Bab 5

2.3K 358 35
                                    

Lelaki itu menghampiri Naila perlahan sampai posisinya tepat berada di belakang tubuh Naila yang masih sibuk memembereskan barang-barang yang berada di dalam gudang. Naila mulai merasa tak nyaman dengan tatapan majikannya yang sedari tadi hanya diam, lalu memperhatikan tubuhnya. Tatapan yang menurut Naila kurang sopan terhadap wanita. Buru-buru Naila bergeser dari posisinya kemudian menatap Gian dengan hormat.

"Apa Tuan membutuhkan sesuatu?"

Pertanyaan dari Naila membuat kedua alis Gian terangkat. Lelaki itu menampilkan sebuah senyuman yang baru kali ini Naila lihat. Bukan seperti senyuman malaikat namun lebih mirip dengan senyuman iblis yang banyak menyimpan rencana tidak baik di dalamnya.

"Jika aku bilang ada. Apa kamu akan memeberikannya padaku?"

Kening Naila langsung mengerut, tidak terlalu mengerti dengan maksud lelaki ini.

"Maksud Tuan?"

Helaan napas kasar Gian terdengar. "Aku tertarik padamu," ucapnya jujur. Gian tidak berniat menetupi rasa ketertarikan ini, karena ia yakin Naila pasti akan mau menuruti semua apa yang ia inginkan. Gian cukup berkuasa, memiliki harta dan wajah yang tidak terlalu buruk. Ketampanan wajahnya akan selalu berhasil meluluhkan wanita, termasuk Naila yang tak mungkin bisa menampik kesempurnaan yang ada di dalam dirinya.

Tetapi sepertinya kepercayaan diri Gian kali ini meleset. Wanita itu hanya terdiam, bengong seperti tidak mengerti dengan arti kata-katanya tadi. Dan itu sedikit membuat Gian merasa kesal.

Gian sangat tidak menyukai mengulur waktu lama. Jadi ia memberanikan diri untuk mengatakan maksud terselebung dari perkataanya barusan. Agar wanita ini bisa segera mengerti bahwa ia begitu tertarik, ingin segera meniduri Naila. Dan terbakar gairah bersama di atas ranjang.

"Aku akan membayarmu sangat mahal. Jika malam ini kamu mau tidur denganku."

Ucapan Gian lagi-lagi membuat Naila refleks terdiam. Apa maksud lelaki ini? Apa dia pikir Naila adalah seorang pelacur yang begitu gampang diimingi uang hanya untuk menemani tidur lelaki ini. Bukankah tidak sopan jika Tuan Gian mengatakan hal itu pada wanita yang baru ditemuinya. Ditambah di sini ia hanya sebagai seorang pembantu. Kenapa dia tidak mencari wanita bayaran lain. Yang bisa mengabulkan keinginan buruknya itu.

"Maaf Tuan saya bukan pelacur seperti apa yang Tuan maksudkan. Saya ke sini murni hanya ingin bekerja, untuk bisa membabayar pengobatan anak saya. Bukan malah membuat dosa dengan melayani Anda seperti pelacur."

Gian terkekeh geli mendengar Naila berkata tegas. Menyiratkan bahwa wanita ini tesinggung. Cukup menarik, baru kali ini ada wanita yang sok jual mahal pada dirinya. Apalagi dia hanya lah seorang wanita miskin yang bekerja menjadi pembantu di rumahnya. Nyalinya bagus juga bisa berani mengatakan hal itu di depan seorang Gian. Tetapi ia adalah lelaki yang tak akan memaksa lawan mainnya, Gian tau wanita ini pasti akan luluh karena keadaan. Tidak perlu memaksa, karena ia yakin Naila akan datang sendiri untuk mejilat lagi kata-katanya.

"Tenang, aku tidak akan memaksamu. Tetapi perlu kamu ingat. Jika suatu hari kamu berpikir ulang dengan tawaranku. Kamu bisa datang ke kamarku kapan saja."

Setelah mengatakan hal itu. Gian kembali berlalu dari sana meninggalkan Naila yang kini tengah mengepalkan tangannya erat. Marah, dan merasa terhina terhadap Gian yang menganggap wanita seperti dirinya sama dengan pelacur.

Meskipun ia miskin, meskipun ia membutuhkan uang banyak untuk biaya rumah sakit Imam. Tetapi ia masih punya harga diri. Ia tdak akan pernah melakukan hal menjijikan tersebut.

***

Setelah pulang dari rumah Gian dan mencoba melupakan penghinaan dari majikannya. Naila dengan raut bahagia kembali ke rumah sakit. Berharap ketika ia sampai di sana. Naila mendapat kabar baik atas keadaan Imam yang sudah sadar dari koma. Namun sesampainya di sana. Bukan kabar baik yang ia terima. Melainkan kabar buruk. Kabar yang membuat Naila tidak berhenti menangis cemas sedari tadi.

"Bagaimana dengan keadaan anak saya Dok?" tanya Naila tergesa. Tubuh Naila terasa kaku, air matanya menetes deras, ia tidak mau hal buruk terjadi pada Imam.

Dokter Imran hanya menatap Naila dengan pandangan prihatin. Ia sudah berusaha keras, namun sepertinya mereka harus segera memabawa Imam ke ruang operasi. Namun yang membuat dokter Imran ragu untuk mengatakan langsung, tidak mungkin dengan waktu secepat ini Naila sudah mendapatkan uang untuk biaya operasinya, itu yang membuat ia kasihan terhadap keadaan wanita ini.

"Bisa kita bicara di ruangan saya. Saya akan menjelaskan keadaan Imam di sana."

Naila mengangguk menuruti apa yang lelaki itu ucapakan, dengan cepat mengekor di belakang tubuh dokter muda tersebut. Semoga kali ini dokter Imran memberikan kabar yang baik. Ia tidak mau terjadi sesuatu pada Imam. Anaknya harus sembuh seperti sedia kala. Ia merindukan tawa jenaka Imam. Ia merindukan putranya yang sehat.

.

.

.

"Keadaan anak saya gaimana Dok?"

"Maaf harus mengatakan ini. Kami sudah berusaha yang terbaik. Tetapi sepertinya besok Imam harus segera di operasi. Jika tidak maka keadaanya akan semakin memburuk."

Satu tetes bening terjatuh di pipi Naila. Ya Tuhan bagaimana ini. Sebelumnya dokter Imaran juga mengatakan hal yang sama agar lebih baik jika Imam segera di operasi, tetapi yang membuat Naila belum bisa melakukan itu karena keterbatasan biaya. Ia belum bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Naila harus mengumpulkan uang ratusan juta. Dan itu tidak lah sedikit.

"Tapi saya belum punya uangnya Dok."

Dokter Imran terlihat ikut prihatin dengan keadaan Naila.

"Saya akan mencoba untuk membicarakan hal ini pada pihak administrasi agar kamu bisa dapat keringanan dengan biayanya."

Naila hanya bisa mengangguk sedih. Berterima kasih pada dokter Imran yang begitu baik padanya. Di sini yang bisa Naila andalkan adalah dokter muda tersebut.

"Kalau begitu saya titip Imam ya dok, saya akan mencoba cari pinjaman. Mudah-mudah besok saya bisa melunasi biayanya."

"Baik. Meskipun begitu, kamu harus jaga kesehatan."

"Iya Dok. Saya permisi."

Naila buru-buru keluar dari ruangan dokter Imran. Sedangkan lelaki itu kini terdiam di kursi kerjanya. Ia ingin sekali membantu Naila, tetapi ia tidak mungkin menggunakan uang dari tabungan yang kini di pegang oleh tunangannya. Tunangannya adalah wanita pecemburu. Akan menjadi masalah jika wanita itu tau ia memakai uang tabungan untuk membantu Naila.

Dokter Imran hanya berharap ada orang baik yang bisa membantu beban wanita itu. Seseorang yang bisa menjadi malaikat penolong bagi Naila dan Imam putranya.

Bersambung...

Ramaikan dengan vote dan komen. ^^

Secret Between UsWhere stories live. Discover now