coretan semesta || bagian 1

132 94 40
                                    

"Ku awali pagi dengan keceriaan dan penuh harapan, sebab aku masih setia menunggu kedatangan senja yang indah untuk singgah mewarnai hidupku ."

~Fajar Arsenio Abraham~

>>>||<<<

"Pagi mi" sapa Fajar dengan senyuman khasnya.

"Semangat banget keknya" ucap Bintang sambil menyambar roti yang ada dihadapan Fajar. Baru saja Fajar akan melahapnya, tapi ia sudah di dahului oleh kakaknya.

"Apaan sih lo, kak. Itu jatah gue." Fajar merengek seperti anak kecil. "Mi liat noh, kakak. Itu kan punya adek." Rengeknya pada Anjani, maminya. 

Anjani hanya menggeleng melihat tingkah kedua putranya.

"Jangan lebay deh, Jar. Gitu doang lo sampe ngadu ke mami. Gimana kalo ditolak Senja, mau ngadu ke mami juga?" Ledek Bintang sambil tertawa geli. "Laki bukan lo??" Ledek Bintang lagi. Tak ada respon apapun dari Fajar, remaja laki-laki itu hanya mencebikan bibirnya kesal.

"Kok malah cemberut?" Tanya Anjani.

"Abisnya kakak kayak gitu. Kan adek kesel, mi" adu Fajar.

"Kamu tuh udah gede Fajar. Masa masih manggil diri kamu sendiri dengan sebutan adek, gak malu apa? Kalo Senja tau, dia makin ilfeel aja sama kamu tau gak?" Anjani malah ikut meledek sang putra.

Fajar hanya memalingkan wajahnya malas.

"Nih dengerin. Lo tuh udah gede, malu ama Senja. Senja aja yang seumuran sama lo gak manja kek lo. Apalagi sekarang dia udah kelas 2 SMA. Lah elo, masih dibawahnya dan masih manja. Malu bro"

"Kenapa sih kakak sama mami tuh selalu aja ngomporin dan bikin Fajar down."  Keluh Fajar. "Sekali-kali support Fajar kek" lanjutnya dengan wajah masamnya.

Anjani dan Bintang pun saling pandang. Mereka sedikit menyesal telah membuat mood anak itu rusak. Hanya sedikit, tidak lebih.

Dengan mood yang sudah sangat buruk, Fajar mengunyah roti yang telah maminya siapkan dengan gerakan yang malas.

Merasa tak tega, Bintang pun akhirnya mengalah. "Sorry deh, gue gak maksud ancurin mood lo. Tapi lo harus bisa ubah sifat kekanakan lo itu." Bintang terdiam. Ia menjeda ucapannya, sejenak lelaki itu menoleh pada sang adik yang tengah menatapnya seolah menunggu kalimat apa yang akan keluar dari mulut sang kakak. "Lo harus bisa bersikap lebih dewasa" lanjutnya.

Fajar menghela nafas pelan. Bukan kelanjutan seperti itu yang ingin ia dengar. Ia hanya ingin mendengar sebuah kata penyemangat untuknya agar bisa mendapatkan apa yang ia ingin. Senja. Hanya itu. Satu hal yang sangat mustahil baginya.

"Kalimat lo sama sekali gak membantu" tukas Fajar sekenanya.

Mendengar itu, sebuah senyum berhasil terukir di wajah Bintang. "Emang gue harus bantu apa? Seandainya gue bantu lo pun gak akan bisa bikin dia mau nerima lo. Bahkan siapapun gak akan pernah bisa bantu lo buat memenuhi semua ekspektasi lo itu."

Anjani menatap kedua putranya bergantian. Ia tak tau harus berbuat apa. Jika menyela pembicaraan mereka, nantinya ia akan dianggap memihak pada salah satunya. Jadi ia tetap diam tanpa mau berkomentar atau sekedar ikut pada pembicaraan yang  seharusnya tak menjadi topik  pembahasan di waktu pagi seperti saat ini.

Fajar pula hanya menunduk, ia pun tak ingin menanggapi ucapan Bintang.

Bintang menjadi bingung, apa ia salah bicara lagi? Kenapa Fajar tak memberi respon ataupun sanggahan terhadap kalimat yang ia ucapkan? Ia jadi merasa semakin tak enak hati. Tapi apalah daya, kalimat tadi sudah meluncur dengan sendirinya tanpa ia pikir lebih dahulu.

Bintang malah tersenyum kearah Fajar yang masih terdiam, sambil sesekali menepuk pundak sang adik.

"Jangan putus asa. Kalo lo terus berusaha, gue yakin lo bisa wujudin semuanya."

Fajar menoleh dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Cuman gue sedikit menyadarkan lo, jangan berekspektasi terlalu tinggi nanti lo kecewa." Pungkasnya.

Ia memilih mengakhiri kalimatnya -sebelum mulut lancangnya mengeluarkan kata-kata yang semakin membuat mood anak itu hancur. Jadi ia memilih beranjak.

"Kakak berangkat duluan ya" Bintang mengusap lagi pundak Fajar sebelum benar-benar beranjak dari sana, lalu lelaki itu berpamitan pada sang mami dan mencium puncak tangan wanita yang telah melahirkannya.

"Hati-hati kak"

Bintang mengangguk sambil melambaikan tangan dan dibalas hal serupa oleh Anjani.

Fajar? Ia masih sibuk bergelut dengan pikirannya. Namun ia menoleh, ia menatap lamat-lamat punggung kakaknya yang sudah hampir tak terlihat.

Ia merogoh gawai yang ia simpan tepat disaku seragamnya. Mengotak-atik benda pipih itu sekilas, lalu terdiam lagi saat menatap sebuah kontak dengan nama yang selalu ia sematkan dan selalu menjadi yang teratas di riwayat panggilannya.

Senja.

Nama yang selalu membuat Fajar porak poranda dan kacau balau selama beberapa tahun terakhir.
Nama yang selalu membuat perasaan Fajar tak menentu.

Ya Fajar.

Fajar yang rela melakukan apapun demi membuat perhatian Senja teralih padanya. Fajar yang tak pernah tau malu, Fajar yang rela berkorban demi kebahagiaan Senjanya, Fajar yang.... Ah sudahlah seberapa banyak lagi deskripsi yang harus ia jelaskan. Pada kenyataannya ia juga hanya seorang manusia, yang bisa berputus asa dan menyerah kapan saja.

Tapi tak peduli berapa kali ia diabaikan dan sekeras apapun Senja menolaknya, ia akan terus berusaha. Ia hanya akan berhenti ketika ia memang sudah benar-benar lelah dan ingin menyerah. Dan Fajar hanya tinggal menunggu kapan waktu itu tiba.

Pikiran Fajar masih melayang entah kemana, sampai ia tak menyadari panggilan Anjani. Namun ia tersentak ketika sebuah tepukan yang berhasil Anjani daratkan di pundaknya.

"Kok malah ngelamun, kamu harus berangkat sekolah. Ini kan hari pertama kamu masuk sekolah" Anjani menginterupsi.

Fajar mengangguk mengiyakan. "Kalo gitu Fajar juga berangkat ya mi." Fajar pun bergegas. Ia juga melakukan hal yang kakaknya lakukan. Berpamitan pada sang mami lalu mencium puncak tangan maminya.

Fajar berjalan menghampiri motornya, ia meraih helm full face-nya lalu mengenakannya sambil menaiki motor yang sudah sedari tadi terparkir dan siap ia kendarai.

Tanpa Fajar sadari, Anjani mengekor di belakangnya "semangat buat hari pertama sekolahnya" ucap Anjani sambil
melambaikan tangannya.

Fajar tersenyum. Ia membalas lambaian sang mami dengan bunyi klakson yang nyaring sambil melajukan motornya dengan pelan.

Ketika pikiran masih tertuju pada satu hal, ia teringat bahwa hari ini adalah hari pertamanya masuk ke sekolah menengah atasnya. Sekolah yang akan mempertemukannya dengan seseorang.

Fajar dengan sejuta tingkah yang tak bisa ditebak, tanpa sadar tersenyum seolah-olah ia lupa dengan kalimat kakaknya yang membuat ia kesal.

Fajar Arsenio Abraham. Lelaki dengan proporsi yang nyaris tak memiliki celah kekurangan itu telah siap menghadapi harinya. Dengan tingkah yang tak akan pernah bisa ditebak boleh siapapun.

" Senja, I'm coming"

>>>||<<<

coretan semesta | dari Fajar untuk Senja [HIATUS]Where stories live. Discover now