3. TERAKHIR KALI

84 12 0
                                    

FORGET ME NOT | 3. TERAKHIR KALI

"Hal tak diinginkan yang paling menyakitkan adalah meminta maaf di depan jenazahnya sambil menahan tangis untuk mencium yang terakhir kalinya."
- Delvin Ardiansyah

*****

Berkat getaran notifikasi masuk dari ponselnya, Ayra mau tak mau tertarik kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mulai membuka perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk. Pandangan pertama yang dilihatnya adalah gorden satin abu-abu yang telah terbuka begitu pula dengan jendelanya.

 Pandangan pertama yang dilihatnya adalah gorden satin abu-abu yang telah terbuka begitu pula dengan jendelanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dahi Ayra mengkerut. Sorot matanya mencoba menjelajahi sekeliling ruangan. Dengan posisi tetap berbaring miring ke samping kiri, Ayra berpikir keras, dimanakah saat ini dirinya berada?

Terdengar daun pintu mulai terbuka. Karenanya, suara ramai dari luar ruangan pun dapat Ayra dengar. Ternyata, kamar ini cukup kedap suara. Pantas saja tidur Ayra terasa nyenyak dan damai.

'Eh, sebentar_' batin Ayra yang masih bergeming, mencoba menelusuri ingatannya.

Seingatnya tadi malam, setelah memberikan pelajaran kepada Adit hingga lelaki itu tersungkur di tanah dan memohon maaf padanya, mereka pun lantas berdamai. Kemudian, keduanya naik kembali ke atas gazebo sambil berbincang-bincang ringan. Dan karena tak dapat menahan kantuk, akhirnya mereka tertidur di lantai gazebo tanpa alas maupun bantal.

Tetapi, bagaimana bisa Ayra terbangun di kamar ini?!

Merasa suara langkah kaki seseorang mulai mendekat ke arahnya, Ayra refleks memejamkan kelopak matanya. Ayra mengintip sedikit. Ternyata seseorang itu adalah Delvin. Dia terlihat berjalan terus mendekati jendela yang kemudian menarik kain gorden untuk menutupi keseluruhan bagian jendela. Hanya itu yang dilakukan Delvin di kamar ini. Setelahnya Delvin melangkah keluar dan tak lupa menutup pintunya kembali.

Memastikan Delvin sudah menjauh dari pintu kamar, Ayra memutuskan untuk mendudukkan tubuhnya. Ia meraih ponsel untuk mengecek waktu saat ini. Tak terasa hari sudah kembali pagi. Pantas saja suasana di luar sudah ramai. Ayra beranjak turun dari atas kasur.

Kamar bernuansa minimalis ini terlihat sangat teduh dan damai. Ayra berjalan mendekati jendela. Gorden yang semula di tutup Delvin, kini Ayra buka kembali agar cahaya matahari dapat memenuhi ruangan ini. Terlihat di luar sana, orang-orang sudah ramai berkumpul kembali karena ayah Delvin akan segera dimakamkan pada pagi hari ini.

Pandangan Ayra berkeliling lagi menelusuri setiap sudut ruangan. Dan ada satu titik yang seakan menarik diri Ayra. Langkahnya refleks mendekati sebuah lemari kaca yang mana terdapat pajangan piala, mendali, piagam dan beberapa foto dokumentasi. Hampir keseluruhan penghargaan tersebut tentang persepakbolaan.

'Pemain terbaik, top scorer, kapten terbaik, juara satu, juara dua.' Ayra membatin membaca satu persatu tulisan yang tercetak pada piala maupun piagam tersebut.

Forget Me Not Where stories live. Discover now