08. Terobos

39 5 0
                                    

Aku tak mempunyai sandaran ketika semuanya terasa kacau hingga tuhan menghadirkan engkau yang menjadi cahaya dalam remang-remang kehidupanku.

Freya berjalan sembari mengunyah permen karet. Dia bak makhluk individualisme yang berjalan tanpa beban. Disisi kanan-kirinya banyak orang berkelompok ataupun berbincang.

Aleta bersama para kawanan tim cheerleaders lengak-lengok dengan senyum manis yang terpancar. Rambut panjangnya digerai begitu saja. Namun pandanganya jatuh pada Freya yang berada lima langkah dihadapanya.

"Aleta," panggil Freya.

gadis yang disamping Aleta langsung memberikan kode. "Lo kenal dia?"

"Cuman kenal biasa," ujar Aleta tanpa menengok ke belakang. Ia malah melanjutkan perjalanan tanpa banyak berkomentar.

"Ternyata lo punya kenalan juga." Ringga memandang aneh perempuan yang saat ini dihadapanya. Ia cukup tahu Aleta, gadis famous di kelas sepuluh  dan cukup mumpuni di bidang akademik. Ia berputar seolah mencari sesuatu yang menjadi asumsinya sejak tadi. Bulu mata lentik dengan hidung yang kecil, itulah pandangan pertamanya.

"Ngapain, gue nyuri baju lo atau apa?" sinis Freya.

"Saudara Aleta? Belum lekas pertanyaan Freya. Lelaki itu seolah menebak sesuatu yang tak ingin Freya ungkit. "Yah mana mungkin. Dia cantik, pintar, dan mudah bergaul beda banget sama gue. Kalau nebak jangan asal," ujar Freya dengan spontan.

"Gue pikir lo cantik." Sedetik Freya merasa kupu-kupu melintas. Di sekolah laman nya tak pernah ia mendapatkan pujian seperti itu. Jangankan untuk bergaul, semua orang malah menghindar kecuali Ucup.

Ringga malah tertawa girang melihat ekspresi Freya yang tak karuan. Tidak seperti gadis lain yang senyum ataukah tersipu malu. Ia malah merenung seolah kalimatnya itu salah.

"Unik."

"Apa?"

"Lo memang nggak cantik."

"Bodoh amat." Freya melaju tanpa berbalik lagi ke arah Ringga. Ia memegang dadanya merasakan debaran halus walau sementara. "Tolol kalau lo suka sama si cireng."

Freya ditarik oleh seseorang dan dibawa ke gudang sekolah. Ia mengerucutkan pandangan dan menemukan Aleta masih dengan pakaian cheerleaders nya.

"Kak Freya merasa nggak sih udah banyak orang yang curiga atas kemiripan kita."

"Gue tahu apa yang harus dilakuin."

"Ingat yah Kak, nggak boleh ada yang tahu. Gue biarin kak Freya sekolah disini karena mama, jadi tolong kalau buat onar tanggung sendiri." Aleta menatap serius Freya. Segala bentuk tindakan Freya disekolah lama membuat Aleta tak ingin masuk di masalah kakaknya tersebut.

Freya merogoh saku rok nya dan mendapati tablet obat miliknya. Ia tersenyum lalu menelan nya cepat bersama air mineral. Freya menyandarkan badanya di dinding dengan mata yang terpejam. Mendalami  rasa sakit adalah cara terampuhnya untuk semakin menyiksa diri.

Tanpa sadar Shani memandangnya dari kejauhan dan tersenyum tipis. Ia punya beberapa alasan untuk Ringga bisa menjauhi Freya sebelum posisinya lengser.

"Shani."

"Apaan sih lo," ujar Shani yang kaget akan Zaki yang berada disampingnya.

"Lo tuh kayak liat hantu aja. Lo dicariin Ringga!"

Shani menepuk jidat sadar akan keteledoranya. Ringga sudah mengatakan sejak pagi untuk memberikan makalah itu padanya. "Gue cabut."

Ringga meminta izin pada Pak Subroto untuk keluar mencari Shani. Untung saja ia dipercaya oleh Pak Subroto akan tugasnya yang selesai namun berada pada Shani. Ia tak berani sama sekali untuk sekedar membuka tas milik teman sebangkunya itu.

"Dimana sih tuhh anak," ujar Ringga dengan bola mata yang memutar mencari objeknya saat ini.

Ia mendapati gadis diluar jam pelajaran sedang asik mencoret sebuah kertas. Penglihatanya seolah menunjukan orang yang sering membuat onar denganya.

"Ngapain kamu disini."

Freya berbalik dan mendapati Ringga menatapnya penuh tanda tanya. ia membalik kertasnya seraya berlagak santai kepada lelaki itu.

"Gue tanya ngapain lo disini?"

"lihat awan."

"Lihat awan tapi mata dibawah. Emang bisa gitu atau lo punya kelainan," ujar Ringga menelaah perilaku Freya. Tapi gadis itu kekeh dan tak ingin berdebat panjang lebar. Ia menggulung kertas dan memasukkanya dalam tempat sampah. Kata-kata itu sering jadi santapan untuk dirinya. Walau begitu ia tak tinggal untuk menjelaskan perilakunya karena semuanya hanya kesia-siaan.

"Good bye," ujar Freya berlalu meninggalkan Ringga.

Hati Ringga memintanya untuk mencari kertas yang dibuang Freya tadi. Gadis aneh dengan segala tingkah konyol dan gelagaknya.

I NEED AFFECTION. I WILL DIE.

Ringga memutar otak dengan apa yang ditulis gadis itu disertai gambar wanita duduk di pinggir dermaga. Lantas buat apa ia menulis semua ini, apa kehidupanya juga rumit seperti yang berlaku pada dirinya. Ringga menarik nafas dan kembali ke kelas. Kertas itu dimasukkan diempat semula berlabuh.

"Ringga, maaf yah," ujar Shani yang langsung memberi makalah Ringga.

"It's okay."

"Rin, tentang gadis itu. Gue nggak setuju kalau lo berteman sama dia."

"Freya maksud lo?"

"Pokoknya aneh deh. Lo sahabat gue sejak lama dan nggak mungkin mau liat lo dekat sama biang masalah. Please Ringga percaya sama gue"

Pak Subroto geram akan kedua murid tauladan di kelas dua belas mia satu asik berceloteh di jam pelajaranya. "Ringga, Shani....."

"Iya Pak," sahut keduanya bersamaan.

"Silahkan kalian keluar jika masih ingin berbicara." Situasinya kembali hening dan berjalan semestinya. Pengumpulan tugas segera dilaksanakan sesuai urutan absen.

Freya melihat mobil mamanya terparkir di samping halte sekolah. Ia bisa melihat Aleta telah naik ke mobil. Namun padatnya orang dan teman Aleta yang asyik mengobrol di halte menggurungkan niatnya untuk naik ke mobil tersebut.

"Aduh," ujar Shani yang kakinya terkena tumpukan buku.

Freya menyadari akan kesalapahamanya dan membantu mengumpulkan buku Shani. Ringga yang tak ingin terusik hanya memasang earphone dan tak berkomentar apapun.

"Lain kali kalau mundur hati-hati. Mengerti?"

"Sorry."

Ringga memasang helm yang sejak tiga tahun tak pernah berganti. Helm retro dengan nuansa coklat hitam membuatnya bernostalgia pada ayahnya yang dulu penggemar motor gede.

"Lo ngapain dimotor Ringga?" tanya Shani yang tak terima Freya langsung naik di motor sahabatnya tersebut.

"Turun, kata gue," ujar Ringga.

"Numpang boleh dong. Sampai perepatan aja," tutur Freya menurunkan intonasinya yang tak seperti biasa.

"Turun." Shani menarik Freya paksa. Shani sedari pagi telah janjiaan bersama Ringga. Meski begitu Freya menerobos dan langsung naik di motor Vespa Ringga.

"Ringga, biar gue yang antar Shani mumpung satu jalur kan," ujar Zaki yang dibalas aksi tarik menarik antara Shani dan Freya.

"Shani, lo sama zaki aja!"

"Tapi Rin...."

"Shani, come on."

"Okey gue mengalah tapi lo pertama dan terakhir terobos posisi gue."

Freya hanya melambaikan tangan  pada gadis malang yang dibuat kesal olehnya. Zaki hanya terkekeh dan dibalas cubitan oleh Shani. "Ringga anggap lo sahabat nggak lebih," ujar Zaki. Tak ada reaksi apapun dari Shani jarena kesalnya masih ada diubun-ubun.

Lentera AziziWhere stories live. Discover now