.
.
.
.
.
Seorang laki-laki masuk kedalam mansion mewah dengan membawa kantung plastik berisi beberapa bahan makanan, dia, Adelio. Saat ini tengah meletakan belanjaan nya di atas meja dapur, alisnya mengernyit saat tidak mendengar keributan yang disebabkan kedua putra kembarnya."Erka? Arka?" Adelio memilih melangkahkan kakinya ke halaman belakang mansion yang hari ini akan menajadi tempat berkumpul mereka.
"Nyariin kembar ya bang?" Adelio mengangguk saat melihat kehadiran Cakra, adik iparnya.
"Di belakang biasa, ngerusuh nyonya besar." Adelio tertawa pelan mendengar penjelasan Cakra.
"Lo kapan mau nyusul kasih adek buat si kembar?" Cakra mengedikan bahunya.
"Tergantung Naren, kalau dia mau punya anak ya gue bakal punya anak, kalau dia gak mau, gue gak bakal maksa." Adelio menepuk pundak Cakra sambil berjalan ke arah belakang mansion.
Adelio sangat salut dengan prinsip yang di pegang Cakra. Sejak menikahi Naren satu tahun lalu, Cakra sudah mengatakan prinsipnya itu di hadapan keluarga nya.
"Saya akan memiliki anak jika Naren menginginkan itu, jika Naren tidak ingin maka saya tidak akan memaksanya memiliki anak. Naren di besarkan dengan kasih sayang, dan saya sudah berjanji akan membahagiakan Naren, oleh karena itu saya tidak akan memaksa Naren mengandung jika dia tidak ingin. Karena yang menjalani semuanya adalah Naren, saya tidak bisa memaksa dia jika itu akhirnya akan menyakitinya."
Begitulah kata-kata yang di ucapkan Cakra saat itu, dan semua keluarga menyetujui keinginan Cakra. Karena bagaimana pun yang menjalani semuanya adalah Naren dan Cakra, rumah tangga mereka sudah bukan lagi urusan keluarga besar, dan mereka tidak berhak campur tangan.
"Tuh kembar tuh." Adelio tersenyum saat melihat kedua putranya tersenyum bahagia diantara sahabat-sabahat suami dan adiknya.
Adelio menatap mereka lekat, Haidar menikahi Arjun setelah mereka lulus sma empat tahun lalu, setelah itu di susul Rian dan Radion dua tahun setelahnya. Saat ini mereka sudah memiliki seorang anak yang akan menjadi target kejahilan anak-anak nya.
"Erka, Arka." kedua balita berusia lima tahun itu langsung tersenyum dan berlari menghampiri sang ayah begitu mendengar suara berat sang ayah.
"PAPA!!" Adelio langsung menangkap keduanya dengan pelukan.
"Abang sama Adek jadi anak baik selama papa pergi?" kedua nya mengangguk imut.
"Tidak nakal dan menyusahkan uncle?" kali ini keduanya menggeleng heboh.
"Tidak Abang Erka anak baik, adek Arka juga." Adelio tersenyum sebelum menghujani wajah kedua putranya dengan kecupan.
"Mereka berbohong El, mereka mengganggu Fabio hingga menangis tadi." Adelio langsung menatap kedua putranya yang langsung membuat keduanya memasang wajah melas.
"Apa benar yang di katakan mama sayang?" Arka adalah yang pertama mengangguk, mengakui semuanya.
"Fabio lucu papa kalau sedang menangis." Adelio menghela nafas mendengar jawaban Erka. Kedua anak nya ini memang sangat suka menggoda anak dari Rian dan Radion.
"Sudah minta maaf ke Fabio?" keduanya mengangguk lagi.
"Ya sudah sana main lagi sama Fabio." Adelio beralih menatap laki-laki mungil yang berdiri di sampingnya.
"Mereka merepotkan mu?" laki-laki itu menggeleng, dia hanya diam saat Adelio mencuri sebuah kecupan di bibirnya.
"Mereka lucu." Adelio merengkuh laki-laki yang berstatus suaminya itu.
"Iya karena kamu lucu, mereka lebih mirip kamu dibanding saya." sosok itu tertawa kecil.
"Ya karena aku mama mereka."
Mama?
Adelio menikah lagi?
Tidak tentu saja, untuk Adelio hanya Ezra yang akan menjadi suaminya dan ibu dari anak-anak nya.
