Ia terbang jauh kemudian singgah di bunga yang paling cantik. Setelah ia hisap habis netra itu, ia pergi lagi mencari yang baru.
Habis manis sepah dibuang.
Begitulah hidup yang dilalui Lira kini. Setelah memberi banyak cinta pada orang terdekat, ia kini dibuang begitu saja.
Kaya usai temanan pun usai.
Kesulitan ekonomi yang ia lalui kini membuat gadis ini rasanya ingin mati bunuh diri saja. Ditinggalkan teman, dan paling sakit ditinggal kekasih yang begitu ia cintai.
Rumah hancur tapi belum berantakan, pertengkaran selalu terdengar di setiap sudutnya.
Entah apa yang terus disalahi. Toh namanya hidup. Roda kehidupan juga berputar. Dulu ia berada di puncak namun kini ia di ambang menuju bawah, masih di pertengahan. Masih bisa buat dikejar untuk kembali ke puncak.
Walaupun tidak mudah, tapi setidaknya berusaha buat kembali ke posisi semula.
Ia ingin semuanya kembali seperti semula, kecuali soal percintaannya.
Ia sudah terlalu sakit hati karna perlakuan mantan kekasihnya itu. Bangsat sekali mantanya itu.
Tiap ia lihat wajah itu, ingin sekali rasanya Lira lemparkan air raksa ke mukanya. Biar ketampanannya itu hilang, biar ia tidak bisa lagi menggunakan muka itu untuk memikat hati wanita.
Buaya darat.
Di bangku depan Lira asik melihat pertandingan basket itu.
Sorak sorai gadis-gadis di belakang bisa saja membuat gendang telinganya meletus.
"Haikal Haikal bangsat," decihnya.
"Bangsat bangsat gitu pernah jadi bagian hidup lo." Tawa Lana yang kini duduk di sebelahnya.
"Nyesel gue jatuh hati sama orang kayak dia. Dihh njir dulu gue kemakan rayuannya yang mana ya?"
"Cantik ku, aku janji bakalan ada buat kamu." Lana menirukan gaya ucapan Haikal itu dan tertawa terbahak-bahak.
"Cantik ku cantik ku, besoknya ciuman di belakang kelas."
"Ga modal yaa, masa ciuman di belakang kelas. Untung ga ketegur kuntilanak." Lana tertawa semakin keras, membuat penonton yang fokus pada permainan malah menoleh ke arahnya.
"Maaf maaf." lelaki itu menunduk sembari tersenyum kecil.
"Lo ketawain gue atau ketawain Haikal sih." sinisnya.
"Dua-duanya. Soalnya sama-sama bego," ucapan itu mendapatkan hadiah paha merah akibat ulah dari tangan Lira. Sang empu hanya meringis sembari mengosok-gosok pahanya yang terasa sangat kebas. Memang mematikan tamparan seorang Tialira.
Suitttt
Peluit tanda permainan berakhir bersuara. Pertandingan hari ini dimenangkan oleh tim yang di kaptenin Kara.
Sorak-sorai penonton bergema, menyerokin nama tim yang menang.
Buliran keringat yang tumpah ruah di wajahnya membuat pria itu tampak jauh lebih tampan.
Kara melirik ke arah dua sahabatnya itu sembari melambaikan tangan dan tersenyum bahagia.
"Turun ayo Ra samperin Kara." ajak Lana yang di angguki oleh Lira.
Dua sahabat ini berjalan keluar dari barisan penonton. Lira melemparkan handuk kecil itu ke arah Kara yang disambutnya cepet. Kemudian mengucap terimakasih, sedangkan Lana merangkul bahu lebar sang kawan dan mengucapkan selamat.
Ketiga orang ini langsung keluar dari ruangan olahraga itu, ingin menuju kantin.
Setibanya di kantin mereka langsung memesan makan dan minuman. Tiga mangkok bakso dan es teh itu sudah tersedia di atas meja. Tidak ada pembicaraan saat mereka menyantap hidangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karunasankara [ON HOLD]
Teen FictionHujan kala itu membuat aku resah akan hadir mu. Mencari kesana kemari, hingga lelah dan akhirnya bertemu. Namun hujan saat ini membuat aku kembali resah, resah akan kemana ku cari lagi sosok seperti mu? "Kara....bisa datang sebentar? Aku mau jujur...