Ya Sudahlah

17 6 2
                                    

"Maaf tapi beneran gue keceplosan." Lana tertunduk. Ia menyesal telah mengatakan satu hal yang seharusnya dirahasiakan.

"Ya udahlah ya, namanya juga keceplosan mau gimana lagi." Entengnya.

"Lo ga marah?" pertanyaan itu membuat Kara menggeleng dan tertawa kecil.

"Buat apa? orang kemarin sore, pas kita balik ke kelas, Sela sama Dian lagi bahas masalah itu. Mungkin aja Sela sama Dian juga udah bilang." ucapnya, asik mengemas barang-barangnya.

Ohh yaaa siang ini Kara akan pindah dari kostan yang sudah lama ia tepati. Biaya sewanya naik, sehingga ia tak sanggup harus membayarnya. Terlebih lagi kuliahnya sudah semester akhir. Bakalan banyak biaya yang di butuhkan. Jadi, untuk menghemat ia akan kembali lagi ke rumahnya yang dulu. Rumah punya mendiang sang bunda.

Semenjak bunda berpulang, rumah itu kosong. Kara terpaksa ngekost agar jarak tempuh bisa dipersingkat. Padahal dalam hatinya, ia tak rela harus mengkosongkan rumah itu.

"Akui sama Lira kalau lo beneran sayang sama dia. Kalau perasaan lo lebih dari sekedar teman. " ucap Lana, memberi tahu sang sahabat.

Kara terdiam cukup lama, ia berandai-andai. Pikirannya terlalu memikirkan hal yang buruk.

Tidak apakah? Atau tidak usah saja?

Ketukan pintu itu membuyarkan pikirannya, kakinya melangkah keluar kamar guna melihat siapa yang datang.

Gadis kaus hitam dan celana Baggy Pants dengan warna senada itu berdiri di depan pintu. Ia mengankat dua kantong plastik besar.

"Gue bawa makanan. Lana juga di sini, kan?" seru gadis itu dan tersenyum lebar.

"Ada. Dia lagi bantuin gue ngemas barang. Ayo masuk." Kara mengusak lembut pucuk kepala Lira, sang empu hanya mendengus kesel. Membuat Kara terkekeh pelan.

"Banyak bener neng mau jualan." ucap Lana, berguyom. 

Lira menaruh kantong plastik itu di meja bundar, dan mulai mengeluarkan isinya.

"Gue dapat rejeki nomplok tadi. Jadi ya udah mari kita nikmati sama-sama." serunya.

Tiga bungkus nasi padang dan teh dingin itu menjadi menu siang ini. Perut mereka sudah di demo oleh cacing sedari tadi.

Tidak perlu berlama-lama untuk menyantap nasi padang tadi, kini mereka sudah berada di depan halaman kost.

"Ini udah semuakan ya?" tanya Lana kepada Kara.

"Hmmm kayaknya udah deh." sembari memeriksa barang-barang itu kembali.

Kara dengan teliti memeriksa barang itu agar  tidak ada yang tertinggal.

"Saya sedih sebenarnya kamu pindah, tapi mau gimana lagi. Ini kan sudah keputusan kamu." kata ibu kost itu.

Kara tersenyum, "nanti Kara bakalan sering kunjungi ibu. Boleh kan kalau Kara main kesini lagi?" Ibu kost itu mengangguk, senang.

"Boleh dong. Kara boleh berkunjung kesini kapanpun itu. Ibu senang punya anak kost yang baik seperti kamu." ucap sang ibu kost.

Kara menyalami tangan ibu kost, "Ibu terimakasih ya sudah mau memberi keringan untuk biaya kost Kara. Maaf Kara sering telat juga bayar kostan sama ibu."

Pelukan hangat dari wanita paruh baya itu membuat mata Kara memanas, ia teringat akan Bundanya. Terlebih lagi (ibu Jum) ibu kost ini usianya sama dengan sang bunda.

"Kara pamit ya, Bu." Beliau mengangguk.

"Kami juga pamit ya, Bu." Lira dan Lana turut menyalami tangan wanita itu.

Biaya kost di tempat bu Jum memang terhitung sangat murah. Fasilitasnya juga bagus. Harga murah itu terkhusus hanya untuk Kara saja.

Saat bu Jum tau bahwa Kara hidup hanya sebatang kara di dunia ini, hatinya ngilu. Ia merasa iba pada lelaki hebat seperti Karunasankara. Anak lelaki itu mampu menjalankan hidup dan mencapai cita-citanya sendiri. Tanpa ada orang tua dan sanak saudara.

Oleh karna itu biaya kost Kara jauh lebih murah dari anak kost yang lain. Bu Jum juga tidak marah kalau Kara terlambat membayar kostnya.

Kara anak baik, Kara banyak disayang oleh orang-orang di sekitarnya.

🧩🧩🧩

Aingin malam yang berembus sejuk ini membawanya pada kisah-kisah yang begitu ia rindukan.

Kara duduk termangu di depan halaman rumahnya. Sedikitpun suasana di rumah ini tidak ada yang berubah, masih sama seperti dulu.

"Kara nanti kalau sudah besar harus jadi anak yang kuat ya?"

"Kenapa kalau sudah besar harus jadi anak kuat Bunda? Sekarang Kara sudah kuat, buktinya saja Kara sudah bisa angkat jemuran itu." Tunjuknya pada jemuran stainles yang berdiri di halaman samping.

Bunda tersenyum, ia mengusap lembut rambut anak lelaki yang kini berada dipanggkuannya.

"Bukan soal kuat yang itu, Nak. Nanti kalau kamu sudah besar pasti kamu paham." Bunda tersenyum begitu ayu. Kara hanya mengangguk.

Waktu itu umurnya masih tujuh tahun, ia belum paham perihal kuat yang bunda maksud. Ia menjalani hari-hari itu layaknya anak-anak seumurannya. Walaupun dibully tidak punya bapak, ia tidak peduli. Yang terpenting dia ada bunda, bunda yang selalu ada di sampingnyaㅡitu dulu. Sekarang bunda sudah sangat jauh. Bahkan pelukan dan usapan lembut itu tak bisa ia rasakan lagi.

Lelaki itu menghembus kasar udara yang ia hirup tadi. "Kara sudah paham kata kuat yang bunda bilang dulu. Kara mengerti ternyata kuat itu bukan soal Kara yang bisa dengan mudah menumbangkan lawan, bukan soal Kara yang kuat mengangkat jemuran stainles, tapi kuat menghadapi hidup saat dewasa kini. Kuat hidup tanpa bunda, kuat hidup sebatang kara." 

Pelupuk matanya sudah dipenuhi oleh cairan bening yang sekali kedip saja bisa tumpah ruah.

Angin yang berhembus kuat mengeringkan cairan bening itu, air mata itu tidak jadi tumpah.

Kara berjalan masuk kedalam rumahnya. Udara dingin di luar sangat tidak bagus untuk kesehatannya.

🧩🧩🧩

Dulu sangat sulit memahami kata kuat yang sebenarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu sangat sulit memahami kata kuat yang sebenarnya. Bunda bilang aku harus kuat bila besar nanti. Anak kecil itu cuma tau kuat dalam bermain, bukan kuat dalam menjalani hidup.

Kini setelah aku dewasa. Aku memahami kuat yang dikatakan bunda dulu. Aku paham kata kuat itu, sungguh aku tidak kuat buat melalui.

Bunda, Kara tidak kuat menjalani hidup ini. Dahulu Kara punya bunda yang menjadi alasan dari kuat itu, lantas kini apa alasan kara harus kuat? Buat apa? Dan untuk siapa?

Ravindra Karunasankara

Karunasankara [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang