Part 07

232 32 12
                                    

Suasana makan malam itu sangat hening, keceriaan yang sempat terjadi tadi seketika lenyap. Makanan lezat yang mereka makan pun menjadi terasa hambar.

Begitupun dengan Benz, pemuda pemakan segala itu terlihat tidak bersemangat, padahal waktu pertama melihat hidangan tadi dia lah yang paling terlihat senang seperti mendapat kupon berhadiah jutaan dollar. Namun entah mengapa, sekarang selera makannya menjadi menyurut begitu saja.

"Apa makanannya gak enak? Kenapa kamu gak semangat gitu, Ben? Kayak bukan kamu aja," tanya Pavel yang melihat Benz hanya mengaduk-aduk makanannya.

"Gak gitu kok Bang, makanannya enak, banget malah. Cuma ... gue bingung harus makan yang mana dulu karena semuanya keliatan menggoda, heee ..." Benz beralasan, padahal sebenarnya ia memang sedikit kehilangan selera makannya setelah tadi Pavel mengenalkan Nicha sebagai istrinya. Mungkin karena Benz memikirkan perasaan Pooh.

"Nana bilang kalian sangat akrab, dan kalau udah ngumpul pasti heboh, katanya kalian juga cerewet banget. Tapi ... Aku gak lihat kaya gitu. Apa ... apa karena ada aku, jadi kalian ngerasa gak nyaman?" Nicha terlihat sedih.

"Nggak kok! Kita ngerasa nyaman. Mungkin karena udah lama gak ngumpul aja jadi sedikit canggung. Dan lagi semua makanan ini sangat lezat, sampai kita terlalu fokus pada makanannya, bukan gitu gengs?" sanggah Folk panjang lebar seraya tersenyum kikuk. Benz, Ping dan Nut serempak mengangguk, hanya Pooh saja yang sedari tadi menatap kosong makanan di piringnya.

"Ehem ... Apa yang Folk bilang bener. Justru kita senang ketemu kamu," timpal Ping membenarkan. Padahal sebenarnya pria sipit itu tahu kalau Folk hanya beralasan.

"Maaf, tadi Kak Nicha panggil Nana, itu ..."

"Ah, Nana itu panggilan Pavel di keluarganya, dari Naret." Nicha menjawab pertanyaan Benz.

"Nana, gemes banget kek nama cewek." Benz terkikik namun seketika berhenti saat melihat tatapan tak senang Pavel. "Maaf Bang, gak maksud, heee ..."

"Aku kan udah bilang jangan manggil pake nama itu. Malu tahu!" Bibir Pavel mencebik.

"Kenapa harus malu sih, bener kata Benz terdengar gemesin, ya gak teman-teman?" Nicha meminta pendapat kelima sahabat Pavel, namun yang ditanya hanya terdiam kikuk sambil tersenyum karir.

"Imut kok, sama kayak wajah kamu."

Celetukan Pooh itu membuat semua orang seketika terdiam dan langsung menoleh ke arahnya, termasuk Pavel yang tak menyangka Pooh akan mengucapkan kalimat itu.

"Ahaha kalau boleh tahu, kapan kalian nikah? Kenapa lo gak ngasih tahu kita, Vel? Um, maksud gue kenapa lo gak ngundang kita?" Ping mencoba mencairkan suasana namun pertanyaannya itu malah membuat suasana menjadi lebih canggung lagi. Pooh dan Pavel pun sontak saling bertatapan. Tercetak jelas raut ingin tahu di wajah tampan Pooh. Namun Pavel segera memalingkan wajahnya.

"Kami nikah di Jerman. Aku gak ngasih tahu kalian karena--" Sejenak menggantungkan ucapannya. "Awalnya aku gak pengen balik ke Indo, tapi Nicha maksa pengen lahiran di sini, dan sebagai suami aku cuma bisa nurut."

Jawaban Pavel membuat kelima kawannya itu bungkam. Jadi jika Nicha tak memaksa Pavel kembali ke Indonesia, Pavel tak akan pernah kembali? Pikiran mereka sama.

"Tapi aku seneng bisa ketemu kalian lagi." Pavel tersenyum mencoba tak terpengaruh oleh reaksi sahabat-sahabatnya. "Maaf, dulu aku pergi tanpa pamit. Karena ... Karena aku rasa saat itu aku emang harus pergi, terlalu sakit kalau aku tetap tinggal di sini," imbuhnya seraya melirik Pooh, dingin.

Ucapan Pavel membuat semuanya terhenyak, terlebih Pooh. Lelaki tampan itu terasa tertampar dengan perkataan Pavel, apalagi melihat tatapan dingin Pavel padanya.

[PoohPavel AU] Don't Say Goodbye - {END}Where stories live. Discover now