Part 38

266 96 12
                                    

Judul : The Heirs
penulis: Aqiladyna

The Heirs bisa di baca di KARYAKARSA Aqiladyna.

pdf sudah redy minat wa ‪+62 895‑2600‑4971‬ atau wa 082213778824

-The Heirs sudah ada di play store buku ketik pencarian Aqiladyna atau judul cerita.

Tragedi kematian Elvan bersama istrinya Zaira telah tersebar di stasiun televisi berita nasional dan artikel online yang sedang hangat di bicarakan di luar sana karena Elvan termasuk pengusaha yang berpengaruh namanya di negara ini. Telah di simpulkan lelaki paruh baya itu tewas karena mati bunuh diri sebelum menembak istrinya sendiri. Kasus lainnya pun terungkap atas tewasnya Dhafir di apartemennya, seseorang lelaki telah di tangkap yang telah menjadi tersangka ikut terlibat dalam pembunuhan Dhafir atas titah dari Elvan. Karena Dhafir di anggap akan membocorkan semua rahasia kejahatannya dari pemerkosaan wanita bernama Dilfa dan konspirasi pembunuhan Daena yang tewas bunuh diri serta tabrak lari pada Qaireen. Semua bukti itu di temukan pihak kepolisian di tkp ruang kerja Elvan di kediaman rumah mewahnya yang telah di pasangi garis polisi. Namun karena tersangka utama Elvan telah tewas maka kasus kemungkinan akan di tutup.

Semilir angin sore berhembus dingin menerpa lelaki yang berdiri di sebuah area makam yang sepi. Ia meletakan dua buket bunga pada kedua makam yang saling berdampingan. Ya ini kali pertamanya Arshaka menziarahi makam ayahnya dan Tante Dilfa. Dua orang yang telah sangat di bencinya karena kesalahpahaman hingga memercikan dendam membara yang di balasannya melalui gadis yang tak berdosa.
Arshaka menyesal andai waktu bisa ia putar kembali tentu ia akan berdamai dengan hatinya dan tidak perlu menghancurkan hidup seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Namun semua sudah sangat terlambat Arshaka sudah tak mampu menyelamatkan masa depan gadis itu yang telah ia renggut, senyum dan kebahagiaan yang pupus dari harapan kecil gadis itu.

"Maafkan aku." gumam Arshaka tertunduk sangat menyesal karena telah mengecewakan ayahnya yang telah sangat mempercayainya dan menyayanginya.
Ayahnya sangat mencintai ibunya hingga sampai akhir hayat tak pernah membuka aib dari dosa ibunya yang telah mengkhianati pernikahan. Ibunya yang egois tak ingin di ceraikan padahal masih menjalin hubungan dengan Elvan lalu kecewa karena ayahnya melindungi kehamilan Dilfa dengan berpura-pura mencintai wanita itu. Ayahnya adalah lelaki yang baik tak patut untuk Arshaka benci. Arshaka yakin Ayah tidak pernah datang padanya karena ingin melindunginya dari kejahatan Elvan. Lelaki busuk yang sangat licik menghalalkan segala cara demi sebuah nama baik.

Arshaka meninggalkan area makam, memasuki mobilnya duduk bergeming beberapa saat, bayangan wajah Qaireen singgah dalam benaknya. Sudah tiga hari pasca kecelakaan itu Arshaka belum pergi ke rumah sakit melihat keadaan Qaireen. Ia hanya tahu perkembangan Qaireen dari Pak Guzan yang telah sadarkan diri. Mungkin Qaireen sudah mengetahui fakta kebenarannya, Ayah kandung gadis itu adalah Elvan— lelaki yang telah memperkosa Tante Dilfa dan mereka bukan saudara sedarah. Namun dari kenyataan itu Qaireen pasti juga sangat membencinya karena telah merenggut harga diri dari dendam yang salah.
Kata maaf pun tidak akan cukup membebaskan trauma yang telah menjerat jiwa Qaireen karena ulah Arshaka. Dosanya terlampau besar pada gadis itu yang tak mampu di tebus dengan cara apapun sekalipun dengan kematiannya.

Ponsel Arshaka bergetar yang di rogohnya dari saku jas. Mengangkat panggilan dari nomor yang tak di kenalnya.
"Halo." Arshaka mengangkat panggilan itu.
"Halo Tuan, ini saya Rika. Maaf saya menghubungi Tuan. Saya mengunakan telepon dari rumah sakit."
"Ya Rika. Ada apa?"
"Ini tentang kondisi Nona."
Kening Arshaka mengerut, hatinya mulai gelisah takut terjadi sesuatu dengan Qaireen.

"Ada apa dengan Qaireen. Katakan Rika."
"Nona baik-baik saja Tuan. Setelau siuman tiga hari lalu Nona baru berkenan bicara dan saya telah menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi, tapi— sepenggal memori Nona hilang. Nona tidak ingat apapun."
Arshaka memutuskan sambungan telponnya lalu menjalankan mobilnya meninggalkan area makam. Mempercepat laju mobilnya di jalan raya, Arshaka telah sampai di pakiran rumah sakit setelah 20 menit perjalanan. Ia keluar terburu- buru melangkah memasuki gedung rumah sakit menuju lantai atas.

Kaki Arshaka mengayun keluar dari lift dan ia berhenti di pintu kamar rawat Qaireen. Tangannya terulur membuka handle pintu tepat tatapannya tertuju pada Qaireen yang duduk di atas ranjang menoleh padanya.

Sungguh gadis yang malang, wajahnya terlihat masih pucat dengan salah satu kaki yang terpasang gips karena mengalami patah tulang. di kening kirinya di perban bekas luka benturan yang menghantam jalan aspal.
Tatapan Arshaka beralih pada Rika yang berjalan menghampirinya. Rika hanya merunduk memberikan salam tanpa sepatah kata meninggalkan Arshaka berduaan dengan Qaireen.
Suasana terasa senyap setelah Rika keluar dari ruang kamar itu. Arshaka masih berdiri bergeming di posisinya hanya menatap ke arah Qaireen.
Arshaka melangkahkan kakinya mendekati Qaireen. ekspresi gadis ini sangat biasa, apakah benar yang di katakan Rika tentang Qaireen yang lupa ingatan.
"Kamu Kak Arshaka?"

Deg, ternyata Qaireen masih mengingatnya. lalu apakah Qaireen sekarang akan meluapkan kebencian padanya.
"Senang bertemu denganmu Kak."
Kening Arshaka mengerut memperhatikan uluran tangan Qaireen padanya.
"Ini pertemuan pertama kita setelah sekian lamanya. Aku Qaireen Kaneishia."
Rasanya tubuh Arshaka membeku dan hatinya menyengat perih luar biasa. Qaireen memang benar melupakan sepenggal memori tentang dirinya. Tangan Arshaka terulur menjabat tangan lembut gadis itu yang tersenyum manis padanya. Raut wajah tanpa ketakutan lagi yang selalu ingin Arshaka lihat.
"Arshaka—"
"Hanya Arshaka?"
"Arshaka Shaqr Akhdan."

"Nama Kakak ternyata sangat panjang, Ayah dan Tante Daena memberikan nama yang indah pada Kakak."
"Hemmm— ya."
Qaireen tertunduk sedih membuat Arshaka mulai cemas dengan gadis itu.
"Ada apa denganmu?"
"Ayah telah tiada."
"Ayah sudah beberapa bulan telah beristirahat dengan tenang."
"Ya, aku tahu dari Rika. Anehnya aku merasa Ayah baru pergi kemarin. Aku tidak ingat apapun apa yang terjadi setelah pemakaman Ayah dan kenapa bisa aku berakhir di sini."
'Andai saja kamu ingat mungkin kamu tidak ingin melihatku lagi.'
"Aku senang Kakak kemari, meski kebenarannya telah terungkap— aku berharap kita tetap seperti saudara Kak."
"Kamu telah mengetahuinya?"
Qaireen mengangguk pelan, Raut wajahnya kembali sedih.
"Dari Rika dan juga berita di televisi, tentang siapa ayahku serta kematiannya dan Kak Dhafir."
Arshaka terpaku memperhatikan Qaireen yang meneteskan air matanya.
"Kenapa— aku menangisi mereka yang tidak pernah menginginkanku." bisik Qaireen.
Arshaka melangkah mempersempit jarak, meraih Qaireen dalam pelukannya, membiarkan gadis itu menangis.
Pelukan yang terasa hangat bagi Qaireen dan ia berharap akan selalu di peluk seperti ini.
"Menangislah, aku di sini akan melindungimu dan menjagamu Qaireen."

'Arshaka.'
Kalimat yang ucapkan Arshaka semakin menekan ulu hati Qaireen seperti ribuan jarum menghunus jantungnya. Ya biarkan ia seperti ini agar bisa mendapatkan secuil perhatian dan kasih sayang Arshaka. Sungguh ia sangat menyukainya.

tbc

The HeirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang