5

140 20 14
                                    

Sambil mendengarkan lagu Day6, boyband korea yang akhir-akhir ini ia suka, Sienna bergerak gelisah. Tiga puluh menit telah berlalu sejak panggilan terakhir Kafka dihandphonenya, terlentang dengan mata memandang langit-langit kamar menjadi opsi terakhir yang ia lakukan karena tidak kunjung memejamkan mata sebab ceramah Kafka masih terus menggempur pikirannya. 

Sebenarnya kalo boleh egois sedikit aja, Sienna tidak mau menjawab telepon dari Kafka. Mendamaikan hati dan menggulung diri didalam selimut tebal milik Tadeo sampai tertidur jelas pilihan terbaik daripada terus memikirkan perkataan Kafka yang lama kelamaan mengusik psikologisnya. 

Mungkin juga jika tadi Kafka tidak menelepon, ia dan Tadeo akan mengobrol hingga salah satu dari mereka pamit untuk tertidur. 

Tapi lupakan saja. Sienna juga geleng-geleng sendiri atas pikirannya yang terakhir.

Sienna memandang kanvas-kanvas berantakan yang ada di atas lemari pendek seberang tempat tidurnya. Disana ada banyak gambar-gambar yang menarik untuk Sienna lihat. Sehingga pada akhirnya, setelah perdebatan panjang didalam dirinya, Sienna memberanikan diri untuk melihat-lihat lukisan tersebut. 

Aroma pudar minyak bercampur kayu apak dan debu menyerbu, membuat Sienna sesekali terbatuk. Kanvas-kanvas itu bertumpuk dan hanya ditutupi kain putih.

Sienna menarik salah satu kanvas besar yang menaut perhatiannya. Decitan kecil terdengar ketika menarik tumpukan kanvas besar dipaling bawah, sebelum akhirnya kanvas-kanvas lain jadi terjatuh menghasilkan debuman dari kotak kecil yang ditaruh dibelakang kanvas-kanvas itu. 

Kotak tersebut terjatuh berikut isinya. Amplop-amplop dengan tepi menguning akhirnya berserak dilantai. Sienna merutuk diri, pasti ganggu Tadeo, pikirnya. Dia segera menaruh amplop-amplop itu kembali, sebelum melihat amplop yang memaku perhatiannya. 

Ia menarik satu amplop, meneliti tulisan miring enam puluh derajat yang tertera disana. Amplop lain hanya ada tanggal, barangkali tanggal saat si penulis menulis isinya. Sementara diamplop yang dipegang Sienna, hanya ada sebuah nama, tanpa alamat juga tanggal. Amplop itu kelihatan lebih tua daripada amplop yang lainnya. 

Kinanti Maheswari Praharja, isi tulisannya. Ketika ia tergoda untuk membuka segel dari amplop tersebut, pintu kamar diketuk.

"Sen?" tanya Tadeo diluar kamarnya.

"Iya, masuk aja," sahutnya sambil kembali membereskan kekacauan yang telah ia buat. "Maaf ya, nggak sengaja aku jatohin waktu lagi liat-liat," lanjutnya lagi setelah Tadeo masuk kedalam.

"Kirain kenapa, nggak ada yang jatoh ke lo kan?" tanya Tadeo sambil ikut merapikan kanvas. 

Sienna menggeleng pelan.

"Efek lama nggak dipake, gue jadi males beli rak baru buat kamar ini."

"Jangan repot-repot." Sienna tidak enak hati.

"Gapapa, emang nggak rapi. Udah malem kok nggak tidur, Sen?"

"Nggak bisa. Kamu kenapa belum tidur? Aku ganggu kamu ya?"

"Nggak, gue lagi nyelesain lukisan, yang tadi belum selesai. Mepet deadline."

"Mau aku temenin? Aku nggak bisa tidur."

[]

Setelah persetujuan dari masing-masing, akhirnya Sienna diizinkan oleh Tadeo untuk menemani pria itu mengerjakan lukisannya, dengan syarat ; apapun yang terjadi Sienna harus bangun pagi karena dia tidak boleh melewatkan kereta pagi harinya.

Sienna menebar pandang, lukisan Tadeo sedikit banyak memberinya pemahaman tentang seni. Banyak makna lukisan yang bisa ia tafsirkan sendiri.

"Cantik," gumam Sienna melihat salah satu lukisan yang dipajang Tadeo disalah satu sisi dinding.

Starry NightWhere stories live. Discover now