K e m b a l i | 04

908 173 24
                                    

Usai kejadian semalam, kondisi Dyo memburuk, tubuhnya lemas dan tak bisa ke mana-mana. Bangun Subuh hanya untuk mengerjakan ibadah, itupun dirinya harus bertayamum dan sholat dalam posisi duduk.

“Ami atit?” tanya Arvenda, merangkak mendekat ke arah ibunya yang terbaring di tempat tidur.

Dyo menoleh, menorehkan senyum lemahnya. Dia sentuh pipi tembam putra mungilnya dan dicubit pelan. Bibir kemerahan bocah dua tahun itu mencebik, sang ibu jadi gemas ingin mengecupnya.

“Iya, Ami atit nih. Aven jangan rewel yaa … nanti Aven dijaga sama Om Iki sama Zhanzhan dulu.” suara Dyo masih teramat serak dan hampir seperti desahan.

Bibir Arvenda semakin cemberut, dia membawa tubuh gempalnya mendekat ke sisi ibunya dan tidur memeluk dada Dyo. Mengusal manja di sana.

“Ami nda buweh atit, Ami timbuh.”

Dyo tertawa pelan, surai hitam lembut Arvenda diusapnya dan dikecup cukup lama keningnya.

“Iya, Ami bakal cepet sembuh kok. Tenang aja, aminya Ucil kan kuuaaat.”

Wajah Arvenda semakin mendusal, mengirup dalam-dalam aroma manis ibunya yang selalu dapat membuatnya nyaman dan mengantuk.

Jongin melihat dari pintu kamar, di tangannya sudah ada sepiring sarapan dan segelas air hangat. Dia tersenyum sembari berjalan menghampiri. Ketika sampai dia duduk di sisian ranjang, tepat di sebelah Dyo.

“Sarapan dulu.” katanya lalu membantu istrinya untuk bangkit, “Sup dari Kak Zhani, tenang, bukan masakanku.”

Dyo tertawa, mencubit paha suaminya. Suaminya sudah mengonfirmasi lebih dulu sebelum ditanya. Jongin tak begitu pandai memasak.

Sebelum memberi suapan, terlebih dahulu Jongin menyentuh kening Dyo, ingin mengecek suhunya.

“Kalau sampai nanti malem belum turun, kita ke rumah sakit ya.” ujarnya.

Dyo menurunkan tangan suaminya, “Gak usah, bentar lagi juga sembuh. Emang masih kaget aja. Toh udah gak sesek lagi.”

“Kamu gak bisa bohongin aku.” satu suapan Jongin berikan pada Dyo, “Atau aku gak usah berangkat kerja aja?”

Dyo menggeleng sembari mengunyah. Dia habiskan dulu kunyahannya kemudian membalas, “Jangan. Jangan ngawur ih, kamu kan lagi garap proyek, apalagi kamu pimpinannya, kamu harus kasih arahan.” katanya, susah payah sekali dia keluarkan suaranya, “Tenang aja, kan kamu udah minta Reski sama Zhani buat nemenin aku. Kamu jangan khawatir.”

Jongin membuang nafas perlahan. Berat sekali rasanya meninggalkan Dyo di rumah dalam keadaan sakit seperti ini. Dia takut dia akan mendapati kejadian yang sama seperti beberapa bulan lalu, tepatnya ketika Dyo koma. Dia tak ada di rumah, dan dia mendapat kabar tiba-tiba dari Reski kalau Dyo pingsan dengan darah di mana-mana.

“Oke. Tapi kalau kamu mulai sesek atau pusing, atau sakit di bagian manapun, kamu langsung kabarin aku. Jangan disimpen, jangan disembunyiin, aku gak mau lihat kamu koma lagi.” tangan besarnya mengusap sisi wajah Dyo, wajahnya terlihat sekali khawatir.

Si manis hanya membalasnya dengan anggukan dan kekehan ringan. Hatinya menghangat, suaminya teramat mencintainya.

Selanjutnya Jongin melanjutkan kegiatannya menyuapi Dyo makan. Arvenda menonton sambil memainkan ujung selimut ibunya. Dia tak banyak bicara, ingat benar nasihat Ami agar tidak rewel. Dia anak yang patuh.

Pukul tujuh lebih sepuluh menit Jongin baru berangkat ke kantor. Sungguh, Jongin sudah benar-benar berniat membolos tapi Dyo melarangnya. Bahkan dia harus didorong Zhani keluar dulu agar mau berangkat.

KEMBALI [KaiSoo] ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant