Aku & Ibu Mertua 2

6K 27 0
                                    

"Dibandingkan milik ayah, besar mana Bu dengan punyaku?" Kataku mencoba menetralisir ketegangan.

Dengan reflek ibu mertua mencubit pahaku. Tapi ia tidak marah.

"Hushh.. Jangan ngomongin orang yang sudah meninggal. Tapi punya kamu memang jauh lebih besar. Sampai takut ibu melihatnya," ujar ibu mertuaku.

"Takut... apa seneng?" timpalku.

Ia mencubit lagi, tapi pelan saja dan tidak menimbulkan sakit. Selanjutnya, tangan ibu mertuaku mulai beraksi. Pertama kepala penisku dibelai-belainya dengan lembut, lalu usapannya turun ke kantung pelirku. Cara menyentuhnya benar-benar profesional dan menimbulkan sensasi luar biasa. Terlebih saat ia mulai menggenggam batang penis itu dan mengocoknya perlahan.

Disamping mengocok, terkadang tangan ibu mertuaku seperti meremas gemas batang penisku. Akupun mendesah, menggelinjang menahan nikmat.

"Ahh.. Sshh.. Enak sekali Bu..,. Oohh," rintihku tertahan.

Tanpa sadar aku telah mendekap ibu mertuaku. Wajahku yang membenam di lehernya membaui aroma wangi cologne yang biasa dipakai istriku hingga gairahku kian terpacu. Dan ah, ternyata ibu mertuaku tidak mengenakan BH. Aku tahu karena lenganku yang mendekap tubuhnya menyentuh bukit lembut di balik daster yang dikenakannya. Maka segera saja susu ibu mertuaku itu kugerayangi.

Meski aku menggerayang dari luar dasternya, tapi kuyakin buah dada ibu mertuaku lebih besar dibanding milik Neni istriku. Hanya agak lembek dan kendur. Bentuknya juga sudah merosot dan menggelantung karena putingnya berada agak di bawah. Sambil menahan nikmat oleh kocokkan dan elusan mengasyikkan tangannya pada kontolku, kubelai dan sesekali kuremas payudara ibu mertuaku. Bergantian kiri dan kanan.

Tak puas hanya menggerayangi dari luar bajunya, tanganku mulai mencari-cari kancing dasternya dan langsung kubukai. Namun ketika tanganku hendak menelusup merogoh masuk melalui bagian atas dasternya yang telah terbuka, ia seolah mencegah.

"Ibu sudah tua Hen, punya ibu sudah jelek dan kendur," katanya seperti mengingatkan tapi tidak mencoba mencegah tanganku yang telah menelusup masuk.

Dulu susu ibu mertuaku pasti sangat montok dan mancung bentuknya. Pasti almarhum ayah mertuaku senang membelai, meremas atau meneteknya. Kini di usianya yang telah 53 tahun, memang sudah agak kendur. Namun tetap tidak mengurangi gairahku untuk meremasinya. Apalagi putingnya juga besar menonjol, hingga aku jadi gemas untuk memilinnya dengan telunjuk dan ibu jariku. Nafas ibu mertuaku mulai memberat setiap aku memilin-milin putingnya. Dengus nafasnya menerpa wajahku yang berada sangat dekat dengan wajah ibu mertuaku.

"Hen, lama banget punya kamu keluarnya. Ibu sudah pegel nih mengocoknya," perlahan ibu mertuaku berujar.

Sebenarnya itu siasatku saja karena sejak tadi pertahananku sudah hampir jebol tetapi selalu kutahan.

"Kalau begitu ibu berhenti dulu deh, gantian aku yang kerja," kataku sambil turun dari ranjang lalu mengambil posisi berjongkok di depan kaki ibu mertaku yang menjuntai.

"Kamu mau apa Hen?!"

Ia sangat kaget ketika aku menyingkapkan dasternya dan mencoba merenggangkan posisi kakinya.

"Aku ingin lihat punya ibu," balasku.

Tadinya ibu mertuaku mencoba bertahan agar posisi kakinya tetap terhimpit. Namun karena aku memaksa, himpitannya mulai mengendor.

Aku & Ibu MertuaWhere stories live. Discover now