22. Maaf, Bhara. Mama Masih Ingin Hidup

25.4K 3K 307
                                    

Seni tersenyum. Begitu melihat Bhara datang bersama Kamila, perempuan itu segera duduk dan memangku Bhara. Sesekali Bhara menyentuh dada Seni. Anak itu memang masih belum sepenuhnya disapih. Terkadang, masih suka mencari celah untuk diberi ASI jika sedang tak diberi dot berisi susu formula.

"Duduk dulu, Mas. Aku mau kita ngomong baik-baik."

Kamila yang ikut jantungan demi melihat koper yang dibawa Seni pun ikut duduk, tepat di samping Seni. "Kamu ngapain bawa-bawa koper? Mau ke mana, Nak?"

"Ma, Mas, Mbak. Kali ini, tolongin aku, ya. Aku minta tolong banget." Seni memulai narasi tujuan hidupnya kali itu. Tapi belum apa-apa, Arayi sudah terlihat marah dan mau menarik tangannya lagi.

Kali ini sekuat tenaga, Seni mengelak. Lalu menatap Arayi dengan tajam. "Kamu duduk, Mas. Duduk yang manis kayak istri kamu," katanya sambil melirik ke arah Alsha.

Setelah itu Seni mengembuskan napas dan kembali tersenyum. "Sudah sebulan ini aku mencoba segala yang aku bisa untuk tetap ada di sini. Terutama untuk tetap jadi istri kamu, Mas. Meski kamu sudah lihat sendiri, aku nggak bisa lagi memainkan peranku sebaik dulu."

"Seni, dengar, ya. Percuma kamu mau ngomong apa, kalau ujung-ujungnya kamu mau minta pisah, kamu tahu aku nggak akan pernah membiarkan hal itu terjadi." Arayi menyela dengan suaranya yang lantang.

"Dengan apa? Sekarang kamu mau mempertahankan aku dengan argumentasi apa lagi, Mas? Dengan janji bahwa kamu akan adil sama aku dan Mbak Alsha, iya? Aku udah ngerasain selama sebulan ini, nggak pernah ada keadilan yang kejadian tuh. Kamu lebih sering tidur , makan, ngobrol, dan pergi dengan Mbak Alsha"

Seni terkekeh miris. Mendekap Bhara sekuat yang ia bisa agar anak itu tak ketakutan dan tak lepas darinya.

"Ni!"

"Aku nggak bisa menjalankan peran ini lebih lama lagi, jadi tolong, Mas, Mama, tolong biarin aku pergi, ya? Aku ikhlas. Aku nggak mau lagi jadi pengganggu rumah tangga Mas Arayi dan Mbak Alsha."

"Seni kamu ini ngomong apa, Nak?" Kamila menggeleng kuat. Lalu menatap Alsha tajam agar perempuan itu ikut bicara. "Kamu bukan pengganggu, kamu itu pembawa kebahagiaan, Nak. Mama mohon kamu jangan pergi. Berhenti minta pisah, Ni."

Seni pun menggelengkan kepala. "Nggak bisa, Ma. Seni nggak bisa hidup sebagai istri kedua selamanya. Buat apa, Ma? Toh Mas Arayi selamanya juga akan tetap menyembunyikan aku, kan?"

"Nggak, Seni, nggak! Mas minta maaf soal yang semalam. Mas janji, habis ini mas akan ngenalin kamu ke semua orang sebagai istri mas. Kita akan ke mana-mana berdua. Oke?"

Dikira semudah itu kah keadaannya?

Lalu apa Arayi tak berpikir bagaimana tanggapan orang-orang saat Seni muncul sebagai istri kedua Arayi? Mereka hanya tahu dari luarnya saja, bisa Seni bayangkan betapa ia akan dicap sebagai pelakor, duri dalam rumah tangga orang. Tidak, Seni menggeleng.

"Kalau Mas mau memperkenalkan aku sebagai istri, silakan. Tapi lakukan itu setelah Mas cerai dari Mbak Alsha." Biarlah, biarlah Seni bersikap egois kali ini. Ia harus berjuang untuk kebahagiaannya, kan? Melati pernah bilang begitu, kan?

Arayi yang mendengar perkataan Seni lantas meradang. "Jangan keterlaluan kamu, Ni! Selamanya aku nggak akan pernah cerai! Entah sama kamu, terlebih lagi sama Alsha!"

"Ya udah, kalau gitu tolong izinkan aku dan Bhara pergi, Mas. Aku gak bahagia sama kamu. Demi Tuhan, tiap hari hatiku sakit kayak mau mati. Apalagi saat melihat kamu sama Mbak Alsha berdua mendominasi Bhara. Aku kayak lagi dikutuk! Aku berhak marah, tapi nggak boleh protes. Aku nggak mau lagi jadi istri kamu. Lagian untuk apa, kamu juga kan nggak cinta sama aku, Mas. Jadi tolong, Mas. Tolong."

SENANDUNG RUSUK RUSAKDonde viven las historias. Descúbrelo ahora