Insomnia

323 51 3
                                    

Satu bulan kemudian. Yap, sebulan berlalu sejak perdebatan kecil itu, mereka menjalani kehidupan seperti biasanya, terkecuali Halilintar tentunya. Dia selalu mengurung diri di kamar dengan alibi mengerjakan beberapa hal untuk perusahaan mendiang ayah mereka. Tapi beberapa hal itu tidak pernah selesai, sampai saat ini.

"Aku sudah melakukan yang kau minta, berhentilah mengganggu mereka." Ia bicara dengan seseorang melalui ponsel.

"Hahaha.. kau pikir itu cukup? Kau lupa? Aku sudah bilang agar jangan sampai namamu terdengar di telinga ku lagi lewat mulut orang-orang. Tapi seperti yang ku katakan barusan, nama mu bahkan bisa sampai ke percakapan perusahaan ku. Aku tidak menyukainya."

"Lalu? Memangnya kenapa kalau namaku tersebar? Kau iri, ya?" walau si lawan bicara tidak berada di hadapannya, Halilintar mengukir smirk tipis diwajahnya, dan bicara dengan nada mengejek.

"Wah wah, lihat siapa yang bicara. Kau akan menyesal telah membuat hari ku jadi buruk. Oh ya, kenapa tidak kau tanyakan hal itu pada adikmu saja?"

"Hey! Lepaskan aku, bedebah!"

Suara itu..

"Ckckck.. baru diikat dengan rantai saja sudah berisik, bagaimana kalau ku perlakuan seperti Thorn? Haha.. bisa pecah gendang telingaku mendengar jeritan mu."

"Kau, jadi kau yang menculik Thorn?! Siapa kau?! Beraninya menyentuh adikku!" walau tidak tau bagaimana kondisi di sana, tapi Halilintar bisa mendengar suara rantai, tanda bahwa adiknya itu tengah memberontak.

"Jadi? Masih mau melawan ku?" sosok itu kembali bicara pada Halilintar, dan mengabaikan makian remaja bermanik oranye yang ia sekap itu.

"Baiklah, tapi lepaskan Blaze."

"Pilihan yang bijak. Ku harap kau tau tujuan ku menghubungi mu. Senang berbisnis dengan anda, Tuan Halilintar. Hahaha.." dan panggilan dimatikan secara sepihak oleh sosok itu.

Halilintar masih diam di posisinya. Tubuhnya seketika dibanjiri oleh keringat dinginnya sendiri, tangan kiri yang memegang ponsel pun agak gemetaran.

Tunggu sebentar, dimana obat itu? batinnya.

***

"Blaze!!" mereka yang ada di sana menyambut saudara mereka dengan perasaan sedikit lega. Ya, sedikit. Ini bermula saat Blaze yang pergi ke toilet sendirian saat jam istirahat. Namun hingga waktu pulang sekolah, mereka tidak melihat Blaze.

"Kak Blaze kenapa? Kok lengan kakak tergores?"

"Ssshh.. tadi aku disekap." jawab Blaze, sedikit meringis karena luka di lengannya.

"Apa? Siapa yang berani menyekapmu?! Biar ku hajar dia!"

"Tidak apa-apa, kak Taufan. Yang penting aku sudah ada dihadapan kalian dengan kondisi yang utuh. Sudahlah, aku lapar.. apa menu hari ini?" hey, sepertinya dia ingin mengalihkan pembicaraan.

"Heh, kompor gas, tanganmu terluka, kalau dibiarkan bisa infeksi. Obati dulu lukamu." tidak biasanya si beruang kutub mengkhawatirkan saudaranya. Ya, keluarga kecil ini memang perlahan sudah ada perubahan.

"Yayaya.. baiklah."

Entah itu baik atau buruk. Besar atau kecil. Sementara atau selamanya.

**

Skip Time

"Hali?" Gempa mengetuk pintu Halilintar. Tadinya dia terbangun karena mendengar suara benda terjatuh, sepertinya itu berasal dari kamar Halilintar. Tapi, ini sudah pukul 02.15 dini hari, jangan bilang saudaranya ini belum tidur?

"Pintunya tidak dikunci." dua detik setelahnya, terdengar jawaban dari dalam, Gempa pun langsung memutar kenop pintu dan masuk ke kamar tersebut.

"Hali, kau tidak tidur?"

"Seperti yang kau lihat." balas Halilintar dengan pandangan yang tetap fokus menatap layar laptopnya.

"Apa tidak bisa ditunda besok pagi saja? Ini sudah sangat larut. Tubuhmu pasti kelelahan, kau juga bisa jatuh sakit kalau begini terus."

"Aku tidak mengantuk. Kau, keluarlah dan tidur." seperti biasa, nada bicara nya yang datar nan sarkastik membuat siapapun merasa terintimidasi, yaa kecuali untuk beberapa orang.

"Jangan membantah." tambah Halilintar saat menyadari Gempa akan mulai mengomel lagi.

"Huft.." Gempa hanya bisa mendengus pelan dan keluar sambil menutup pintu nya kembali. Percuma mau diberitahu bagaimanapun, Halilintar tetaplah seperti itu, keras kepala.

Halilintar's POV.

Maaf, aku memang tidak pernah bisa tidur nyenyak sejak kejadian itu. Paling lama hanya sepuluh menit aku tidur, lewat dari itu.. aku selalu mencari kesibukan lain agar tidak merasa jenuh. Ah, padahal aku sudah minum obat tidur, tapi kenapa tidak bertahan lama? Hm, ternyata memang benar, tidak ada yang bisa menyaingi buatan Solar. Mungkin aku bisa minta sedikit padanya?

Oke, lupakan itu. Aku perlu menyiapkan diri untuk kemungkinan yang akan terjadi.

Rion, kau memainkan permainan licik ini dan membuat skenario mu sendiri? Baiklah, akan ku ikuti alur buatanmu, kita lihat sejauh mana kau akan berusaha menghancurkan keluarga ini.

Semakin kau berulah, semakin baik aku memahami cara bermain mu.
Dengan menyerang kelemahan ku, bukan berarti aku akan diam saja seperti yang kau rencanakan.

Rion, tunggulah waktumu..
Aku akan membalasmu..
Aku bersumpah.

Halilintar's POV end.

TBC..

Kejahatan Yang Baik [Halilintar Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang