah ini lebih sepi dari sebelumnya. Awalnya aku tidak terbiasa apalagi dengan kondisi ayah yang memang lebih banyak diam tetapi semakin lama perasaan ini sudah bersarang nyaman di tubuhku.

Walau begitu aku dan ayah masih berkomunikasi tetapi hanya seperlunya seperti tadi. Ayah sibuk dengan kerjaannya di bengkel miliknya sedangkan aku juga lebih banyak memakan waktu di klinik.

Kami hanya akan mengobrol sesekali saja saat makan malam atau saat ada waktu senggang.

Bunyi ponselku membuat fikiranku buyar. Aku tersenyum menatap layar ponsel yang menampilkan nama 'kak minho'.

"Halo kak"

"Hannie, aku kira kamu udah tidur"

"Belum. Aku belum bisa tidur"

Terdengar suara kasak-kusuk disana dan aku tau kak minho pasti baru selesai makan malam bersama keluarganya yang lain.

"Terus sekarang lagi apa?"

"Lagi duduk di depan sambil minum teh"

"Pakai baju hangat? Udaranya dingin sekarang"

"Eum, cuma kaus sama celana pendek kak"

Kak minho menghela nafas membuat aku tanpa sadar menggigit bibirku. Menunggu ia bersuara. "Yaudah jangan duduk malem-malem ya di depan. Nanti kamu masuk angin"

"Iya kak, sebentar lagi paling aku masuk"

"Oke"

"Disana lagi ramai ya kak?"

Kak minho terdiam sejenak. "Iya nih. Ga ramai banget sih, cuma ada keluarga inti aja kok"

Hatiku berdenyut karena merasa sedikit iri. Sering datang ke rumah kak minho membuat aku tau bahwa kak minho hidup dalam lingkungan keluarga yang sangat hangat.

Ibu dan kaka perempuannya benar-benar ramah serta banyak berbicara. Sedangkan ayah kak minho hampir seperti kak minho, jarang berucap tetapi tetap mengeluarkan sisi hangatnya.

Aku seketika rindu suasana rumahku yang lama.

"Hannie"

"Eh iya kak kenapa?"

"Kamu ngelamun?"

Aku spontan menggeleng. "Engga kok kak, tadi cuma ngeliat ada kucing lewat makanya aku diem dulu"

"Oh ya? Kucingnya warna apa?"

"Oren"

Aku asal jawab karena sejujurnya tidak ada kucing satu pun yang lewat depan rumahku. Ini hanyalah alibi.

"Wah, pasti lucu banget. Ngomong-ngomong main kesini lagi kapan-kapan hannie, kak mina kangen kamu terus adik-adik aku juga kangen kamu"

"Eum, nanti ya kak kapan-kapan aku kesana. Aku juga mau bawain kue yang ibunya kaka suka"

"Hahaha okey"

Aku tersenyum mengingat bahwa kak minho memiliki tiga adik berbulu yang sangat disayang satu keluarga. Hal itu membuat rumah berukuran tidak terlalu besar tersebut lebih nyaman.

Aku bahkan sering merasa tidak ingin pulang karena selalu disambut dengan pintu terbuka serta diberikan wedang jahe buatan ibu kak minho sekaligus kue kering yang sering dibeli kak mina.

Kak minho dan hidupnya adalah cermin dari hidupku.

"Hannie, aku tutup ya soalnya aku mau masukin adik-adik ke dalam kandang dulu"

"Iya kak"

"Jangan terlalu lama di luar, nanti kamu bisa sakit. Tidurnya juga jangan terlalu malem ya. Nanti aku kabarin lagi lewat chat"

"Siap pak boss"

Kak minho tertawa di seberang sana lalu panggilan terputus.

Aku memegang dadaku yang berdetak sedikit lebih cepat. Tersenyum membayangkan wajah kak minho yang sedang memperingatkanku, pasti sangat lucu dan menggemaskan.

Ah, aku jadi rindu untuk mengobrol langsung bersamanya.

Lebih baik sekarang aku tidur sebelum fikiranku semakin kemana-mana. Maka aku bawa gelas teh yang isinya sudah tandas untuk masuk ke dalam rumah.

Nyatanya aku tidak bisa memejamkan mata karena menunggu pesan kak minho yang datang juga pada malam itu. Ia menceritakan tentang ketiga adiknya membuat aku tidak henti tersenyum.

Ternyata ini rasanya mulai masuk dalam lautan yang diberi nama cinta.

[4] SWEET LEMON • MINSUNGWhere stories live. Discover now