5. Tentang mimpi

1.3K 208 5
                                    

Setelah kejadian dimana Haechan menghancurkan gubuk kecil itu, Mark membawa Haechan ke rumah salah satu pelayan yang Mark percaya. Setidaknya Mark merasa Haechan akan aman dan baik-baik saja, rumah pelayan itu juga jauh dari istana dan desa. 

Hari ini setelah sarapan Mark menyuruh pelayan untuk membuatkan satu kotak bekal untuk diberikan pada Haechan, tentunya Mark bilang itu untuk teman barunya. Mark pergi dengan menggunakan topi dan kain penutup seperti biasanya karena tidak ingin berurusan dengan warga dulu, fokusnya kali ini adalah Haechan. 

"Sangat tidak adil jika kau tidak mengajakku." ucap Jeno yang tiba-tiba sudah berjalan disamping Mark, melihat itu Mark hanya berdecih. 
"Apa kau selalu memakai itu saat keluar?" tanya Jeno.
"Setidaknya ini akan mengurangi kecurigaan." jawaban Mark tidak membuat Jeno berhenti jahil, ia malah melepas topi dan kain penutup wajah Mark.
"Kita lewat jalur hutan, tidak akan ada yang mengenalimu." Mark yang tadinya hendak memprotes memilih untuk menerima, dia harus menjaga emosinya tetap stabil atau dia bisa membakar hutan ini. 

Kerajaan Leon memiliki istana besar yang menjulang tinggi dengan sebuah patung dengan bola bersinar di depan istana, itu adalah tempat leluhur mereka yang sudah tiada. Lebih mudahnya setiap orang yang meninggal akan dijatuhkan disana. Diluar wilayah istana yang luar itu semua kegiatan masyarakat terjadi, dan dibelakang istana ada hutan luas yang menjadi sumber penghidupan kerajaan Leon. 

Sesampainya mereka di rumah pelayan Mark, pria itu melihat Haechan bermain dengan seorang anak kecil dihalaman rumah, keduanya terlihat senang dan Haechan yang sudah menyembunyikan penampilannya lagi. 

"Pangeran!" anak kecil yang Mark tahu bernama Loui itu berlari menghampiri Mark dengan gembira, lalu memberikan salam dengan menyilangkan tangan kirinya di dada. Mark mengangguk kecil, ia menatap Haechan yang berdiri tak jauh dari mereka. 

"Bagaimana keadaanmu? lebih baik?" Jeno yang bertanya lebih dulu, menghampiri Haechan hingga berdiri dihadapannya. 
"Kurasa.." Haechan menjawab agak ragu, ia masih mengingat mimpi semalam. Jeno mengusap pipi Haechan, 

"Lebih baik kau bicara jujur setelah ini." ucap Jeno sebelum berjalan melewati Haechan untuk masuk ke dalam rumah, tentu saja mereka tidak akan sembarang berbicara diluar. 



Mereka berkumpul di ruang makan sekalian Haechan memakan sarapan yang dibawakan oleh Haechan.
"Jadi aku akan bertanya Haechan, apakah kau hanya seorang pengembara biasa?" Haechan menelan makanannya kemudian menatap Mark.
"Aku hanya seorang mantan guardian, keluargaku juga keluarga biasa dan penuh dengan kekangan." Haechan menatap makanannya dan kembali mengunyah, rasa enak makanan ini membuat Haechan seolah lupa kalau dia harus meminta maaf. 
"Lalu mimpimu semalam kenapa sampai membuatmu lepas kendali?" 

Haechan terdiam, ia menelan makanannya lalu menghembuskan nafas. Selera makannya hilang saat itu juga, 
"Mimpi itu sudah datang padaku beberapa kali, tapi aku tidak pernah lepas kendali. Maaf untuk semalam dan terimakasih." ucap Haechan. 

"Aku ingin kau jujur." jantung Haechan rasanya ingin copot saat mendengar ucapan Mark, 
"Mimpi semalam, apakah itu adalah pertanda?" tanya Mark, kepala Haechan menunduk, ia sendiri juga tidak tahu soal itu. Sebagian orang percaya mimpi hanyalah bunga tidur, sebagian lagi juga ada yang percaya mimpi adalah pertanda. 

"Aku tidak tahu Mark, mimpi itu yang ketiga kalinya. Pertama kali aku bermimpi sudah berbulan-bulan yang lalu." Haechan mencoba untuk menjelaskan, dan pada akhirnya Mark pasrah. 

"Daripada itu, apa kau mengenal putri kerajaan Geminic?" tanya Jeno. 
"Uh? kau pikir aku rakyat seperti apa sampai tidak tahu putri kerajaan sendiri?" 
"Jawab saja." Jeno mencubit pipi kanan Haechan, membuat anak itu mengaduh. 

ZODIAC (MARKNOHYUCK)Where stories live. Discover now