Adik kecil ku, Sakit

506 34 1
                                    

Jakarta, 21 Juli 2020

Jisung is calling

Aku terkejut saat itu, tumben sekali bocah kecil itu menelfon ku, ada apa?

"Mas Jeno!! Tolong kak Nana!" Aku panik saat mendengar teriakan Jisung, tampaknya ada sesuatu yang tak beres terjadi.

"Jaemin? Kenapa Ji?" Tanyaku sambil mencari kunci mobil, aku harus cepat sampai kerumah Jaemin.

"Tadi bunda marah-marah lagi, kak Na dipukul lagi, mas Jeno cepetan kesini! Bawa mobil! Bang Haechan di telfon gak diangkat" aku langsung mematikan telfon, menghidupkan mobil dan membawanya dengan kecepatan tinggi.

Aku takut, takut Jaemin kenapa-napa, takut tak bisa melihat Jaemin lagi, takut tak bisa memeluk tubuh ringkih itu lagi.

"NANA?" teriak ku saat masuk kedalam rumah Jaemin

"DI RUANG KERJA BUNDA MAS JEN!!!" Aku berlari ke arah suara Jisung.

"ASTAGFIRULLAH NANA!!!" Aku langsung menghampiri Jaemin, Jaemin tampak menyedihkan, baju sekolahnya yang berwarna putih sekarang memerah, ada banyak bercak darah dipunggungnya

"H-hai jen" Jaemin tersenyum tipis

"Jangan nyengir anjir, orang sekarat malah nyengir!" Aku langsung menggendong tubuh Jaemin, yang terasa ringan. Benar-benar ringan.

"A-ah s-sakit Jen hehehe" Aku hanya diam, tak mempedulikan ocehan Jaemin.

"Jen, badan gue sakit Jen, tadi bunda ngeluarin ikat pinggang lagi" aku masih memilih untuk bungkam, aku meletakkan Jaemin di dalam mobil perlahan, Jaemin dibaringkan di paha Jisung.

"Lu diem Na! Kita kerumah sakit" Jaemin mendesis pelan, aku ikut meringis, pasti punggungnya terasa sangat sakit.

Aku menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, dan syukurlah, Tuhan benar-benar menolongku, saat itu jalanan benar-benar lengang.

"KAK NA!!! MAS JEN KAK NA PINGSAN!" Aku benar-benar menangis mendengarnya.

~*~

Dihari yang sama, aku menunggu Jaemin ditangani oleh dokter. Aku tak bisa mendeskripsikan perasaan ku, yang aku tau, aku takut.

Aku ingat, saat itu Jisung menangis menatap pintu ruangan yang tak kunjung terbuka.

"Nana kenapa?"

BUG

Satu tonjokan melayang bebas ke arah haechan, itu berasal dari ku, entahlah, tapi rasanya aku bemar-benar marah kepada Haechan. Bisa-bisanya anak itu tak mengangkat telfon Jisung!

"Lo tadi kemana bangsat?! Jisung nelfon lo dan lo gak angkat?! Sengaja mau buat Jaemin mati lo?! Hah?! Gak gini caranya anjing!" Haechan yang tersungkur mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah. Aku emosi, bayangan-bayangan buruk menghantui kepalaku. Bagaimana jika tadi aku terlambat membawa Jaemin ke rumah sakit? Apakah Jaemin benar-benar akan meninggalkan kami jika itu terjadi?

"Gue tadi ada urusan anjing, gue gak bisa terus terusan ada buat Jaemin! Gue juga punya prioritas selain Jaemin! Hidup gue gak cuman tentang Jaemin!" Aku menatap Haechan tak percaya.

"Apa sih prioritas lo? Gak ada yang lebih penting dari pada Jaemin bajingan! Oh gue tau, pasti tadi lo habis ngajak cewek matre itu jalan kan?! Sadar anjing dia cuman manfaatin lo doang!" Teriak ku kepada Haechan. Aku tak berbohong! pacar Haechan saat itu adalah yang paling buruk dari yang buruk.

DUAKHH

Haechan melayangkan tinjuan kepada ku.

"Yang lo bilang cewek matre tu pacar gue anjing!" Haechan menatap ku nyalang lalu memilih untuk meninggalkan tempat itu.

"Wali dari pasien Nathaniel Jaemin?" Aku langsung menghampiri dokter tersebut.

"Maaf tapi anda siapanya jika boleh tau?" Tanya dokter tersebut

"Saya sepupunya dokter" jawab ku tanpa ragu sedikit pun. Lagi pula, aku memang sepupunya.

"Apakah anda bisa menghubungi orang tua pasien? Saya harus membicarakan hal yang cukup serius" aku mengumpat didalam hati, tak tahu kah dokter ini kalau Jaemin seperti ini karena orang tuanya?

"Orang tua nya udah gak ada dok, jadi saya walinya" ujar ku asal, tampak dokter itu menghela nafas.

"Baiklah mari ikut saya"

"Ji disini dulu, Renjun otw kesini mungkin bentar lagi sampai, jangan keluyuran" Jisung mengangguk, setidaknya manusia china itu akan datang

Aku duduk dengan tak tenang, menatap dokter itu dengan tatapan bertanya tanya, berharap tak ada hal serius yang menimpa saudara manis ku itu.

"Jadi gimana dok?" Tanya ku setelah kami terdiam cukup lama.

"Bagian luka nya sebenenarnya tidak terlalu serius, pendarahannya juga sudah berhenti, kita tinggal menunggu beberapa hari pasti luka itu mengering" aku mengangguk, bersyukur dalam hati.

"Tapi ada beberapa hal penting, yang ingin saya tanyakan" aku kembali menatap dokter itu serius. Apalagi hal serius yang menimpa Jaemin? Bukankah ini saja sudah hal yang serius?

"Apakah pasien meminum obat yang seharusnya tak diminum dalam jangka panjang setiap hari?" Aku mengernyit, apa maksud dokter ini? Obat apa? Jaemin tak meminum obat seperti itu.

"Maksud dokter?" Dokter itu menghela nafas

"Ginjal pasien rusak, sepertinya hal itu akibat meminum obat dengan jangka panjang tanpa dosis yang tepat, maaf tapi ginjal pasien tak lagi berfungsi dengan baik" aku tertegun mendengar ucapan dokter dihadapannya, obat? Jangka panjang? Ginjal? Maksudnya Nana ku?

"Jadi bagaimana baiknya untuk kedepannya dok?" Tanya ku setelah berhasil sedikit menyerap informasi dari dokter itu.

"Kami menyarankan, agar pasien melaksanakan cuci darah, 2 kali seminggu, tapi memang itu berefek besar nantinya kepada pasien, pasien bisa mengalami mual, sesak napas, otot perut kram, dan sebagainya" aku menghela napas, kenapa adikku harus diberikan cobaan sebanyak ini? Bukankah Tuhan terlalu jahat kepadanya? Mengapa adikku tidak bisa merasakan bahagia  barang sedikit pun?

"Apa harus dilakukan seumur hidup dok?"

"Tidak, kami berharap tidak harus selamanya, ginjal pasien belum rusak terlalu parah, ini suatu hal yang baik, karna kita hanya harus melakukan cuci darah sampai ginjal pasien dapat bekerja dengan semestinya" entah aku harus lega atau takut.

"Terima kasih atas informasi nya dok, saya akan diskusikan terlebih dahulu dengan keluarga saya" aku pergi dari ruangan dokter itu.

Oh Tuhan, kali ini kau benar-benar mengecewakan.

PLEASE [2.0 ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang