BAB VI

77 9 0
                                    

Lelaki di hadapannya sangat pandai menipu. Bahkan sahabatnya saja sampai tidak menyadari garis suram yang ditutupi dengan kebahagiaan reuni. Dengan mudahnya, lelaki itu tertawa, tersenyum, berkelakar, menggoda, bahkan bernyanyi dengan riangnya seakan tidak ada apa-apa.

Sudah satu minggu lebih William menjadi tenang. Tidak ada keisengan dan ulah yang membuat Harry terheran-heran. Tidak ada protes-protes tidak jelas yang tujuannya hanya memancing pertengkaran. Semua teramat tenang.

Dari laporan Harold, pagi hari setelah sarapan, William akan berkuda memutari ladang jagung di utara rumah, lalu pergi mengajari anak-anak pelayan membaca dan berhitung, kemudian Ia akan melewatkan makan siang sebab terlalu sibuk bermain dengan tanah liat yang dibentuk menjadi guci dan vas, lalu pergi tidur siang di bawah pohon tabebuya, sore harinya akan diisi dengan berenang dan memancing di danau, terakhir setelah makan malam, lelaki itu akan mengunci dirinya di kamar hingga pagi. Semua akan tampak baik-baik saja kalau Harry tidak masuk ke kamar William dan mendapati lelaki itu menangis dalam tidurnya.

Sepuluh hari berturut-turut dari mata terpejam itu akan mengalir air. Tidak ada teriakan-teriakan histeris seperti mimpi buruk, yang ada hanya rintihan tipis ketika Harry mencoba membangunkan. Rintihan yang menceritakan sakit dan perih.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Harry saat sarapan, Ia memutuskan bertanya sebab mata panda William semakin menebal. Tubuh William semakin menyusut meski beberapa ototnya mulai terbentuk.

Sebuah senyum terulas, "Ya, aku baik-baik saja."

Suaranya tenang. Gesture-nya tidak berubah satu inci pun. Pisau dan garpunya tetap bergerak seirama tanpa suara. Harry yang tidak mempercayai jawaban William diam saja. Ia memerintah Harold untuk membawakannya sebuah kotak.

"Untukmu. Aku melihatnya saat ke kota kemarin. Aku rasa ini sangat cocok denganmu,"

Harry mengeluarkan sebuah anklet emas putih dengan aksen kristal salju yang memutar berseling dengan rantai dengan bagian tengah diberi dua merpati.

"Terima kasih," hanya itu respon yang diberikan. William malah cenderung sedikit berjengit saat Harry menekuk satu lututnya untuk memakaikan anklet tersebut di kakinya.

"Apa kau suka?" tanya Harry lagi. Ia memandang puas kaki William yang semakin indah dengan hadiahnya.

"Ya," jawaban William datang setelah tiga detik yang hening. Meski menyadari suasana yang berat Harry tetap tersenyum. Ia berdiri dan mengusap kepala William, "Aku harus pergi ke Suffolk selama satu minggu. Aku harap kau di sini saat aku kembali."

-

Sebuah foto kusam William lipat dan dimasukkan kembali ke saku celananya. Bibir dalamnya digigit kuat-kuat guna menahan emosi yang lagi-lagi meluap. Emosi yang selalu bergejolak sejak Ia menemukan foto itu jatuh terselip di bawah rak buku ruang baca di hari Ia menemukan sosok Ariana Stanislas.

Hanya sebuah foto kecil dengan panjang enam senti yang sebenarnya ingin William sobek dan bakar namun selalu terhenti sebab foto itu mengguratkan wajah bahagia yang tidak pernah William lihat sebelumnya. Segurat ekspresi yang begitu berharga namun menyakitkan.

William jatuh pada Harry. Tanpa Ia sadari. Tanpa Ia rencanakan. William sudah jatuh sedalam-dalamnya.

Mengetahui Harry memiliki seseorang yang Ia cintai bukan bagian paling menyakitkan, rasa itu hanya setitik dibanding kesadaran akan dirinya yang tidak akan mampu membuat pria itu bahagia, sama seperti Ariana membuat Harry tersenyum begitu indah.

Sudah enam tahun lebih sejak kematian Ariana, belum pernah sekali pun Harry membawa kekasih pulang ke rumah. Pria itu tidak memberikan hatinya kepada siapa pun meski kerap berganti pasangan. Tidak pernah sekali pun pria itu membuka hatinya lagi.

NOT IN THIS LIFE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang