20.

1.1K 83 47
                                    

"Dan, kalian masih seatap?" Taehyung menaikkan alis. Namjoon mengernyit padanya.

"Kau ingin sekali aku diceraikan, ya? Apa jangan-jangan Seokjin dapat ide darimu?" Taehyung segera memukul lengannya. "Lalu, kenapa cara tanyanya begitu? Bikin kesal saja." Namjoon menyesap minumannya sambil kembali menatap ke seberang.

"Kalian suangguh aneh. Cincinnya juga karena dia yang minta?"

"Yep."

Taehyung menatap kakaknya dari ujung kepala sampai kaki. Menunjuk dengan dagu ke arah Namjoon. "Biasanya yang potong rambut itu gadis-gadis yang patah hati. Kau?"

"Jelas. Sekarang aku duda."

Taehyung ikutan memandang ke seberang, ke kumpulan riuh rendah yang mengerumuni area tengah ruang keluarga. Istri dan anaknya yang tengah sibuk membuka-buka hadiah ditemani Seokjin yang tak bosan menggendong Seonu.

"Kalian sungguh aneh. Aku tak mau ikutan." Taehyung merenggangkan badan seperti kucing, Namjoon di sebelahnya menaikkan lengan kemeja putih bergaris biru tua pastelnya setelah meletakkan sekaleng bir dingin ke nakas dekat mereka. Acara ulang tahun Seonu sudah selesai dua jam lalu dan sekarang mereka tengah beristirahat di apartemen Taehyung. Rencananya, besok baru pergi ke Ilsan, mengunjungi ibu mereka.

Namjoon tengah menceritakan seluruh kejadian sepeninggal Taehyung sambil duduk melantai. Kesepakatan aneh antara kakak dan mantan Kakak Iparnya itu sudah tak mau lagi dia ambil pusing seperti terakhir kali dia berucap bahwa akan melepas mereka. Kecuali, kalau memang dibutuhkan atau keadaan genting.

Ya. Kabar perceraian lisan. Cincin pernikahan yang dijual. Perubahan penampilan Namjoon yang berambut cepak juga Seokjin yang sedikit memangkas rambut dan mewarnainya menjadi cokelat madu. Juga sapaan formal yang telah menggeser julukan kesayangan. Semua jelas menandakan perpisahan tapi, mereka masih tinggal seatap dan berhubungan baik. Tanpa ciuman atau pun seks.

Taehyung memijat pangkal hidungnya jika merincikan seluruh cerita Namjoon lagi.

"Tapi, aku sungguh menghargai kedatangan kalian sesuai janji. Ya, walau aku masih gamang mengatakan ke seluruh kolega bahwa kau dan Kak Seokjin adalah teman sesuai celetuk beliau sendiri tadi tapi, ya, apa boleh buat? Kalian sedang merencanakan apa lagi, eh? Atau, lagi main cerai-ceraian?"

Namjoon berpaling enggan dari pemandangan indah tawa Seokjin. "Aku sungguhan cerai, Tae. Tidak percaya? Ya, ampun, anak ini." Ponsel dikeluarkan untuk menunjukkan ke Taehyung, surat cerai yang sudah ditanda-tangani Namjoon juga Seokjin. "Siksaanku belum selesai sampai sana, tahu. Bayangkan, dia selalu pamer paha tiap pagi dan aku hanya bisa menatap tanpa menyentuh. Kami makan terpisah juga sampai hal cuci baju. Aku ... aku pun bingung dan tak tahan tapi, mau bagaimana lagi?"

"Kau bertanya padaku sebaiknya bagaimana?" Taehyung nyaris duduk dengan punggungnya, tengadah ke Namjoon yang sedang memasukkan ponsel kembali ke saku, mengangguk kemudian.

"Mudah." Taehyung menjentikkan jari, Namjoon mengernyit. "Kalian tidur saja di rumahku, sekamar. Nanti kalau Kak Seokjin mimpi buruk, peluk dia. Gunakan seluruh kemampuan silat lidah romantis itu dan ...."

Namjoon tambah mengernyit parah saat Taehyung memukulkan kedua telapak tangannya ke arah selangkangan sendiri. "Langsung terobos."

"Langsung terobos, kepalamu. Dia bakal membenciku setulang-tulang. Aish." Namjoon melayangkan tangan ke arah Taehyung, malah ditertawakan. Mereka kembali memandang ke ruang tengah. Mengamati para orang tercinta yang sedang bersenda gurau.

"Pikirmu aku tak mencoba?"

"Dan?"

"Dia pergi tidur ke kamar tamu." Taehyung tersedak ludahnya sendiri karena mendengkus tawa. Namjoon meraih kaleng bir tadi, meneguk tanpa mengalihkan pandangan ke Seokjin yang tengah memangku Seonu. Pria cantik itu mengenakan kemeja lengan panjang sedikit longgar, putih berenda bersama celana jins biru pudar. Dia mengangkat-angkat Seonu yang tergelak, mengajak bayi itu bercakap dengan suara lucu lalu mengecup pipinya berkali-kali.

Honne | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang