Un

37 3 0
                                    

Rasanya, Jeno dan Jaemin tidak tega. Entah sudah kali keberapa, Haechan harus menahan sakit untuk memuntahkan bunga dari dadanya. Kembali terlihat meringkuk di bawah wastafel, dalam keadaan lemah tidak berdaya. Tidak bahkan untuk membawa diri beranjak kembali ke luar kamar mandi. Haechan memang menyukai bunga yang tumbuh dalam dadanya. Sangat. Namun, jika harus mekar dengan cara yang menyakitkan seperti ini, sulit baginya untuk bersyukur. Entah apa yang sedang Mark lakukan di luar sana. Tapi sepertinya, hari ini, ada beragam cinta yang Mark rasakan peluk erat harinya. Sedang sangat berbahagia, barangkali. Sedang Haechan nelangsa di sini. 


Pada akhirnya, tangan Haechan dengan perlahan menekan bel yang tersedia. Sepertinya lagi, kali ini Jaemin atau Jeno harus kembali pinjamkan tubuhnya, agar Haechan bisa segera beristirahat. 


"Haechan?"

"Gapapa, Jaem. Jangan khawatir, ya?"

"Chan. Sorry kalau terkesan maksa. Tapi kayaknya, gak ada yang salah kalo lo tetep nyoba."

"Iya. Nanti dipikirinnya lagi, ya. Capek nih, mau tidur."



Perginya Jeno Jaemin, jelas tidak memberikan ketenangan yang Haechan butuhkan. Haechan jelas, kembali sibuk berpikir tentang apa yang sebaiknya Ia lakukan. Haechan banyak ragu, tapi juga takut merindu. Bagaimana nanti Ia membiasakan diri tanpa rasa cinta yang Ia pupuk sepenuh hati? Bagaimana rasanya tiba-tiba rasa yang membuncah itu, harus hilang dalam satu waktu, tanpa pembiasaan? Benar. Nanti saja dipikirkan, sekarang jalani saja dulu.






[Untitled]





Mark tidak sedang bahagia. Bunganya, jelas sudah memenuhi wastafel dan sekitarnya. 


Beberapa jam yang lalu, ajakan isengnya berbuah manis. Bersambut baik, dan sudah sampai pada waktu kesepakatan akan bertemu. Sudah lalui banyak pertimbangan pula, akan pakaian yang dipakai, sepatu, barang yang akan dibawa, juga bagaimana alternatif acara jika yang utama tidak berjalan lancar. Mark pikirkan dan rencanakan matang semua. Namun, saat melewati waktu janji, apa yang Ia dapat? Batal. Alasannya, bahwa seseorang yang paling Ia tunggu ajakannya, akhirnya menyahut. Jelas, rencana bersama Mark tidak masuk pertimbangan untuk menjawab tidak pada orang yang ditunggu. Mark jelas dikorbankan telak. Patah hati Mark kali ini begitu pekat. Melekat nyaris dalam satu harnya. Tiap kali Ia membayangkan, seandainya berhasil, hatinya membuncah akan perasaan bahagia. Namun, dipatahkan realita. Dan, Mark dengan jahatnya, akan mengulang-ulang fasenya. Tidak sampai Ia akhirnya tertidur dengan menelan paksa rasa kecewanya. Tertidur, tanpa tahu-menahu ada satu daksa yang tidak jauh darinya, yang juga sama sakitnya. 

𝐔𝐧𝐭𝐢𝐭𝐥𝐞𝐝 | MarkhyuckWhere stories live. Discover now