AP || Jeon Jungkook

26 20 0
                                    

"Jeon-ah ... to-tolong aku."

Suara lemah itu terdengar menyakitkan, Jeon yang baru melihat keadaan sekitar cukup dibuat terkejut. Bom yang meledak reaksinya jauh dari bayangan orang awam, sebuah tempat mampu disapu rata dalam satu kedipan mata menjadi kenyataan terburuk yang tidak akan bisa diterima begitu saja.

"Nam Jil, bertahanlah."

"Je-jeon .... " lirih gadis itu meringis, ada luka berdarah di area pelipis.

Jeon hendak membawa gadis itu, tetapi seseorang lebih dulu memakaikan selimut dan menggendongnya pergi. Hal yang membuat Jeon benar-benar menyesal, sebab itu adalah kali terakhir ia mendengar Nam Jil menyebut namanya dengan akrab.

[ ... °°°... ]

Getar Icom IC-A25M HT Air Band mengalihkan atensi lelaki yang tengah siaga di balik Barret M95, ia meraih benda kotak itu dan menekan tombol untuk menerima pesan. Suara hembusan angin tidak menggangu fokusnya, dengan tatapan elang ia masih mengintai dari gedung tertinggi di area Gangnam.

Seven, waspada arah jam dua.

Retinanya fokus akan sasaran bidikan, ia hanya mendengar perintah dari seberang yang bertugas memastikan targetnya terkunci dengan aman. Keningnya berkerut saat memicingkan mata kanan, jemari yang berbalut finetop taktis super bersiap menarik pelatuk.

Lepas.

Tepat ketika titah usai diucapkan, peluru .50 BMG melesat cepat dan tepat mengenai dada kanan seseorang yang baru saja keluar dari restoran. Kerumunan orang mulai mendekati pria yang tengah menekan dadanya sembari disanggah oleh beberapa bodyguard.

Lelaki di rooftop sudah membereskan peralatannya, meletakkan di salah satu box yang tak lama diambil oleh sesosok pria berseragam office boy. Langkahnya sangat santai, seolah pekerjaan tadi bukanlah tembakan perenggut nyawa. Lelaki itu kembali menghidupkan HT miliknya, mengarahkan dekat bibir lalu memberi sebuah pernyataan yang ditutup dengan seringai mengerikan.

"Target 473 selesai."

Duccati silver dipacunya dengan brutal, melewati kerumunan yang mulai semakin padat ditambah datangnya pihak berwajib yang menambah sesak. Seseorang di sana menunggu, ia menghentikan motornya dan membiarkan lelaki dengan setelan kemeja santai naik di pembonceng. Keduanya pun menghilang dari pandangan, membiarkan polisi dan para bodyguard kebingungan mencari tahu darimana datangnya peluru mematikan tersebut.

"Minumlah, kau pasti sangat senang hari ini," ujar lelaki pemilik apartemen sembari menyodorkan sekaleng cola.

"Siapa yang tidak senang jika pekerjaannya berjalan dengan baik."

"Kapan kau akan berhenti?"

Jeon menatap lelaki yang sedang menuang whisky ke dalam gelas, mengamati gerakannya melempar es balok mungil sebagai pelengkap.

"Kau memintaku untuk melakukannya? Wae?"

"Ini sudah terlalu berbahaya, kau tidak mungkin selamanya bisa menghindar dari mereka."

Jeon meneguk cola sembari menatap sekitar, ada gemuruh lain yang memuncak dalam diri ketika mengingat alasannya berada sampai sejauh ini. Kehidupan bukan hanya berisi kebiasaan yang selama ini kita jalani, terkadang harus ada pengorbanan untuk menyelamatkan sesuatu yang berharga. Jeon melempar kaleng cola yang sudah tandas tepat ke kotak sampah, merebahkan tubuhnya di sofa sembari menatap ke arah langit-langit yang tampak tengah mengejek hidupnya.

"Kau masih berusaha menemuinya?"

Pertanyaan itu datang dari lelaki berpunggung lebar dengan segelas whisky di tangan, berdiri menatap dunia luar melalui jendela kaca apartemennya. Jeon memejamkan mata, seolah tengah bersiap membuka sebuah luka yang tak seharusnya ia rasa.

A Promise [TELAH TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora