one;

422 62 6
                                    

Happy reading

.
.
.

"MARK, kau akan kami jodohkan dengan anak yang tinggal di rumah sebelah. Seorang anak yang sudah lama ditinggalkan oleh kedua orang tuanya."

Aku yang masih menegak kopi buatan ibuku lantas menyemburkannya secara tak sengaja, terkejut. Memangnya di dunia ini tak ada cara lain, selain perjodohan? Lagi pula aku sedang tidak ingin menikah terlalu cepat.

"Maaf, aku menolaknya, ayah. Sudah berapa kali aku katakan bahwa aku tidak ingin menikah terlalu cepat, bahkan aku sendiri masih ingin menikmati kebebasan."

"Ayah sudah memberimu kebebasan sejak lama, ayah juga sudah memberikan apa pun yang kau inginkan. Tapi kali ini, kau harus menerima apa pun yang ayah katakan, Mark. Usiamu bahkan sudah cukup untuk menikah."

Menurutku, pernikahan itu bisa saja dilaksanakan pada usia tiga atau empat puluh tahunan. Sekarang ini aku masih berusia 25 tahun, masih ingin merasakan kebebasan tanpa dituntut apa pun.

Tapi, si tua Jaehyun tidak akan bisa memberikan anaknya sebuah kebebasan selama itu. Dia ingin aku menikah dalam beberapa minggu ke depan, dengan seseorang yang ia impikan untuk menjadi menantunya.

Yang bahkan aku sendiri saja tidak pernah bertemu apalagi saling mengenal. Memuakkan.

"Ayah tak ingin mendengar penolakan dari mulutmu lagi, Mark. Kau akan menikah dalam beberapa minggu ke depan, atau kalau bisa kau akan menikah dalam minggu ini. Ayah pastikan kau akan jatuh cinta padanya saat menatap binar indah miliknya, Mark. Kau akan jatuh cinta nantinya."

Tidak akan.

Tidak akan pernah. Aku hanya ingin menikah dengan seseorang yang aku cintai, bukan yang terpaksa menikah denganku dengan cara perjodohan.

"Aku akan tetap menolak, ayah. Aku akan mencari pendamping hidupku sendiri. Aku akan membawanya langsung di hadapan ayah," tegasku. Jaehyun memang harus dilawan, jika tidak dia akan tetap memaksa.

"Penolakanmu akan tetap ayah abaikan. Kau hanya akan menikah dengan seseorang yang ayah inginkan untuk menjadi menantu. Dia juga sangat dekat dengan ibumu, dan ibumu juga sangat senang berada di dekatnya." Jaehyun bersidekap dada, tatapan remeh miliknya ditunjukkan langsung padaku. "Sekarang, apalagi yang harus kau tolak, Mark? Dia seorang anak yang baik, ceria, dan pandai memasak. Dia akan mengurusmu dengan baik nantinya."

Sial.

Jaehyun semakin membuatku tidak bisa menolak lagi. Di hadapanku, senyum remeh si tua Jaehyun semakin terlihat membuatku ingin sekali memukul wajah konyolnya lalu merobek mulut itu. Jika tidak ingat bahwa aku adalah anak yang selalu dibanggakannya.

"Baik. Aku akan menurut pada perintah ayah. Tapi, jika aku tidak bisa mencintainya, maka aku minta untuk menceraikannya. Ayah bahkan tak bisa menolak jika aku menginginkannya. Ayah setuju?"

Bukan anggukan setuju yang aku dapatkan, justru kepergian Jaehyun yang aku dapatkan. Si tua itu memang menjengkelkan. Sekali lagi, jika tidak ingat bahwa pria tua itu sangat dicintai oleh ibuku, maka aku bisa saja mematahkan lengannya.

🌼🌼🌼

"Halo, Mark. Kita bertemu lagi sejak dua minggu yang lalu kau meninggalkanku seorang diri di taman."

Orang ini memang selalu membuat darah tinggiku naik. Siapa lagi kalau bukan Huang Renjun? Pemuda yang memiliki jutaan kalimat pedas serta otak yang teramat cerdas. Namun, sisi gelapnya adalah pemuda Huang itu suka sekali membuat orang kesal.

"Cepat katakan. Kau mengajakku ke sini dengan tujuan apa? Aku sibuk dan tak bisa berlama-lama di sini."

Renjun berdecak, tatapannya tajam ke arahku. "Itu bukan urusanku, Mark. Kau memang selalu sibuk dan menghindar dari teman lamamu. Benar kata ibumu, bahwa kau tak bisa diajak ke suatu tempat sejak jabatan tertinggi diberikan olehmu."

"Katakan saja apa tujuanmu mengajakku ke sini, Renjun?" Aku menggeram dalam setiap kalimatku.

"Kudengar, kau akan dijodohkan oleh ayahmu dengan pemuda yang tinggal di rumah sebelah. Aku tahu kau pasti menolak karena kau tidak mencintainya, tapi aku yakin pemuda itu adalah pemuda yang baik dan tak akan menyusahkanmu. Kau tahu, Mark? Dia manis sekali dengan wajahnya yang sangat menggemaskan."

"Kau tahu pemuda yang akan dijodohkan denganku?"

"Tentu saja aku tahu, karena dia adalah temanku. Seorang teman tidak akan melupakan temannya yang lain. Dan aku harap kau tidak akan pernah menyakitinya, Mark."

"Tunggu sebentar, aku akan membawakan sesuatu untukmu. Dan kau jangan pergi sebelum aku kembali." Renjun menatapku amat tajam sebelum berdiri lalu berlalu dari hadapanku.

Dan aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Selagi menunggu pemuda Huang tersebut, aku menyibukkan diri dengan membuka ponsel yang dalam beberapa jam sebelumnya aku tak pernah membuka benda pipih tersebut.

Selang beberapa menit, derap langkah teedengar menuju ke arahku. Si pemuda Huang yang memiliki jutaan kalimat pedas dengan seseorang yang berada di sampingnya.

"Mark, ini temanku. Seseorang yang akan dijodohkan denganmu," kata Renjun lalu tatapannya beralih menatap pemuda yang ada di sampingnya. "Haechan, dengarkan aku. Dia Mark, kau bisa memanggilnya Mark si gila kerja. Karena faktanya, dia bisa bekerja dalam 24 jam dan tidak akan pernah menutup matanya. Isi pikirannya hanya untuk bekerja lalu bebas setelahnya."

"Huang Renjun!"

"Tentu saja aku benar. Karena itu adalah sebuah fakta yang tak bisa dielakkan," balas Renjun acuh. "Atau kalau bisa, kau patahkan saja tangannya agar tidak selalu bekerja atau kakinya agar dia tidak bisa berangkat ke perusahaan."

Pemuda itu hanya mengulas senyum tipis dan sesekali terkekeh kecil mendengar penuturan kejam dari Renjun. Tatapannya beralih menatap ke arahku dan dia berkata, "Saya Haechan, seseorang yang dijodohkan oleh Tuan Jung. Sebenarnya saya tak ingin menerima perjodohan itu karena saya tahu saya hanyalah pemuda miskin yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Jika Tuan Mark ingin membatalkan perjodohan ini, saya akan menerimanya."

Renjun yang mendengarnya lantas menyentuh bahu Haechan, menatapnya serius. "Kau tak boleh seperti itu. Paman Jaehyun pasti marah jika dia mendengarnya. Jika kau dan Mark adalah sebuah takdir, maka kalian tak bisa dipisahkan. Mau sejauh apa pun kalian berpisah, pada akhirnya kalian akan tetap bertemu dan bersatu."

"Tuan Mark sendiri bahkan tak menyukai perjodohan ini. Maka aku tak bisa menolaknya, Renjun."

"Mark pasti akan menerima perjodohan ini. Mark, kau akan menerima perjodohan ini, bukan?" Kalimat Renjun terdengar menuntut di telingaku, tatapannya juga terlalu tajam dari sebelumnya. "Kau akan menerima Haechan, bukan? Kau akan menerimanya, 'kan? Jawab aku, Jung Minhyung."

"Renjun, jangan memaksa—"

"Aku menerimanya. Ayahku bahkan sudah mengetahui bahwa aku telah menerima perjodohan ini."

Aku menarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. "Tapi, jika kami memang bukan jodoh, kau tak bisa memaksakannya. Kami bisa berpisah kapan saja."

"Dan kalau kalian memang berjodoh, maka kupastikan kau akan sangat mencintainya melebihi apa pun di dunia ini. Ingat ucapanku baik-baik, Jung Minhyung."

Kemudian Renjun meninggalkanku sembari menggenggam tangan Haechan. Dan yang paling kuingat sebelum dua pemuda manis itu pergi—

Haechan, dia meninggalkanku dengan senyum manisnya yang selalu kuingat dalam satu harian ini.



Next?

Menurut kalian chapter satu ini bagus atau tidak? Beri saran dan komentar kalian untuk chapter ini, agar di chapter depan aku bisa membuatnya menjadi lebih baik.

Di cerita ini aku pakai sudut pandang pertama(aku), yaitu Mark. Mark yang akan menceritakan semua kisah-kisahnya dengan Haechan di sini: bagaimana dia membenci Haechan, bagaimana rasa tak sukanya pada Haechan dan keterpaksaannya pada perjodohan ini. Lagi dan lagi, aku buat ortu Haechan a.k.a JOHNTEN nggak ada alias udah turu selamanya.

Jangan lupa vomment, guys! Dan terima kasih atas apresiasi kalian pada cerita ini❤ Sampai jumpa di chapter selanjutnya~!

The Sun Shines [MarkHyuck]Where stories live. Discover now