16

1.2K 259 56
                                    

Raka menarik napas panjang dan dalam untuk kesekian kalinya. Mendadak nyalinya ciut. Ia ingin kabur dan tidak melanjutkan niat impulsifnya. Sebenarnya bisa saja ia make up story saat ini. Toh, bukan hal yang sulit juga bagi Raka untuk membuat alasan apapun itu. Namun, entah mengapa sekalipun otaknya terus berkata untuk berhenti dan menghindari percakapan ini, hati Raka malah berkata sebaliknya. Ya, jauh di lubuk hatinya Raka tahu persis satu-satunya cara untuk mengetahui alasan sikap moodynya akhir-akhir ini adalah dengan memastikan perasaannya pada Mayandra. Terlebih setelah adanya fakta bahwa orang lain selain dirinya bahkan bisa melihat perasaan yang kerap ia sanggah tersebut.

"Ka?" panggil May sekali lagi. "Apa yang mau di cek?" tanya May mencoba tetap tenang sekalipun hatinya seketika berdesir cepat kala Raka mendongak dan menatapnya tajam. Seperti saat ini.

Seperti Raka yang sedang dilanda galau, May pun sama halnya. Peristiwa kala Raka membelai rambutnya siang tadi terus berputar di otaknya. Kalau saja May tidak ingat ia harus bersikap profesional saat di kantor, bisa jadi May akan menunjukkan ekspresi ABG sedang kasmaran saat ini.

May berdeham pelan lalu mengalihkan tatapannya kembali ke komputer. Tak bisa dipungkiri, melihat tingkah Raka saat ini yang hanya diam menatapnya membuat May jadi baper sendiri. Otaknya penuh dengan segala kemungkinan yang akan dikatakan Raka. Sebersit rasa khawatir dan deg-degan memenuhi khayalan liarnya yang diam-diam berharap ucapan Mika terkait Raka yang menaruh hati adalah benar adanya.

Di sisi lain, Raka juga masih berperang dengan dirinya sendiri. Seumur-umur ia mengenal makluk Tuhan bernama wanita, tak pernah satu kalipun ia mengalami kesulitan dalam berbicara, mendekati atau apapun yang berkaitan dengan flirting dengan mereka. Namun, mengapa ketika berhadapan dengan wanita dihadapannya ini, Raka jadi lebih berhati-hati dalam bersikap ataupun berbicara? Ini jelas bukan karakternya yang khawatir akan pendapat orang, tetapi sekali lagi, mengapa ia begitu peduli dengan pendapat wanita ini?

Raka menarik napas dalam dan panjang sebelum kemudian menggeser kursinya menghadap May yang duduk tak jauh darinya. May ikut memutar kursinya, berhadap-hadapan dengan Raka yang hanya tersenyum sekilas kepadanya.

"May," panggil Raka pelan.

Jantung May berdegup kencang kala Raka memanggil namanya dengan lembut. "Yes, Raka," jawab May berusaha tersenyum.

"Pertama, gue sori banget udah bikin lo stay sampe malem gini," kata Raka mengawali kalimatnya. "Nanti ... setelah ini, kalo lo 'nggak keberatan' ...." Raka berhenti sebentar. "Gue mau banget anterin lo balik," lanjutnya hati-hati.

May tersenyum canggung. "Oke," jawabnya singkat.

Raka mencondongkan tubuhnya, hampir menempel pada pinggiran meja dengan kedua tangan yang saling bertaut di atas meja. Dari bahasa tubuh Raka, May bisa melihat ada perasaan gugup, khawatir juga excited di sana. May menarik napas dalam.

"Anggep gue lagi penasaran aja, oke," tanya Raka memastikan May tidak salah paham terlebih dahulu. "May?" panggil Raka kala melihat wanita itu tak merespon pertanyaannya.

"Ha? Oh itu pertanyaan? Oke-oke," jawab May buru-buru. Ia mengira perkataan Raka tadi adalah pernyataan bukan pertanyaan. Itu kenapa May hanya diam dan menunggu Raka untuk melanjutkan kalimatnya.

"Pertama, gue penasaran kenapa lo nggak suka sama brondong?"

May mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Raka. Detik berikutnya, ia mendengkus pelan. Bodoh sekali dirinya sempat berpikir kemungkinan Raka menyukainya. Pria itu hanya terlalu penasaran dan itu membuat perasaannya sedikit terluka.

Sembari mencoba mempertahankan sikap dan ekspresi tenangnya, May kemudian balas bertanya pada Raka. "Jadi yang mau di cek ini lagi?" tanya May sembari menatap tajam Raka.

The Mayandra's Deadline - TERBIT NOVEL REPUBWhere stories live. Discover now