balik

5 2 0
                                    


"EDEEEEENNNN!!!"

sudah hampir enam tahun, hari-hari yang hadar jalani dirumah tua itu kini lebih berwarna sejak kehadiran aiden.

"aku ditaman, dar"

suara yang lembut dengan intonasi yang tenang terdengar sayup terbawa angin dari halaman belakang.

"kamu tuh ya, dibilangin jangan asal ngilang mulu! hadar susah nyarinya, males nanya sama mereka" hadar menggerutu dengan sedikit cemberut, pipinya yang dulu bulat kini sudah mulai tirus dan mengencang, membuatnya terlihat semakin tampan.

"tadi aku melihat bunda lagi bicara sama kamu, masa iya aku menyela? jadi aku pergi ke taman duluan" aiden menyanggah pernyataan hadar dengan ringan, seolah-olah itu tidak semenarik langit didepannya.

"kan bisa aja bisik bisik gitu, lagian bunda ga denger kok"

"ya sudah sih, sudah ketemu juga kan, akunya" aiden menepuk tanah disebelahnya, memberi gesture agar hadar ikut duduk.

sunyi sejenak. Mereka terdiam menikmati langit senja yang mulai menghilang.

hadar menoleh "den.. "

"hmm? "

hadar ragu, apakah harus memberi tahu temannya itu atau tidak. hadar ingin selalu bersama aiden, orang yang memberinya kebahagiaan ditahun-tahun yang sepi itu.

"rumah utama tadi nelpon bunda" hadar menunduk. lirih suara yang keluar dari mulut hadar, seolah akan hilang tenggelam oleh suara alam.

aiden terdiam. dia sudah mengira-ngira apa yang mungkin akan hadar katakan.

dia tahu tidak mungkin hadar bisa bersamanya selalu, mereka berbeda. dari segala sudut pandang apapun itu.

kecewa memang. bagaimana tidak? bukan hanya hadar yang merasa nyaman dengannya, aiden pun begitu sebaliknya, nyaman dengan kehadiran hadar.

aiden tidak tahu berapa lama dia sendirian ditaman itu sebelum bertemu hadar. seolah-olah saat hadar datang, itu membawa sebuah cahaya yang menerangi ruang gelap disekitarnya.

"ya lal-"

"jadi eden, apakah kau mau ikut dengan ku?!"

kalimat yang hadar lontarkan saat memotong perkataannya membuat aiden tercengang.

bisakah dia berharap?

hadar memejamkan matanya, dia pikir aiden mungkin akan menolaknya. Karena kota ini adalah tempat tinggal aiden kan? jadi hadar sudah menyiapkan hatinya beberapa detik sebelumnya jika aiden mungkin menolak untuk pergi bersama.

lama.

tidak ada sahutan dari aiden. hadar yang gelisah pun memberanikan diri untuk membuka mata. dihadapannya ada wajah auden yang hanya berjarak beberapa senti.

"Akhh! Eden! Kau mengagetkanku"

hadar terkejut, pasalnya didepannya ada aiden yang sudah memperlihatkan ekspresi yang belum pernah dia lihat.

Ingin tau seperti apa auden sekarang?

rambut pirang yang tertiup angin pegunungan, mata hijau emerald yang memantulkan warna jingga matahari itu terlihat berbinar meski berkaca-kaca, seolah-olah dia akan menitikkan air detik berikutnya.

Daripada sikap dewasa yang biasa dia perlihatkan, aiden sekarang terlihat lebih sesuai dengan umurnya. Seperti anak-anak yang membujuk ibunya untuk dibelikan sepotong manisan gula.

"hadar..." suara yang biasa setenang hutan kini bergetar seperti desir ombak ditepi samudra

"hei? eden? apakah suaraku terlalu kencang? Maaf! " hadar pikir dia mengagetkan aiden dengan suaranya yang keras, soalnya aiden terlihat akan menangis.

"ti-tidak" aiden mengusap mata perlahan dengan punggung tangannya, tidak ingin membuat hadar memiliki sesuatu untuk mengejeknya.

"aku pikir, aku tidak akan bertemu denganmu lagi"

"yahhh tidak, tentu saja. aku selalu ingin bersamamu, bagaimana aku bisa meninggalkanmu sendirian setelah bertahun tahun kita lalui? jangan menangis adik kecil" hadar menepuk pelan kepala eden

"aku tidak! bukan adik kecil, hadar!!" aiden mendengus, bagaimana bisa, hadar yang lebih muda darinya menyebut dia adik kecil?!

Ya, aiden. Walau ku akui dirimu lebih tua daripada hadar, tapi dari segi fisik hadar lebih dewasa daripada dirimu, hahhaa.

aiden mengusap matanya, mengapa air mata ini terus keluar?! dia sudah berwujud jiwa, mengapa masih saja mengeluarkan air mata?

Meski berkali kali ia mengusapnya, air mata yang keluar juga semakin deras, tapi aiden tersenyum.

Melihat hadar yang gelagapan menenangkannya dengan segala janji, entah kenapa dia merasa seperti ada sebuah angin sejuk yang menyenangkan mengisi kekosongan yang ia rasakan selama ini.

Yahhh... Meski ada tangis, paling tidak hari itu bukan hari yang menyedihkan.

Karena aiden tau, dia tidak akan pernah ditinggalkan sendiri lagi.

hadar dan edenWhere stories live. Discover now