Akhir Untuk Awal

2.8K 124 6
                                    

"Kamu mau mas kawin apa?" Tanya laki-laki yang sedang menikmati makanannya di depanku.

Ya, dia laki-laki pilihan Buya dan Baba untuk menemani sisa hidupku. Setelah menerima nasihat dari Buya dan Muya kala itu, aku mencoba untuk membuka hati kembali. Entah rasanya seperti ada beban berat yang sudah kulepaskan. Tidak mudah memang untuk mencapai titik sekarang, tapi semua berlalu begitu saja.

"Terserah kamu aja, mas!" Jawabku setelah piringku bersih.

"Ya ngga bisa gitu, Ning! Mas kawin ini juga hak kamu!" Desaknya lagi.

"Mahar semampumu saja, aku tidak menuntut apapun," jelasku. Satu Minggu yang lalu dia resmi melamar ku. Minggu depan adalah hari pernikahan kami. Aku masih tidak percaya jika aku dan mas Algha ternyata hanya berjodoh di dunia. Kini aku telah akan memulai cerita baru bersama orang lain.

Aku dan calon suamiku berpisah setelah makan siang tadi. Pertemuan tadi juga bisa dibilang tidak lama. Kami berdua sama-sama sibuk dengan pekerjaan. Oleh karenanya kami bertemu sebentar saja hanya untuk fitting baju dan makan siang.

Pernikahan ku dikonsep sangat sederhana bahkan tidak ada resepsi. Wajar, ini bukan pernikahan yang pertama kali untukku bahkan calon suamiku. Ya, calon suamiku juga pernah menikah sebelumnya atau bisa dibilang duda. Dia juga memiliki seorang anak yang tidak berbeda jauh umurnya dengan Iyan dan Iyah.
Keputusanku untuk menikah lagi memanglah tidak secara tiba-tiba. Setelah mendapatkan nasihat-nasihat dari Buya dan Baba, akhirnya aku menerima lamaran calon suamiku ini. Awalnya aku sempat ragu disaat Iyah menolak mentah-mentah. Tapi petunjuk Allah dengan memudahkan segalanya membuat ku berada di titik saat ini.

Sementara ini, Iyan dan Iyah tinggal di ndalem. Selain aku masih sibuk mempersiapkan pernikahan, Iyah juga masih belum menerima semua ini. Berat memang, tapi semua orang disekitar ku terus meyakinkan ku untuk melanjutkan pernikahan ini. Wajar jika Iyah belum bisa menerima, karena ia belum bisa mengerti keadaan.

Aku pulang ke rumah membawa beberapa pekerjaan dari kantor. Pasalnya beberapa pekerjaan tidak bisa kutinggalkan untuk beberapa hari kedepan. Mau dibilang cuti juga masih belum. Aku hanya mengerjakan tugas yang urgent dan menghadiri rapat. Ya, semua memang harus aku lakukan karena tidak bisa diwakilkan. Meskipun sebenarnya, Buya sangat bersedia membantu ku dalam hal pekerjaan. Tapi aku menolaknya agar tidak merepotkan beliau. Lagi pula ini hanya pernikahan sederhana dan bukan yang pertama kalinya.

"Assalamualaikum!" Ucapku masuk ke dalam rumah. Sejak kemarin rumah ini terasa begitu sepi. Tidak ada suara Iyan dan Iyah. Ah, aku jadi rindu mereka.

"Waalaikumussalam, Bunda!" Jawab seorang gadis kecil menghampiri ku.

"MasyaAllah! Nisa ada disini?" Tanyaku terkejut saat melihat anak tiriku berada disini.

"Eh, jenengan sudah pulang, Ning?" Sapa Bu Nur sambil tergopoh-gopoh dari dapur.

"Iya, Bu. Nisa kesini bareng siapa, Bu?"

"Tadi Nisa pulang bareng Pak Edi, Bunda! Bareng Adek Kembar, juga. Tapi Iyah tidak mau, terus dia minta pulang ke rumah Buya." Nisa menjelaskan dengan wajah sedih.

"Maafkan Adek Iyah, ya Nduk! Dia seperti itu karena belum kenal saja sama Nisa," ucapku menenangkan hatinya.

Keberadaan Nisa cukup menghibur ku hari ini. Dia termasuk anak yang aktif dan ceria walaupun tidak seceria Iyah. Dia yang sejak lahir tak sedikitpun mengenal ibunya, membuat dia terlihat pemendam. Wajar saja, Abah nya tidak mungkin bisa bersamanya selama 24 jam. Dia juga tidak setiap hari tinggal bersama abahnya. Karena keluarga dari almarhum ibunya juga ingin merawat Nisa.

****

Pagi ini rumahku begitu ramai dipenuhi keluarga. Bahkan Muya dan Mama sudah beberapa hari yang lalu menginap disini. Semua keluarga ku, sangat antusias membantu jalannya hari ini. Bahkan keluarga dari almarhum mas Algha juga masih saja turut serta.

Jodohku, Kamu! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang