1. Flat Life

2.7K 224 50
                                    


***

"Kalo kata iklan chitato, life is never flat. Lo mesti ngerasain yang namanya fall in love biar kerasa lebih berwarna."

***


Mengadu nasib di Ibukota Negara--Jakarta--bukanlah hal mudah.  Kerasnya kehidupan membuat semua orang mau tak mau harus sanggup menahan beban tekanan pekerjaan agar bisa terus bertahan. Apalagi kalau status yang disandang hanyalah budak korporat, dan perusahaan tempat mu bekerja bukanlah milik kakek atau bapakmu. Maka, tahan banting sudah harus menjadi karakteristik utama. Kalau tidak, ya siap-siap saja terdepak dan tergantikan dengan mereka-mereka yang lebih bisa memenuhi target perusahaan. Sudah berhasil memenuhi target pertama, belum tentu bisa memenuhi target kedua, dan belum tentu pula posisimu aman di perusahaan. Yah, begitulah, budak korporat things, harus selalu mampu memenuhi ekspetasi tinggi atasan.

Kehidupan yang tak menyenangkan itu sudah dialami Adhisti selama 4 tahun belakang, sejak ia memulai karier di perusahaan investasi--private equity. 2 tahun pertama ia mencoba peruntungan di perusahaan nasional. Lalu 2 tahun setelahnya, ia berhasil menjadi karyawan tetap dalam private equity fund manager ternama di kawasan Asia--sebut saja South-star Group--berkat kerja keras, kegigihan, profesionalitas, dan kemampuan bernegosiasi.

Beberapa proyek penanaman modal yang ia terlibat di dalamnya sukses berjalan. Maka tak heran pula, Adhisti seolah menjadi 'aset perusahaan' dalam hal menjalin hubungan dengan perusahaan target penanaman modal. Terdengar keren untuk ukuran wanita 26 tahun bukan? Dan untuk mencapai posisi itu, kesenangan hidup ia kesampingkan. Satu hal yang selalu menjadi prioritasnya, mencapai target perusahaan, dan uang. Realistis. Namun sungguh, kini ia mulai merasa muak, bosan, dan tak menikmati hidup. Semuanya terasa flat dan tidak menggairahkan. Seperti yang ia rasakan sekarang.

Adhisti menghela nafas bosan, melirik arloji yang terpasang cantik di tangan kirinya, lalu beralih sekilas menatap ke luar dari posisinya sekarang--lantai 20 tower gedung area perkantoran. Matahari tampak sudah akan tenggelam berganti malam, tetapi rapat evaluasi mingguan ini tak terlihat menunjukkan tanda-tanda akan usai. Sudah lebih satu jam ia duduk di ruangan bersama petinggi-petinggi yang penuh ambisi ini. Dan, yang benar saja, sekarang Malam Sabtu...

"Baik, jadi selama minggu ini progress masih sama, proyek kita sebelumnya, yaitu penanaman modal ke bank kecil konvensional untuk menjadi bank digital sudah berhasil dilakukan. Saham bank tersebut sebanyak 30% sudah dikuasai perusahaan kita, dengan harga pembelian di bawah harga pasar. Big applause to Ms. Adhisti Gautama yang berhasil 'bernegosiasi di bawah meja' dalam hal harga pembelian saham di bawah harga pasar."

Adhisti terhenyak ketika mendengar namanya disebut. Ia yang semula sudah akan menutup mulutnya--karena menguap--jadi mengurungkan niat. Ia mengedipkan matanya berberapa kali, memasang senyum karier, dan mengangguk sekali ketika riuh tepuk tangan terdengar. Huh, Manager Bidang Portofolio--bidang posisinya berada--yang sedang presentasi barusan selalu berbuat mengagetkan. Untung saja ia siap memasang senyum karier dan tidak jadi meneruskan menguapnya. Coba kalo ia sudah terlanjur membuka mulut di depan petinggi, komisaris, manager, dan direksi perusahaan, bagaimana coba?

"Lalu untuk proyek penanaman modal selanjutnya ditargetkan ke rumah sakit skala kecil, RS Ambrastha, didirikan oleh dr. Adikoesoemo Wiyoko dan partner, yang akhir-akhir menunjukkan kemunduran setelah partner dr. Adi mengundurkan diri dan dr. Adi sendiri berambisi politik dengan menjadi jajaran petinggi Ikatan Dokter Indonesia. Sedangkan istrinya, dr. Ivanka Wiyoko sp.A terlihat tidak bersemangat mempertahankan RS mereka, sebab memiliki lini bisnis yang lain. Selain itu, tidak ada pengganti direktur yang cakap meneruskan RS mereka, setelah ditinggal partner dr. Adi."

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang