Setibanya di parkiran mobil, Eric bertanya kepada Tiffany yang terengah-engah. "Kenapa kalian bertengkar di depan umum? Apa tidak malu dilihat banyak orang?"
Tiffany yang berusaha mengatur napas, menjawab. "Aku baru putus, semalam dia membawa wanita lain ke hotel."
Eric hendak mengatakan sesuatu lalu terdiam, dia tidak bisa ikut campur ke masalah orang lain.
Tiffany menunjuk dada Eric. "Jangan beritahu Vio mengenai hal ini, aku tidak ingin membebaninya."
"Saya tidak akan ikut campur masalah ini, saya hanya orang luar."
"Kamu sudah menjadi saksi mata." Tiffany menggosok matanya yang mendadak perih. "Aku tidak ingin ada yang tahu-"
Eric yang kebingungan melihat stan penjual es krim, menarik tangan Tiffany. "Ada es krim di sana, ayo makan."
Tiffany yang akan menangis, menjadi bingung. Hah?
-----------
Alex sudah mendapatkan tanah tempat untuk mengubur Yibo, di tanah dekat apartemen mewah miliknya.
Eric yang membawa tubuh Yibo, mengajak Tiffany ikut.
Awalnya Tiffany menolak, tapi berubah pikiran setelah merenungkannya beberapa saat. Tadi dia datang menggunakan mobil pacar, jam segini pasti susah mendapatkan transportasi mobil online.
Vio yang melihat Tiffany dan Eric datang bersamaan, memakai baju olah raga, menyipit curiga. "Kalian baru berkencan?"
Tiffany yang matanya sembab, menggeleng.
Vio menjadi panik ketika melihat sahabatnya menangis. "Kenapa menangis? Siapa yang menyakiti kamu?"
Tiffany menggeleng lemah.
Eric membuat alasan. "Kami bertemu di cfd, nona Tiffany mendengar kematian Yibo dan menangis."
Tiffany melirik kesal ke Eric tapi tidak bisa membantah karena tidak punya alasan lain yang lebih bagus.
Giliran Vio yang menangis lalu memeluk Tiffany. "Ah, Fany. Aku jadi ikut sedihkan-"
Tiffany yang tidak bisa membendung kesedihannya, menumpahkan air mata. "Iya, sama- pasti sedih kehilangan makhluk yang paling disayangi."
Eric yang mendengar itu, tidak tahu harus bereaksi tertawa atau menangis sementara Alex yang peka, mengerutkan kening.
"Makhluk? Ambigu sekali," kata Alex.
Eric mengangguk setuju, tidak berkomentar lebih jauh. Nyonya Vio sedih dengan kematian Yibo sementara Tiffany sedih setelah putus dengan kekasihnya.
Mereka berdua jongkok di depan makam setelah dikuburkan Eric sementara para pria berdiri di belakang mereka.
"Semoga Yibo bisa reinkarnasi di keluarga yang bahagia dan mendapatkan banyak cinta." Doa Vio.
Tiffany mengucapkan amin di setiap doa Vio lalu saling berpelukan.
"Yibo sudah bersama Pencipta yang menyayanginya."
Vio mengangguk kecil dengan mata sembab.
Alex menarik tangan Vio. "Sudah selesai? Kamu tidak ingin pulang? Kamu sudah izin tidak kerja hari ini?"
Vio yang belum siap, tanpa sengaja bersandar di dada Alex dan bingung. "Hah?"
"Acaranya sudah selesai, Yibo aman. Kamu masih di rumah itu beberapa hari ke depan?"
"Tentu saja, aku masih ingin menemani Yibo. Kasihan dia sendirian di luar sana."
"Kalau begitu aku akan menemani kamu."
"Hah?"
"Aku temani kamu di rumah itu lalu kita ke rumah ibu dan adikmu."
Vio menjadi panik lalu mengalihkan tatapannya ke Tiffany untuk minta tolong.
Tiffany maju dan memberi masukan. "Jika kamu ingin menemani Vio, tidak masalah tapi untuk sementara jangan bertemu dengan keluarganya dulu untuk memperkenalkan diri."
"Kenapa?" tanya Alex tidak mengerti.
"Vio menikah tanpa melibatkan keluarga, aku memang temannya tapi aku juga saudara sepupu dia. Oma aku adalah adik dari nenek Vio."
Alex menatap lurus Vio. "Kamu punya hubungan buruk dengan keluarga?"
"Sebenarnya tidak buruk, tapi Vio hanya menghindari pertengkaran yang tidak perlu. Kamu tinggal saja di rumahnya dia tanpa bertanya ini itu, di masa depan semuanya akan terkuak."
