18.

577 91 14
                                    

Aroma anyir darah menguar dimana-mana, pijakan yang seharusnya bersih saat ini sudah di dominasi oleh cairan kental berwarna merah milik para polisi berseragam yang banyak tumbang, Daniel duduk di kursi utama yang seharusnya milik Taehyun. Kakinya di angkat dengan kurang ajar ke atas meja, menatap satu-satunya anggota yang masih di biarkan hidup meski sekujur tubuh penuh luka.

Han jatuh berlutut di hadapannya dengan todongan pistol dari anak buah si tuan kejam.

Sudut bibirnya terangkat, membentuk seringai begitu dia menatap Han dengan cibiran.
Kemudian bangkit, memasukan tangan dalam saku celana sebelum akhirnya membungkuk sedikit di hadapan Han, mau menatap lebih jelas wajah lawannya yang sudah dengan kurang ajar mencuri semestanya.

"Sebaikan kau harus berguna setelah kematian mu ku tunda." Nadanya tidak lagi dengan tawa meski sarkas, kali ini sudah sepenuhnya kesal terlebih menyadari satu fakta bahwa selama beberapa hari ini dia gagal melacak posisi Soobin, tidak tahu polisi cukup baik dalam hal menyembunyikan. Jadi dengan kesal, tempat ini yang menjadi target penghancurannya pertama kali.

Ujung pisau lipatnya mengarah pada dagu Han, membawa wajah itu mendongak untuk mereka saling tatap. Meski terlihat tegar, tapi Daniel dapat menangkap sorot ketakutan disana.

"Satu pertanyaan satu luka," jeda Daniel dengan tatapan dinginnya mengarahkan mata pisaunya tepat di daun telingan Han.
"Dimana Soobin?"

Arghhh!

Belum sempat menjawab, bibirnya baru terbuka dengan gemetar, tapi suara yang keluar dari belah bibirnya justru teriakan panjang. Han bisa memastikan telinganya robek, dia jelas merasakan besi dingin itu menembus kulitnya dengan keras membuatnya gagal menahan diri untuk kuat, nyatanya Han sudah merasa ingin mati hanya dengan itu.

Tapi tatapan Daniel tidak juga berubah, kali ini dia menarik dagu Han dengan paksa, membuka belah bibirnya kasar kemudian bagian tajam pisaunya di arahkan pada sudut bibir Han.

Detektif muda itu, pasrah.

"Sekali lagi-" hunusnya semakin tajam, Han menyadari dengan sangat, yang ada di hadapannya saat ini bukan lagi manusia.
"Dimana So-"

"Tidak tahu!" Nafasnya memburu, membiarkan ribuan peluhnya berjatuhan, dia sudah lupa bagaimana cara tegar. Yang ingin di lakukannya saat ini adalah memohon kebebasan, setidaknya Han belum mau mati sekarang.

Tapi rupanya jawaban itu semakin membuat Daniel kesal, begitu saja dia menarik pisaunya sampai pipi Han, menyisahkan luka sobekan besar yang membawa raungan Han terdengar semakin tajam. Tapi Daniel abai, dia bangkit begitu merasa wajahnya kotor oleh cipratan darah, meraih saputangan nya dari dalam saku kemudian membersihkan wajahnya dengan kasar, tangannya mengepal setelahnya, menatap tanpa minat Han yang saat ini sudah meringkuk dengan jeritan kesakitan.

"Sudah ku bilang, harusnya kau perlu berguna-" begitu menyimpan kembali pisau dalam saku, Daniel menatap dingin anak buahnya.
"Bunuh." Kemudian melenggang pergi lebih dulu meninggalkan ruangan, mengabaikan jeritan memohon dari Han. Daniel menahan gerakan begitu hasil dari buruannya tidak membuahkan apa-apa.

Soobin masih tidak bisa di temukan.

Prang!!

Kaca mobilnya pecah ketika tinjunya melayang, tidak tau akan sesesak ini rasaya tanpa bocah itu. Bocah yang di temuinya di bar dengan keadaan putus asa, bocah yang sejak awal tidak sedikitpun diniatkan untuk dia istimewakan.

Pada akhirnya bocah itu juga yang menghancurkannya dengan perasaan kehilangan. Daniel bahkan tidak menyadari airmatanya lolos melalui pipi.

Dia, rindu Soobin.

DOWN [YeonBin]Where stories live. Discover now