The Baby Bro - Part 1

11.9K 667 30
                                    

Aku membanting tas sekolahku keatas sofa ruang keluarga, di ikuti tubuhku yang terasa pegal. Padahal ini baru awal semester pertamaku dikelas XII, setelah libur panjang kemarin. Tapi rasanya sungguh melelahkan, belum lagi kegiatan MOS untuk anak yang baru masuk SMA. Meskipun tidak ada sangkut pautnya denganku karena memang dari dulu aku tidak aktif dalam semua organisasi disekolah, kecuali klub bulu tangkis dan itu juga terpaksa karena setiap siswa diwajibkan untuk masuk salah satu ekstrakulikuler.

Yang menjadi masalahnya adalah para panitia yang membuatku membuang energi berlebih. Mereka yang notabennya teman-temanku, tahu betul tentang diriku yang tidak suka keramaian dan gerombolan orang. Mereka benar-benar menyiksa hari pertamaku ini.

Bayangkan saja, para panitia itu mengerjai para siswa baru dengan meminta tanda tanganku. Tentu saja aku menolak dan kabur. Mungkin satu atau dua orang aku masih berbaik hati tapi ini masalahnya seluruh siswa yang jumlahnya mungkin mencapai lebih dari angka seratus. Daripada tangan dan tubuhku babak belur digerumuti nantinya, lebih baik aku bersembunyi untuk keselamatanku.

Aku meregangkan tangan-tanganku dan berniat merebahkan diri namun gerakanku terhenti saat mataku menangkap sosok perempuan berdiri tak jauh dariku. Matanya menyipit dan kedua tangannya sudah bertolak pinggang, lagak ibu-ibu yang menagih uang kostan. Aku membenarkan posisi dudukku dan berdecak kesal. Pasti tak lama lagi akan mengomel tak jelas.

Satu ...

Dua ...

Ti ...

"Abraham...!" Teriaknya, tuh kan apa aku bilang dan ini baru permulaan.

"Ibu sudah bilang, kalau kamu masuk rumah tuh sepatunya dilepas. Apa susahnya sih cuma ngelepas sepatu doang! Nggak disuruh nyari duit ini buat belinya."

Aku menggut-manggut mendengarkannya dan mulai membuka sepatuku dan merapikannya dibawah meja.

"Di biasain makanya, emang kerjaan ibu cuma buat ngepel doang seharian ini. Ibu juga mesti ngurus si kembar. Capek tahu, kamu enak tinggal tidur, makan, sekolah, jajan. Kamu tuh nggak tahu sih kalo jadi ibu." Ibu mulai dengan sesi curhatnya, aku cuma manggut-manggut mencoba memahaminya.

Kurang apa coba aku ini, cuma aku yang selalu memahami ibu, mau ibu ngomel, aku dengerin. Mau ibu marah, aku juga masih dengerin dan aku sama sekali nggak pernah ngelawan omongan ibu.

"Jangan manggut-manggut doang! Dengerin omongan ibu, praktekin bukan cuma... Ya ampun, Aaron! kamu habis ngapain disekolah?" teriak ibu histeris langsung berjalan kearah pintu. Aku menoleh kebelakang mendapati Aaron dengan seragam SMP-nya yang sudah tidak karuan. Aku menatapnya bingung namun Aaron malah menatapku tajam.

"Ini semua gara-gara bang Abra!" tuduhnya, jari telunjuknya bahkan mengarah padaku.

Loh kok jadi aku yang disalahin?

"Gara-gara abang ngilang dan nggak dapet tanda tangan, kita semua jadi dihukum dan aku kebagian nyuci toilet yang kotornya minta ampun, belum lagi aku kepeleset dan bajuku kena air kotor yang nggak sengaja aku tendang embernya." adunya pada ibu.

Dasar tukang ngadu!

Aaron Khana Wijaya adalah adikku yang pertama, dia dua tahun lebih muda dariku dan ini hari pertamanya masuk SMA. Aku sempat aneh dengan nama tengahnya Aaron dan setelah aku tanyakan pada ibu membuatku berdecak tak percaya, jawabannya sangat ibu sekali.

Dulu waktu ibu hamil Aaron, ibu tak pernah absen nonton film India bersama ayah setiap malamnya, sampai ayah hafal lagu-lagu India dan menyanyikannya untuk ibu, membuat ibu terharu mendengarnya. Ayah juga berhasil menirukan aktor favorit ibu yang bernama khan-khan itu membuat ibu semakin menggila dengan aktor kesayangannya itu.

The Baby BroWhere stories live. Discover now