2 - Anak teman mama

15 8 0
                                    

HAPPY READING!

Sebenarnya, mengumpat bukan ciri khas Hara tapi, hanya kali ini Hara sudah mengeluarkan kata umpatan sebanyak sepuluh kali. Dia ingin menyelesaikan kasus antara Mellindya dengan cowok rese itu dengan mengembalikan kemeja putihnya yang sekitar tiga hari yang lalu diberi warna kuning oleh Mellindya secara tidak sengaja.

"Cafe yang mana bangke ! Kampus ini cafe nya banyak. Mana ada mall juga, di mall kan banyak cafe nya. Emang bangsat itu cowok," ujar Hara mengumpat terus menerus, ini sudah cafe ke lima yang dia datangi. Dirinya sudah mendengus dengan kesal, kembali mengumpat karena dirinya kini berhasil menemukan cowok itu duduk di salah satu cafe yang pertama kali dia datangi.

"Nih." Hara sudah tidak mau berbasa-basi kakinya sendiri sudah kebas karena menyusuri banyak cafe sampai dirinya meminjam motor kakak tingkatnya yang kebetulan dekat.

"Oh, taruh situ." Laki-laki itu bahkan tidak melihat ke arah Hara sama sekali, dirinya fokus ke laptopnya dan tidak bergerak sama sekali. Hanya menunjuk dengan kepalanya saja, Hara ingin mengumpat di depan wajah cowok itu, walaupun akhirnya dia urungkan. Dia langsung meletakkan kemeja itu di depan kursi yang kosong sesuai dengan instruksi bibir laki-laki tersebut dan pergi dari sana.

"Kalau enggak dosa, gue pengen bunuh itu orang." Hara mendumel setelah keluar dari cafe tersebut. Ponsel Hara berdering, telepon dari Mellindya. Hara dengan cepat menjawab telepon tersebut.

"Halo?" jawab Hara setelah dia menggeser tombol hijau ke arah atas.

"Haraa, lo bisa enggak ke tempat gue part time? Gue dikasih minuman dua sama pak bos," tanya Mellindya dengan semangat sementara Hara tersenyum mendengar ucapan Mellindya.

"Gue ke sana. Tungguin gue," ujar Hara yang langsung menutup telepon dari temannya itu. mengikat tasnya di gantungan motornya dan langsung menjalankannya.

Jalan yang lumayan ramai membuat Hara agak lebih lama untuk sampai. Setelah sampai perempuan itu merapikan rambutnya dan mendorong pintu cafe dengan percaya diri.

Hara tersenyum ketika Mellindya sudah duduk di salah satu meja yang berada di sana sambil melambaikan tangannya heboh. Segera berjalan ke sana dan duduk di bangku yang berada di depan Mellindya.

"Gue dikasih yang rasa vanilla regal. Khusus gue mintain buat lo." Hara tersenyum senang dan langsung mengambil alih gelas tersebut, mengambil sedotan yang disodorkan oleh Mellindya dan menusukannya asal, yang penting dirinya bisa langsung meminum minuman gratis tersebut.

"Makasih Mellin atas traktirannya. Enak banget yang ini," ujar Hara sambil sibuk mengaduk-aduk minumannya.

Mellin tersenyum sambil menyedot minumannya juga, minuman dingin yang manis dengan sirup karamel di seluruh sisi gelas.

"Gimana, Ra? Lo enggak diapa-apain, kan sama Kak Galang lagi? Maaf, ya gue udah lama enggak bareng lo terus. Jadwal kita beda mulu," ujar Mellin terlihat kecewa sementara Hara melambaikan tangannya, menandakan bahwa dia tidak masalah.

"Agak rese sih, tapi masih "oke", lah. Setidaknya kita enggak bakal berurusan sama orang itu lagi." Hara membuat kedua tangannya membentuk tanda kutip, menekankan kata oke dengan mulutnya yang mulai maju ke depan dengan gaya nyinyirnya.

"Gara-gara gue, sih. Maaf banget Ra." Wajah Mellin penuh dengan penyesalan sementara Hara menatapnya dengan senyumnya yang miring.

"Dih, lo sukanya nyalahin diri sendiri. Gue aja santai, biasa aja. Lagi pula lo udah naktir gue minuman ini, nih. Udah anggep aja lunas," ujar Hara sambil menepuk tangan Mellin yang berada di atas meja.

Hara melihat ponselnya, melihat jam yang sudah menunjukkan waktu yang harusnya untuk dia belajar. Dengan mata membulat Hara langsung pamit untuk pulang.

"Mel, gue pulang dulu, ya. Udah waktu darurat." Kalau sampai mamanya pulang dan dirinya tidak muncul di kamar sembari membuka buku bisa-bisa dia dipanggang hidup-hidup.

Mellin yang tau apa maksud kata 'waktu darurat' langsung mengangguk dan segera meminta Hara untuk cepat pergi.

Setelah kepergian Hara, Mellin menatap ke jam di dinding lalu menggelengkan kepalanya. "Bisa-bisanya lo punya emak sebegitunya, Ra."

Mellin berganti menatap layar ponselnya yang mengabari bahwa adiknya butuh uang sekolah yang sudah menunggak tiga bulan. Perempuan cantik itu meringis, sepertinya dirinya sendiri juga mempunyai masalah dan luka yang berbeda dengan Hara.

Sesampainya di rumah Hara langsung masuk ke dalam kamarnya, baru membuka pintu suara yang tidak ingin dia dengar sekarang malah muncul.

"Kok baru pulang, Ra?" tanya wanita itu sambil melipat tangannya di depan dada.

Hara berbalik menatap Mamanya dan memberikan senyum lebar. "Mama juga baru pulang, ya?" Berusaha menyamarkan segala pembahasan tentang dirinya.

"Sudah dari tadi. Jangan mengalihkan perhatian. Kemana aja kamu?" tanya Mamanya masih menatap Hara curiga.

"Tadi sama Mellin, Ma. Belajar bareng di perpustakaan terus di traktir sama Mellin juga beli minuman ini," ujar Hara sambil mengeluarkan buku pinjaman dari perpustakaan dan gelas minuman yang sudah habis separuh.

"Ya sudah, mama cuma mau bilang tadi mama ketemu teman mama. Ternyata anaknya satu jurusan sama kamu jadi niatnya mama mau ngenalin mungkin sekitar dua hari lagi Mama mau ngajak mereka buat makan malam," ujar Mamanya dengan nada tenang sementara Hara yang ingin memprotes mengurungkan niatnya.

Padahal dua hari lagi dirinya ingin menyelesaikan pekerjaan rahasianya karena itu adalah hari sabtu malam yang harusnya tenang. Dia bisa begadang sampai malam karena minggunya dipastikan dia tidak akan bangun pagi untuk kuliah.

"Oke, Ma." Hara menjawab dengan tenang dan masuk ke dalam kamarnya. Mengumpat dengan nada rendah, anak teman mamanya yang mana lagi yang harus mengganggu jadwalnya yang sudah dia susun?

***

Hari yang ditentukan sudah tiba, dirinya sudah memakai baju yang disiapkan oleh mamanya. Hara menahan gatal yang ada di tubuhnya, dress yang menyebalkan tangan Hara rasanya ingin menghempaskannya dan melemparkannya ke dalam rawa-rawa.

"Dandan yang cantik, Hara. Pakai lipstik dan bedak." Mamanya sudah mulai memberikan petuah lainnya, bahkan menggunakan dress saja tidak cukup bagi mamanya.

"Iya, Ma." Hara menuruti perintah mamanya, tidak membiarkan semua petuah mamanya terlewat.

Mereka sudah sampai di tempat yang ditentukan, dengan agak kesusahan dirinya masuk ke dalam bersama dengan mamanya, dress nya yang menyebalkan dan hak tinggi ini sangat menyiksa. Hara mendongak dan menatap seseorang yang hendak mereka datangi, dirinya terpaku, dengan mata membulat dan mulut terbuka membuat wajah Hara sangat tidak bisa diprediksi. Apa yang dilihatnya sekarang membuat Hara sudah kehilangan selera makan.

"Hallo, Rista akhirnya kita ketemuan." Dania langsung bertingkah akrab, saling mencium pipi kanan dan pipi kiri.

"Oh iya. Kenalin ini Hara. Anak aku yang waktu itu di ceritain." Dania menarik Hara yang sudah berencana untuk pergi dari sana diam-diam.

Hara yang memakai setelan dress berbahan kaus itu akhirnya memaksakan untuk tersenyum sopan. Dirinya benar-benar sial.

***

Lanjut? Yes or No?

PulchiritudeWhere stories live. Discover now