31

1.5K 280 9
                                    

Sore itu Hinata melangkah ke halaman belakang mansion membawa empat pot di dalam keranjang kayu. Dua pot berisi anggrek cattleya yang sudah berbunga dan dua pot kosong untuk ditanami benih.

Wanita hamil itu menarik napas dalam-dalam sebelum masuk ke sebuah gazebo kayu di sudut halaman. Itu adalah tempat ibunya mengurus semua tanaman hiasnya.

Dulu gazebo itu penuh dengan tanaman rambat yang menjuntai dari atap hingga ke teras kayu di tiap sisi gazebo. Wangi aroma bunga akan menyeruak menusuk hidung meski berdiri lima meter jauhnya dari gazebo itu.

Tapi sekarang gazebo itu hanya gazebo kosong yang tak lagi hijau. Namun beberapa peralatan berkebun masih diletakan di sana.

Meski saat mansion tak berpenghuni, Hinata selalu memanggil petugas kebersihan untuk datang kemari dan membantunya membersihkan mansion ini. Apalagi sejak hamil seperti saat ini, rasanya melelahkan harus mengurus rumah sebesar ini sendirian.

Wanita itu meletakan keranjang berisi potnya di atas meja kayu yang ada di tengah gazebo.

Dia lalu melangkah ke sudut lain gazebo itu sambil membawa dua pot kosong di dalam keranjang dan mengisinya dengan tanah hitam yang tersedia di dalam karung-karung besar yang tersimpan di bagian samping gazebo itu.

Hinata lalu menyelipkan dua helai bibit anggrek di bagian atas pot itu.

Entah apa yang merasukinya, namun dia telah melawan rasa dukanya sendiri hari ini dengan masuk ke gazebo ini dan mencoba menanam seperti apa yang mendiang ibunya selalu lakukan.

Di tengah kesibukannya saat itu, Hinata teringat oleh perkataan bibi pemilik toko tanaman soal ibunya yang menyimpan rahasia tou-sama di dalam pot.

Entah kenapa Hinata merasa ucapan itu bukan sebuah angin lalu. Ibunya tak seperti wanita kebanyakan yang suka bergosip atau bicara soal hal yang tidak perlu. Ibunya adalah sosok wanita yang sangat lembut, lebih banyak diam daripada berbicara. Jadi ucapan soal menyimpan rahasia suami adalah hal yang tak mungkin ibunya ucapkan secara sembarangan.

Dituntun firasat aneh itu, Hinata membuka peti kayu yang ada di samping karung-karung berisi tanah dan mendapati banyak sekali pot keramik yang diletakan dalam posisi terbalik.

Hinata membalikan beberapa pot dan mendapati sesuatu yang menyita perhatian. Ada sebuah kantung pelastik berwarna abu dengan kotak-kotak besi pipih di dalamnya.

Ah, itu bukan besi pipih biasa, tapi itu adalah flashdisk karena diujungnya terdapat port USB.

Wanita itu meraih kantung tersebut dan membalikan semua pot yang ada di dalam peti untuk menghadap ke atas dan mencari hal lain yang nampak mencurigakan.

"Sebenarnya apa ini?" Hinata mendapati empat kantung berisi hal yang sama setelah membuka semua pot di dalam peti.

Jadi ini yang dimaksud dengan rahasia?

...

Kakashi membaca semua berkas kasus yang baru saja diletakan di mejanya. Dirinya mendapatkan limpahan kasus lama yang dibuka kembali. Kasus yang mudah namun berubah rumit setelah dicampuri uang dan kekuasaan.

"Kudengar berita bahwa kau yang mengajukan penyusunan majelis untuk kasus ini." Kakashi berucap tanpa menatap tamu yang datang bertandang ke kantornya di jam makan siang itu.

Naruto tak menjawab ucapan itu, namun mengalihkannya ke tujuan utama dirinya datang kemari. "Tolong ungkap kasus ini seadil-adilnya."

Kakashi tersenyum simpul. "Kasus lawas, terdakwanya bahkan sudah menjalani hukuman selama sembilan tahun penuh. Semua bukti yang dilampirkan tak cukup kuat untuk mendorong para tersangka lainnya. Apa yang kau harapkan hm? Penambahan hukuman bagi supir truk itu?"

If It's Our FaultWhere stories live. Discover now