tiga belas : Aku Harus Apa?

176 33 10
                                    

Drap drap drap

Bruk-

"Hei, pelan-pelan sayang." Kedua tangan Juyeon megang bahu Jiya yang juga kaget karena hampir nabrak dia. "Nyari siapa buru-buru begitu, Jiya?"

"Mas," jawabnya. "Masku, Mas Juyeon."

"Bang Sangyeon lagi di halaman belakang sama Bang Hyunjae, tunggu aja bentar lagi mungkin ke sini."

Jiya ngangguk, meski perasaannya gusar sekali. Juyeon ngusak rambutnya pelan sebelum kemudian ngajak dia duduk di ruang tengah.

"Sekolah gimana, Jiya?" tanyanya. "Kalo diliat-liat Jiya makin sibuk enggak sih? Yang pas kita makan-makan tempat Chanhee kemaren juga Jiya lagi OSIS kan makanya ga bisa ikut?"

Bocah itu ngangguk sambil nyengir tipis. "Iya Mas Juyeon. Sebentar lagi ada pemilihan ketua OSIS, makanya agak sibuk."

"Jiya termasuk calonnya?"

"Enggak. Kan masih kelas tujuh."

"Ooh."

Habis. Ini gatau kenapa semenjak anak-anak itu makin dewasa, Juyeon sering banget kehilangan bahan obrolan buat ngobrol bareng mereka. Terutama Jiya sih. Soalnya kalo Mbih tuh pasti anak itu bakal yang bablas ngomongin apapun.

"Jiya,"

"Iya, Mas Juyeon?"

Hghghghghg gemas.

Cowok itu berusaha mengulum senyum yang muncul akibat ngeliat bocah itu dengan cepolan rambutnya. Pokoknya kalo efek gemes ini sampe ngeganggu pekerjaannya, dia mau protes ke Sangyeon karena punya adek kelewat lucu kayak gini.

"Mas Juyeon manggil tapi malah diem tuh kenapa?" Jiya berujar sambil setengah ketawa. "Rambut Mas Juyeon makin bagus tau. Ngecat warna warni emang engga rusak rambutnya?"

Juyeon menggeleng. "Engga juga sih," jawabnya. "Kan warna kemaren udah luntur semua, makanya baru ngewarnain lagi. Bagus engga?"

"Bagus kok. Mas Juyeon keliatan lebih muda."

"Jiakh, muda apaan, udah tua gitu."

Celetukan itu bikin keduanya noleh kearah halaman belakang kediaman Hyunjae. Tampak sosok berambut hitam dan satunya berambut pirang agak gelap itu jalan ngehampiri mereka.

"Mau pulang?" tawar Sangyeon ke Jiya. "Mas gaada kerjaan sih, kakak Mbih juga pulangnya nan-"

"Jiya lagi bingung, Mas," serobot Jiya cepat. "Maaf jadi nyela, tapi Jiya beneran bingung banget. Makanya butuh saran Mas."

Hyunjae, Juyeon sama Sangyeon reflek saling pandang.

Hal apa yang bikin si Jiya yang suka mendem masalahnya sendiri ini jadi begini? Mereka penasaran.

"Kalo gitu di sini aja dulu," ujar Hyunjae. "Mas juga nganggur, jadi bisa ikutan."

"Ya kan ini rumah lo, gimana sih Jae," sahut Sangyeon sambil ketawa kecil yang bikin temennya itu nyengir.

Jiya ngangguk-ngangguk dengan polos, tapi Juyeon kepengen julid jadinya.

"Jiya mau ngarep saran apaan dari elu, si tukang ngibul," kata Juyeon sarkas. "Diem aja, soalnya omongan lu suka ga guna."

"Idih, kepala manager kantor nih. Kalo omongan gue gak guna, gak mungkin naik jabatan," balas Hyunjae.

"Kan yang punya bapak lu, gimana sih."

Udah-udah, sudah bisa ditebak kalo endingnya cuma Sangyeon yang bisa bikin keduanya gak ribut lagi. Soalnya semakin lama Jiya semakin keliatan gak sabar. Ditawarin pulang juga gak mau, tapi resiko kalo cerita di sini pasti ada aja gangguannya.

Our Beloved Sisters (Will be) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang