pengenalan tokoh + chapter 1

2.6K 68 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanda tangan Adel (dibuat sama author sendiri):

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanda tangan Adel (dibuat sama author sendiri):

Tanda tangan Adel (dibuat sama author sendiri):

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanda tangan Adrian (dibuat author sendiri):

Tanda tangan Adrian (dibuat author sendiri):

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ahh, Mas! Jangan kenceng-kenceng!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ahh, Mas! Jangan kenceng-kenceng!"

"Pelan-pelan aja, Mas!"

"Aduh!"








Seorang perempuan mungil dengan tinggi kira-kira 150 senti berambut panjang dan berponi itu sedang menyamakan langkah dengan pria tinggi menjulang yang memiliki badan proporsional dengan dada atletis.

"Ini aku udah pelan-pelan jalannya lho, Del," kata si pria bernama lengkap Adrian Hendrick Sugianto—umurnya sudah menginjak 28 tahun, berprofesi sebagai dosen arsitektur di salah satu universitas swasta di Bandung, dan MBTI-nya adalah ENTJ. Extraverted, Intuitive, Thinking, Judging.

Sedangkan perempuan di sampingnya bukanlah adik Adrian. Melainkan istrinya yang sudah dia nikahi setengah tahun yang lalu. Namanya Adeline Wijaya—perempuan Jawa-Chinese, 27 tahun, bekerja sebagai pemilik bisnis baju kecil-kecilan di rumah, dan MBTI-nya INFP. Introversion, Intuition, Feeling, and Perceiving.

"Ya tapi pelan-pelan dong, Mas! Aku iki lebih pendek dari kamu 37 senti, lho, Mas! Tiga puluh senti!" kata Adel misuh-misuh.

Suasana Pasar Baru di hari weekend memang luar biasa ramai dipadati orang-orang dan hiruk pikuk kendaraan. Nggak heran kalau Bandung dipenuhi oleh para pelancong dari daerah lain. Bahkan orang Bandung sendiri enggan keluar dari rumah karena saking macetnya di hari Sabtu atau Minggu.

Tapi berbeda dengan Adel yang terpaksa harus beli kain tile beberapa meter untuk pesanan customernya.

Melihat istrinya yang ngomel-ngomel dari tadi, bukannya ikut balas mengomel, Adrian malah senyum-senyum gemas. Bayangkan aja cewek pendek lagi marah. Bukannya nyeremin, malah pengen cubit pipinya sampai merah.

"Ya makanya pegang tangan aku, biar kamunya nggak hilang atau nggak kebawa arus sama orang-orang," kata Adrian nyengir.

"Ah emoh aku gandengan karo Mas. Nanti dikiranya aku adiknya Mas," respon Adel yang sedikit kerepotan membawa barang belanjaannya.

Tapi Adrian malah meletakkan tangan kecil Adel ke tangan kekarnya. "Siniin kantong belanjaannya, biar aku yang pegang."

"Emoh—"

Belum selesai Adel berucap, Adrian juga mengambil barang belanja yang dipegang Adel. "Nah udah selesai. Pegangan yang kenceng. Bentar lagi kita sampai di parkiran. Udah nggak mampir-mampir lagi, kan?"

Adel menggeleng. "Mas nggak mau beli es campur dulu di tempat langganan kita?"

"Ah iya, bener juga... Ya udah deh, itu tempat terakhir kita singgah. Abis itu kita pulang, ya."

Sudah setengah tahun mereka membangun rumah tangga, tapi mereka belum dikaruniai anak. Adrian sih mau banget punya anak—malah kepingin punya anak banyak ("Kalau bisa sih sebelas ya, biar jadi tim sepak bola," katanya). Tapi kalau Adel sendiri... dia belum mau punya anak.

Bukan 'belum mau' juga sih, tapi lebih tepatnya takut. Dia masih dibayangi kalau proses melahirkan itu sakit. Memang sih, ada operasi sesar dan itu pun pakai bius. Cuman ya... ngilu-ngilu gimana gitu.

Apalagi dalam proses pembuatan anak yang sakit juga di mana sel sperma bertemu dengan sel telur. Sudah pernah belajar sel reproduksi di pelajaran Biologi waktu kelas 11 tapi masih aja terbayang-bayang sakitnya. Adel belum berani ngelakuin yang begitu-begitu.

Kalau Adrian sih, semangat banget ya, ngelakuin hubungan suami-istri. Yah biasalah cowok memang begitu pikirannya.

"Del, mau naena malam ini, nggak? Mumpung lagi Jumat nih. Sabtu-Minggu kan libur."

"Adel, kamu nggak kasih aku jatah sekaliiiiii aja?"

"Del, udah pengen dimasukin sama kamu nih."

"Keburu bangkotan kalau nungguin kamu mah, Del."

"Del, kalau kamu nggak mau punya anak dulu, kita kan bisa pake kon*om dulu."

Dan jawaban Adel pun selalu menjawab jawaban yang sama alias sesuai template: 'Nanti aja deh, Mas' atau 'Nggak dulu deh, Mas. Aku masih takut'.

Kalau jawaban Adel seperti itu, Adrian hanya bisa pasrah. Tahan diri sih tahan diri. Tapi kadang dia main solo. Agak nekad ya?

Kadang Adrian main solo di kantor kalau dia sedang lembur. Kadang juga di rumah sendiri kalau Adel lagi nggak ada di rumah. Biasanya kalau dia lagi 'kepengen', dia bakalan nonton film biru dan nyiapin tissue (takut-takut muncrat, katanya).

"Mas, hari ini keluar-keluar lagi, nggak?" tanya Adel begitu mereka udah beli es campur dan masuk ke mobil.

Adrian merogoh kunci mobilnya di saku celana, menggeleng, "Nggak. Kenapa?"

Adel meletakkan kedua tangannya di lutut sambil sedikit melirik ke arah suaminya yang kini menstarter mobil. "Eng... itu Mas, nganu..."

"Nganu apaan, Del?"




"Aku udah siap, Mas."








Adrian menoleh cepat. Kedua manik hitamnya nggak berkedip ke arah Adel. Seakan-akan dia nggak percaya sama perkataan Adel barusan.

"Ka—kamu udah siap? Beneran???" tanya Adrian masih nggak percaya.

Perempuan itu sedikit tersenyum.

Seriusan Adel udah siap untuk berhubungan suami-istri?

Akhirnya setelah sekian lama Adrian menantikannya!

"Mau malam i—"

"Aku udah siap buat ngajarin Mas cara bikin sup miso. Aku kayaknya ngerjain orderan besok aja, Mas. Capek hehehe...," kekeh Adel dengan wajah tanpa dosa.

Kedua bahu Adrian langsung merosot. Pupus sudah harapannya untuk diajak naena bareng sang istri.

"Lho, Mas. Kok diem?"

"Tau ah!"

"Lah, Mas? Emangnya Mas kira kita bakalan ngapain?"

istri super mini - dpr ian [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang