FOUR

208 29 8
                                    

🌺🌺🌺

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌺🌺🌺

Pelajaran berlangsung begitu lambat, atau itu hanya pikiran Kazuma saja? Angin musim gugur yang perlahan berhembus melewati jendela di sampingnya membuat kantuk menyerang. Sebenarnya ada satu sisi di tubuhnya yang menuntut untuk diistrahatkan, tapi ia tidak bisa terlihat lemah di mata orang lain. Pagi tadi saat bercermin di kamar mandi rumah, wajahnya tampak pucat. Beruntung ketika berangkat, Hokuto tidak bertanya apa-apa.

Kazuma mengembuskan napas, matanya memperhatikan guru wanita di depan sana dan sesekali melirik sosok yang duduk cukup jauh dari Kazuma. Hokuto sibuk menulis, sesekali kepalanya akan mengangguk kecil saat mendengarkan penjelasan sang guru. Melihat itu, dia mengulas senyum tipis bahkan mungkin orang lain tidak akan tahu bahwa Kazuma sedang tersenyum.

"Kau begitu menyukainya, ya?"

Mata Kazuma membulat, dia langsung menoleh ke arah Shohei yang duduk di kursi sebelah.

"Jangan bercanda," ketus Kazuma lirih.

Shohei meringis. "Kelihatan jelas di mataku, Kazuma. Kau tahu, kau adalah pembohong yang amatir."

Kazuma tidak menanggapi, penjelasan gurunya kini lebih menarik untuk disimak meskipun ia sudah paham materi itu daripada memperhatikan muka menjengkelkan Shohei. Bagaimana pun juga, dia tidak ingin orang-orang tahu perasaannya itu. Cukup mereka menganggap dirinya aneh, tidak perlu tahu bagaimana isi hatinya. Kadang, ia tertawa saat menyangsikan kewarasannya. Apa dia sudah gila karena menyimpan rasa kepada sahabatnya sendiri, apalagi dia seorang laki-laki?

Tak ada kegiatan yang dilakukannya kecuali mendengar penjelasan materi hingga bel istirahat berbunyi.

"Aku ke toilet!" pamit Shohei begitu guru mereka meninggalkan ruang kelas. Anak itu berlari cepat dan segera menghilang di balik pintu.

Kazuma hanya bisa menggeleng, kemudian matanya melihat seseorang yang berjalan masuk ke kelasnya. Itu Itsuki, dia meletakkan sebuah kotak bekal yang terbungkus kain ke atas meja Hokuto. Samar didengarnya jika makanan itu adalah titipan dari ibunya untuk Hokuto. Anak itu menerimanya dengan senyuman lebar. Kazuma bisa melihat betapa antusiasnya Hokuto saat membuka kotak bekal tersebut. Ya tentu saja tanpa tahu jika ada seseorang yang sedang mengatur napasnya agar tidak kembali sesak.

Tidak ingin mengambil resiko yang membuat penyakitnya kambuh, Kazuma meninggalkan ruang kelasnya. Bersembunyi di perpustakaan memang hal yang paling tepat untuk dilakukan sekarang.

Langkahnya berat menyusuri lorong-lorong berlantai kayu. Dinding putih tulang ruang kelas tampak monoton tapi juga menenangkan. Dia tak memperhatikan jalan, pandangannya lurus kadang juga lantai kayu menarik atensinya. Dalam hati Kazuma merutuk, dia mengingatkan diri bahwa dirinya bukan siapa-siapa untuk Hokuto. Tak berhak, intinya seperti itu.

Dalam raut muka yang tak bisa ditebak, Kazuma menyapa penjaga perpustakaan. Kebetulan bukan wanita tua berkacamata yang akan menatap para murid dengan sinis saat Kazuma masuk, melainkan seorang murid perempuan kelas 2 yang ditunjuk sebagai petugas perpustakaan.

WIND AND STARWhere stories live. Discover now