Alex melirik Vio yang sembunyi di belakang punggung Tiffany. "Baiklah, asal jangan sembunyi di sana terus-terusan. Aku suami kamu."
Vio terkejut lalu menunduk malu.
Tiffany diam-diam menghela napas lega, kesedihannya teralihkan dengan Alex dan Vio.
Diam-diam Eric mengamati perilaku Tiffany yang sedikit menggemaskan baginya.
Di Bali, salah satu hotel di Legian. Cholina melakukan kesalahan dengan menghapus data reservasi klien. Otomatis pihak sales marah besar.
"Bagaimana bisa kamu melakukan ini kepada tim kami?! Kami sudah susah payah input banyak data supaya bisa melihat data di akhir bulan, tapi malah menghapusnya dan menyuruh kami input ulang?! Kamu kira data tamu itu tidak banyak, ada pritilan notes yang harus diteruskan ke departemen lain!"
Cholina membungkuk. "Saya minta maaf, saya tidak sengaja menghapusnya."
"Tidak sengaja?! Kamu menyuruh kami bersikap profesional dan sekarang lihat betapa tidak profesionalnya kamu!"
Cholina tidak bisa menyalahkan mereka, dari awal dirinyalah yang mengkritik mereka untuk bersikap profesional karena kadang kala ada salah satu pegawai yang sukanya bercanda, tidak menyelesaikan pekerjaan. Ketika ditegur, mungkin tidak terima dan mengadu pada supervisor.
Sekarang dia tidak konsentrasi bekerja karena ulah kakak tirinya dan tanpa sengaja melakukan kesalahan, membuat tim sales bisa membalas dendam.
"Saya yang akan menginput data yang hilang, tolong tunjukan," kata Cholina dengan nada rendah. "Sekali lagi saya mohon maaf."
Trisna yang melihat anaknya dimarahi, menjadi tidak tega. "Coba saya lihat, apakah datanya masih ada atau memang sudah terhapus.
Berbanding terbalik saat bersama Vio, ketika Cholina melakukan kesalahan, dia cepat-cepat bantu memperbaikinya. Ketika Vio yang melakukan kesalahan, dia akan menyindir dan mengatakan Vio lemot, lemah otak.
Vio sempat sakit hati saat diperlakukan seperti itu oleh ibu tirinya dan tidak bisa membalas, biar bagaimana pun dia adalah orang tua.
Trisna tersenyum cerah melihat sejarah data yang terhapus, hanya tim Trisna yang bisa melihat. "Datanya masih ada, saya akan kembalikan."
Cholina bisa melihat kekecewaan di wajah tim sales.
Setelah Trisna minta maaf dan keluar dari ruangan tim sales, dia segera bertanya kepada putri pertamanya. "Ada apa? Kenapa anak bunda melakukan kesalahan? Tidak biasanya."
"Bunda tidak dengar telepon tadi pagi? Itu suara Vio, Vio bersama Alex."
Trisna mengerutkan kening. "Bagaimana bisa anak gendut dan jelek itu bersama Alex?"
"Itu yang buat aku penasaran. Bunda, Cholina mau ke tempat Alex."
"Kamu mau ke sana? Mau buat yanda kamu marah? Pekerjaan yang diutamakan, jangan cinta! Perusahaan kita harus bisa berdiri tegak, punya pondasi, sehingga keluarga Alex tidak menghina keluarga kita."
"Tapi Alex tidak pernah cerita mengenai keluarga dan tidak pernah mempermasalahkannya." Cholina berusaha menyakinkan Trisna. "Bunda, jangan buat Cholina berpisah dengan Alex," isaknya.
Trisna yang tingginya lebih pendek dari pada Cholina, menatap sedih putri pertamanya. Terlahir sebagai anak di luar nikah sementara dirinya di cap pelakor, membuat posisi Cholina menjadi tidak nyaman.
Jika Alex menikahi Cholina, tidak akan ada yang bisa menghinanya, bahkan dari keluarga Vio sialan itu.
"Tenang saja, Alex pasti lebih memilih Cholina."

YOU ARE READING
My Dear Husband, Can I Crush Our Marriage?
RomanceDi hari pernikahan, sahabat baikku melakukan kesalahan hebat. Ia menarik tangan seorang pria asing, bukannya tunanganku. Konyolnya lagi, kami resmi dinikahkan hari itu juga. Tidak terima dengan kesalah pahaman ini, aku ke apartemen tunanganku dan me...