18. Pecah

37 11 2
                                    

Terima kasih sudah menanti. Respect banget sama teman-teman semuanya. Sehat selalu, ya~ Oh ya, kalau punya aplikasi Fizzo, kalian bisa mampir ke akun aku 'ayanna.dhee' aku remake cerita wattpadku di tahun 2018 disana. Fanfiction-Romance gitu. Castnya pakai Chanyeol EXO dan Seohyun SNSD. Baca gratis, kok! Tenang ajja! Atau yang nggak punya fizzo, bisa langsung download.

.

.

.

Happy Reading!

...

Langit Jakarta pagi ini agaknya nampak mendung, memurungkan bumi. Semurung hati Rayden saat mendengar kabar sang ibu yang kembali terserang stroke hingga membuat wanita itu semakin kesulitan untuk berjalan.

Rayden merasakan sesuatu menikam hatinya ketika menemukan mama hanya bisa terduduk di kursi roda sembari terus menatap jendela. Mencari secercah harapan. Seorang ibu yang selalu aktif dalam berbagai hal, kini hanya bisa diam tanpa bahasa. Sulit untuk menggerakkan lidah yang rasanya bertulang.

Ada air mata bertitikkan dari sudut mata lelaki itu. Menumpahkan cinta dan kasih sayangnya. Tak menyangka bilamana waktu begitu cepat memakan kesehatan ibunda. Sungguh ironi saat Rayden tak bisa memberikan satu kebahagiaanpun untuk mama sepanjang hidup, sedang saat ini mama sudah semakin lemah. Penyakit menggerogoti tubuhnya. Sesal menumpuk dalam dada.

Rayden, si pria baik hati berhati lembut itu mengusap kedua matanya. Menghapus jejak air mata yang sempat bergelantungan. Mengulas senyum, menghampiri sang ibu. Ia bertekuk lutut. Jemarinya yang kini sudah dilingkari logam itu menggenggam tangan ibunda erat.

"Ma, sholat dulu, yuk!" Ajak Rayden begitu sopan dan halus. Pria berbalutkan flanel kotak-kotak yang membungkus kaos hitamnya itu terus membujuk sang ibu yang sedari tadi betah menatap jendela dengan tatapan kosong.

"Mama mau nunggu Mega dan Danya pulang dulu" Jawab Mama Puput dengan suara bergetar tak memandangi si bungsu. Ia tetap menanti kedua putrinya datang melalui jendela. Berharap mereka melambaikan tangan.

Hati Rayden sempat tersentak. Kenapa disaat seperti ini mama masih mengharapkan dua kakaknya yang tak pernah berkabar, apalagi pulang menjenguk? Dua perempuan itu selalu memiliki alibi persoalan keluarga kecil mereka.

Dengan hati yang luas, Rayden kembali tersenyum hangat "Kakak-kakak lagi sibuk, Ma. Yuk sholat dulu, nanti kita ke sini lagi, deh".

Alih-alih mengindahkannya, Mama Puput justru mengendalikan kursi rodanya sendiri secara tiba-tiba dengan kasar, membuat Rayden sempat tersungkur. Tampak wajah mama yang memerah penuh amarah dibalik pergerakannya yang terbatas.

"Kenapa kamu maksa-maksa aku?!" Pekik wanita itu. Tubuhnya gemetaran "Aku nggak pernah menginginkan anak preman seperti kamu! Udah berapa kali aku bilang?!" Mama semakin berteriak bersamaan dengan air matanya yang meluncur cepat melewati pipinya.

Pun kalimat itu tak menyurutkan pula air mata Rayden yang sempat tertahan, kini turut menetes. Dada Rayden bergetar, terasa sesak. Tidak pada tempatnya ukuran duniawi menjadi parameter kelayakan seseorang untuk mengambil status sebagai seorang anak.

Mendengar kegaduhan itu, asisten dan psikiater yang menangani Mama Puput segera menghampiri, menenangkannya.

Rayden masih diam. Menyelam ke dasar pikiran. Lalu, air mata lelaki itu semakin menitik ketika ia merasa semakin tak tahan akan ketidakadilan yang diterima sepanjang hidup. Tentang hidup berdampingan dengan sosok ibu, tapi tak pernah merasakan kasih sayangnya. Sumpah serapah selalu didapatkannya sedari kecil saat dirinya terus dibeda-bedakan dengan dua kakak perempuannya yang lebih akademis. Lagi, mama tak pernah menerima impian Rayden menjadi seorang pembalap yang selalu disamakan dengan preman jalanan.

Ingin Pulang (Colher E Garfo)| Dowoon, Sejeong, SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang