Prolog

8 4 1
                                    

Dari ribuan, jutaan, bahkan miliaran penduduk di Bumi, hanya segelintir saja yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan 'mereka' atau hanya sekadar bersinggungan dengan dunia lain.

Dan aku, adalah salah satu dari segelintir orang itu.

Mereka yang biasa kau sebut arwah gentayangan, roh penasaran, jin, setan atau apalah itu, aku bisa melihat, bahkan, bercakap dengan mereka. Apabila mereka berminat untuk bertukar kata denganku, tentu saja. 

Tak setiap saat, memang. Tapi, setidaknya sekali setiap hari tidak bisa dibilang jarang, bukan?

Tapi, di antara makhluk-makhluk itu, ada satu jenis yang menarik perhatianku. Dibandingkan yang lain, ia jauh berbeda.

Kalau yang lainnya hanya bisa berbicara dengan orang tertentu, yang ini bisa melontar sepatah dua patah kata pada siapapun yang mereka kehendaki, mengajak para manusia ke lubang yang sama yang telah memerangkap mereka.

Ya, dia bisa menghasut manusia, tak seperti kebanyakan makhluk tak kasat mata yang kutemui.

Satu yang kutahu, mereka ada sebagai konsekuensi perbuatan negatif dari korban-korban kejahatan manusia yang tak sanggup lagi mempertahankan hidupnya. Juga, perwujudan emosi negatif dari para manusia kejam yang tak pernah puas dengan hidupnya sampai ajal menjemput.

Konon katanya, 'mereka' yang oleh orang-orang lebih sering disebut Kajiman itu, adalah arwah manusia yang berubah menjadi jin karena tidak diterima di alam barzah.

Menurut orang-orang tua di sekitar rumahku, sebelum meninggal, para Kajiman itu adalah pelaku pesugihan atau manusia yang meninggal karena bunuh diri.

Ironis. Mereka yang menjemput kematian lantaran menginginkan kedamaian, justru tidak mendapatkannya setelah mati.

Bagiku, sejak awal mereka tidak sepenuhnya salah. Namun, aku juga tidak bisa membenarkan perbuatan mereka.

Sejak awal .... Yang salah atas kematian mereka yang menjemput ajalnya sendiri, adalah orang-orang yang menjadi alasan di balik tindakan nekat itu.

Mereka yang tidak bisa menerima perbedaan dan malah menginjak-injak orang yang dianggap berbeda-lah yang salah.

Mereka yang menghancurkan orang lain untuk menggapai puncak yang diidam-idamkan-lah yang sepatutnya menderita.

Mereka, si tidak tahu apa-apa yang berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup dalam keterbatasan, seharusnya dipeluk kedamaian dan kebahagiaan selepas ruh-nya meninggalkan raga.

Tapi, mereka malah terjerumus, tidak sanggup menahan derita hingga berakhir tenggelam dalam kesengsaraan yang jauh lebih menyakitkan.

Tapi, aku juga tidak bisa serta-merta menyalahkan orang yang secara tidak langsung 'membunuh' mereka.

Menyerang dan menghancurkan orang lain untuk bertahan, kurasa itu sifat alami yang mereka miliki sebagai manusia.

Kalau begitu ... Siapa yang sebenarnya bersalah disini? Mereka yang menghabisi orang lain untuk kepentingannya sendiri? Atau mereka yang merangkul ajalnya dan berakhir menjadi manifestasi hukuman atas kelancangan mereka?

━━━━━━━━━━━━━━━━━

Gerbang telah terbuka, selamat menikmati perjalananmu bersama mereka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 21, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ManifestasiWhere stories live. Discover now