Prolog

86 25 63
                                    

July, 2024^

Ballerie's Kitchen

Sebuah nama asing dengan suasana yang justru akrab di kedua obsidian lelaki tampan itu, kedatangannya dua hari lalu seusai melaksanakan kewajiban Negara disambut cukup hangat. Orang-orang yang ia sayangi, meski mereka tidak ditakdirkan sedarah tapi ia mendapatkan segalanya di sana. Interaksi bebas tanpa harus memikirkan apa yang akan terjadi di belakang, berbicara dan makan semaunya tanpa peduli image dan rasa segan.

Letusan balon dan beberapa kertas kerlap-kerlip menyerang, ia tertawa melihat usaha keras teman-temannya menyiapkan kejutan. Waktu delapan belas bulan tidak singkat jika ditemukan dalam penantian yang sulit, meski begitu pria bermarga Kim ini memiliki banyak pengalaman baru dan pelajaran yang ia dapatkan selama menjalani wajib militer.

"Eoseo oseyo, Seokjin-ah!"
[Selamat datang, Seokjin]

Pelukan hangat, sorakan bahagia bahkan sudut mata yang beruap hadir di sini setelah semua masa sulit yang memisahkan jarak dan kebiasaan. Lelaki dengan mantel cokelat itu mengucapkan banyak terima kasih dalam hati, mereka adalah satu-satunya pihak yang mengenalnya lebih dalam di banding keluarga sendiri.

Keluarga. Kosakata yang paling enggan ia bicarakan, Seokjin terkadang heran dengan mereka yang mencemooh sikapnya karena tidak terlalu menghormati silsilah tinggi nan terhormat itu. Beberapa diantaranya bahkan pernah ia tantang untuk bertukar takdir, sebab lelaki dengan postur 179cm itu memiliki dinding yang tidak bisa ditembus oleh keluarganya. Ada rahasia bahkan luka, ia sendiri tidak paham mengapa banyak yang hanya silau dengan kesempurnaan tanpa bertanya berapa banyak usahanya untuk tetap bertahan.

"Jadi bagaimana?" tanya Sung Jae yang tengah menuangkan anggur di gelas teman-temannya. "Pertemuan dengan ayahmu di hari pertama pulang?" tambahnya sebelum akhirnya menopang dagu dan tersenyum manis.

Lelaki dengan sweater lilac yang sering menyebut semua warna ungu itu sama tengah menatap ke arah teman yang cukup tinggi di matanya, sejak dulu ia mengenal Seokjin sebagai siswa berprestasi tetapi kurang bisa bersosalisasi. Salah satu saksi metamorfosa putra tunggal keluarga Kim yang dahulu sangat tertutup hingga menjadi terlalu narsis, bahkan ia sering dibuat kesal karena Seokjin memahami serta mengakui ketampanannya.

"Kau pasti tahu dia sudah mengumpulkan ratusan daftar nama putri rekan bisnisnya," ujar Seokjin dengan mulut penuh makanan.

"Lalu kau akan kabur lagi?" Sung Jae menyecap anggurnya.

Seokjin mengangkat bahu. "Biar bagaimana pun, kabur bukan sebuah jalan jika besoknya dia akan memintaku kembali dan mengucapkan maaf."

"Kau tidak mau mencoba seperti dulu?"

Seokjin menatap ketiga temannya, remaja pertengahan yang terdiri dari dua laki-laki dan satu perempuan itu menanti responnya tentang sebuah ide yang dulu pernah mereka jalankan. Tidak semuanya buruk, setidaknya Seokjin memiliki alasan untuk tidak pergi bahkan menyeret satu-satunya teman perempuan dalam posisi sulit.

"Ah sudahlah, aku malas membahasnya." Seokjin kembali mengisi mulutnya dengan naengmyeon yang begitu ia rindukan. "Aku akan datang makan dan melihat bagaimana mereka merangkak untuk merayuku."

Jika sudah begini, sisi sarkas Seokjin mampu mengubah atmosfir menjadi sangat dingin bahkan beku. Mereka bertiga tahu, putra tunggal CEO yang menguasai 47% wilayah Daejeon yang merupakan satu dari enam kota metropolitan Korea Selatan itu punya banyak sisi mengerikan yang kadang sulit terkendali.

JinHit Financial Group sudah dikenal seluruh dunia, melakukan kerjasama dengan berbagai Negara besar bahkan memiliki peran penting dalam tumbuh kembangnya perekonomian suatu Negara. Bahkan di satu bulan terakhir masa wajib militer, Seokjin melihat namanya terpampang di daftar Forbes 30 under 30 dalam salah satu daftar orang berpengaruh kategori keuangan dan modal venture. Meski baru menduduki posisi COO atau sering dikenal sebagai excecutive vice president, prestasinya tidak diragukan dalam hal pengelolaan, analisa serta pengambilan keputusan. Keluarga Kim memang dikaruniai garis darah yang hebat, bahkan sang ibu yang dulunya merupakan seorang model kini sudah menciptakan modeling agency yang cukup disegani.

Dari semua kesempurnaan itu, seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam hidupnya hingga tua. Namun, ada banyak hal yang sebenarnya ingin lelaki itu hilangkan atau bahkan memutar kembali takdir dan meninggalkan posisinya, bukan tidak merasa cukup dan bersyukur tetapi kadang ada sesuatu yang dia inginkan dan sudah pasti tidak bisa dimiliki.

"Kebebasan. Merdeka menentukan apa yang kalian mau dan apa yang kalian tolak. Itu lebih kuinginkan dari semuanya."

Kalimat itu yang menjadi alasan kuat lelaki dengan bibir sexy lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, ketiga temannya pun paham bahwa sejak dulu Seokjin hidup di bawah kungkungan kedua orang tuanya. Hampir segala aspek ia miliki, bahkan mungkin hukum bisa ia kuasai dengan satu jentikan jari. Namun, hidupnya seperti boneka yang dirantai, ia tidak bisa ke kiri saat komando memintanya ke kanan dan harus terus berlari meski ia sudah kelelahan.

"Aku hanya berharap memilik satu orang yang bisa melepaskan semua jerat."

Mereka paham bagamana Seokjin berjuang untuk menemukan orang itu, gadis yang tidak lagi melihatnya sebagai Putra Kim Seonho melainkan sebagai Kim Seokjin. Dirinya sendiri.

"Jika aku sudah menemukannya, kuharap dia akan menetap bersamaku."

---- °• ----

Stay With MeWhere stories live. Discover now