Memory

25 7 4
                                    

Sarapan sudah tersaji di atas meja makan, ada pisang goreng dan teh hangat sebagai pelengkap. Seorang wanita paruh baya masih sibuk berkutat dengan aktivitasnya di dapur, menyeduh kopi sambil sesekali memperhatikan beberapa gorengan pisang yang masih belum matang. Sementara di ruang tengah seorang pria dengan uban hampir memenuhi kepalanya nampak asik menyimak siaran berita yang ditayangkan di televisi.

"Selamat pagi, Bapak," sapa lembut Titania saat keluar dari kamarnya.

Penampilannya rapih dengan setelan kemeja biru pastel, dipadu celana kain berwarna putih, serta jilbab berwarna senada menutupi rambutnya. Tak lupa riasan ringan pada wajahnya turut mempermanis look-nya pagi itu.

Fokus pria tua yang dipanggil Bapak itu lantas teralih pada sosok gadis muda yang tersenyum ke arahnya. Titania berjalan mendekat lalu menarik kursi tepat di seberang Bapaknya.

"Aduh, anaknya Bapak. Tumben masih pagi sudah cantik, mau kemana?" tanya Bapak.

Belum sempat ia menjawab, wanita paruh baya dari arah dapur menghampiri mereka dengan secangkir kopi di tangannya langsung menyela pembicaraan.

"Nia, hari ini jadi ke tempat kakakmu kan?" kata si Ibu meletakkan kopi di samping Bapak.

"Jadi, Bu. Tadi Nia sudah telpon Kak Rania ngasih tau mau ke sana bareng Nadia," jawab Titania tersenyum, tangan kanannya meraih pisang goreng dan menyantapnya perlahan.

"Oh, Nadia teman SMA-mu itu kan?" tanya ibu memastikan.

Titania mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau gitu sekalian kamu bawakan Jambu hasil kebun kemarin, ya. Sudah sebulan dia ndak pulang ke rumah, apa dia sudah merasa nda punya orangtua?" si Ibu menggerutu dengan nada sedih bercampur kesal.

"Kamu tuh gimana, toh? Rania itu sudah punya kehidupannya sendiri, kamu seharusnya bisa wajar. Kita dulu juga begitu pas Abangnya Titania baru lahir kan? Ingat nda?" sahut bapak menenangkan.

Titania memperhatikan interaksi kedua orang tuanya sambil menyantap pisang goreng. Sesekali ia tersenyum. Ibunya memang sedikit baperan, apa-apa dimasukkan ke hati. Namun, hal itu mampu diimbangi oleh sikap Bapak yang logis dan penyabar.

Bunyi telpon terdengar beberapa kali. Titania hafal betul nada dering itu berasal dari smartphone miliknya. Segera ia merogoh tas mencari keberadaan ponsel tersebut.

Pada layar depan menampilkan beberapa notifikasi pesan masuk dari aplikasi whatsapp, salah satunya dari Nadia yang mengajaknya menghadiri reuni akbar di SMA-nya hari minggu nanti. Ia terdiam sejenak,  memori saat ia masih duduk di kelas satu SMA seketika terlintas begitu saja dalam benaknya.

~~~~~


Februari 2011
SMAN NUSA BANGSA

Terdengar suara riuh dari salah satu ruang kelas XI. Orang-orang berlarian menuju sumber kegaduhan, merasa penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Seorang guru bertubuh gempal yang mendengar suara ribut-ribut pun berlari tergopoh membubarkan kerumunan.

"Ada apa ini?" tanya guru tersebut.

"I-itu ... Kak Arfandy berantem lagi, Pak," jawab salah satu siswi perempuan yang ikut menonton kejadian tersebut.

"Kalian semua bubar! Sebentar lagi bel masuk," usir Si Guru.

Sontak siswa yang berkerumun tadi dengan patuh meninggalkan tempat tersebut. Sang Guru kemudian masuk melerai pertengkaran. Tak butuh waktu lama, tiga siswa laki-laki dengan penampilan yang sudah tak karuan keluar dari ruang kelas bersama Guru bertubuh gempal mengikut di belakang mereka.

TITANIA (HIATUS)Where stories live. Discover now