Laki-laki mungil itu adalah Ezra, pemuda yang lima tahun lalu mendapat keajaiban untuk kembali kepelukan keluarga kecil tersayangan nya.
Lima tahun lalu, tepat sebelum sang dokter mengumumkan waktu kematiannya, seorang dokter muda berlari dari arah ruang oprasi dan mengatakan bahwa jantung Ezra kembali berdetak. Ezra kembali, meskipun harus tetap tertidur selama hampir tiga bulan dan membutuhkan waktu satu tahun untuk pulih.
Adelio tentu sangat bersyukur atas hal itu, dia tidak kehilangan suami dan anak-anak mereka tidak kehilangan sosok ibu.
"Ngelamunin apa lo? Mau nambah anak ya?" Adelio mendelik kesal saat Azka menepuk pundaknya kencang.
"Sialan! Gak dua aja cukup, gue gak mau bikin Ezra sakit lagi." Azka tersenyum.
"Tenang aja, dia udah baik-baik aja sekarang, gak ada yang perlu lo khawatirin, kecuali cewe-cewe atau sub di luar sana yang masih goda-goda lo. Nasib mereka dipertaruhkan di tangan ratu keluarga Hazard." Adelio mengedikan bahunya acuh.
"Mana peduli gue sama mereka, selama mereka gak nyentuh suami sama anak-anak gue."
.
.
.
.
.
Adelio memeluk tubuh Ezra erat, keduanya sedang berdiri di balkon kamar mereka setelah berhasil menidurkan kedua putra mereka. Adelio beberapa kali melayangkan kecupan pada pipi Ezra, dan dibalas kekehan kecil oleh si mungil."Ezra, sayang terima kasih." Ezra mengernyit, dia sedikit tidak suka jika Adelio kembali berterima kasoh padanya.
"Kenapa terima kasih lagi?" Adelio menggeleng dan kembali mengecup pipi Ezra.
"Terima kasih karena memilih kembali dan merawat Erka dan Arka bersama saya, terima kasih karena tidak memilih ikut tinggal bersama Talia, bunda Nabila dan mami Salma. Terima kasih juga telah memberi saya dua jagoan yang sangat pintar, ya meskipun sedikit aktif dan tidak bisa diam." Ezra akhirnya tertawa mendengar kalimat akhir Adelio.
"Aku gak bisa egois ninggalin kamu buat ngurus anak-anak sendirian El, lagi pula saat itu bunda Nabila, mami Salma bahkan Talia meminta ku untuk pulang. Mereka bilang jika kamu dan anak membutuhkan ku, maka aku pulang." Adelio mengeratkan pelukannya pada Ezra.
"Ezra, saya cinta kamu." Ezra tersenyum lembut.
"Aku juga cinta El." Adelio memutuskan membalik posisi badan Ezra dan mencuri kecupan di bibir tipis Ezra.
"El, ayo kasih si kembar adik." Adelio terkejut mendengar keinginan Ezra.
"Tidak sayang, saya tidak ingin menyakiti kamu." Ezra merengut kesal.
"Ayo~ aku mau yang cantik kayak Talia." Adelio tetap menggeleng.
"Kalau dapat perempuan? Kalau lahirnya laki-laki lagi?"
"Ya ayo coba lagi sampai dapat perempuan!" Adelio tetap menggeleng, dan itu membuat Ezra kesal.
"Ayo El atau aku ngambek!" Adelio berdecak, dia paling tidak suka jika Ezra marah dan mendiamkannya.
"Baiklah-baiklah, ayo kasih adik untuk si kembar."
.
.
.
.
.
End
.
.
.
.
.
Selamat pagi...Hehe...
Aku bawa kejutan buat kalian...
Sebenernya gatel pingin up kemarin, tapi ditahan dulu dan baru di keluarin sekarang biar greget...
Yang ini beneran end kok...Selamat membaca dan semoga suka dengan chap terakhir bangau kertas
Setelah ini mau fokusin dulu up Candra Lintang sama Thank you, sekalian nyusun buat buku baru...See ya...
-Moon-
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangau Kertas
FanfictionBalap liar, Bolos, Keluar masuk ruang bk adalah hal biasa untuk Ezra. Semua yang mengenalnya bahkan memanggilnya si pembuat onar. Ezra yang selalu tertawa bahkan membuat masalah nyatanya harus menerima jika dia harus berurusan dengan putra sulung ke...