01. When I see ur face

32 12 5
                                    

Jam tangan menunjukkan pukul 15

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Jam tangan menunjukkan pukul 15.30. Kaneishia atau yang biasa dipanggil Kanei segera membereskan alat tulis, buku dan barang-barangnya yang berhamburan di atas meja.“Piket Nei?” Lava bertanya.

Kanei mengangguk, “kalo mau duluan, pergi aja gapapa,” tuturnya.

Lava menggeleng, “nggak ah, ntar lo sendirian. Kalo diculik gimana?” canda Lava.

“Astaga, gue bukan anak kecil ya, Lav. Lagian ada Kai sama Rania,” sahut Kaneishia seraya melanjutkan pekerjaan menyapunya yang tertunda.

Jadwal piket sehari dalam seminggu ada enam anak yang terbagi lagi menjadi tiga anak dalam sehari untuk mendapatkan jadwal piket pagi ataupun sepulang sekolah. Dan, kebetulan, kali ini Kanei mendapatkan jadwal piket sepulang sekolah.

“Udah, sono. Ntar kalo telat dimarahin kan berabe,” ujar Kanei mendorong Lava yang sedang menyandarkan punggungnya di dekat pintu keluar kelas.

Lava menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri, berusaha melepaskan cengkraman Kanei pada tasnya. “Nanggung, lagian masih nanti ekskulnya,” ucap Lava.

Kanei menyipitkan matanya curiga, “beneran? Ntar kalo dimarahin gegara telat, gue nggak tanggung jawab,” kata Kanei mengangkat bahunya tak peduli.

“Iya-iya bawel. Lagian, kan gue yang telat kenapa lo yang ribet,” ujar Lava.

Kanei yang baru saja akan meletakkan sapu di gantungan yang terletak di sudut ruangan membalikkan badan, “gue nggak enak kalo misalnya lo telat gegara nungguin gue piket,”

“Sans, kayak sama siapa,” sahut Lava.

Setelah selesai membereskan peralatan kebersihan, Kanei menyambar tas ranselnya yang tergeletak diatas meja sembari melihat jam yang melingkar cantik di pergelangan tangan kirinya. “Mati gue. Duluan Lav, bye.” Ujar Kanei pada Lava yang asyik mengunyah permen karet seraya menyandarkan punggung pada pilar yang menjulang tinggi di koridor sekolah.

Lava berdiri tegak, menggelengkan kepala seraya menatap Kanei yang sudah menghilang di belokan koridor, “nah loh, kena juga kan lo gegara ngomel terus,” monolog Lava.

Gadis itu melangkah santai menuju lapangan indoor dibelakang sekolah, menenteng tasnya dengan satu bahu dengan mulut yang masih mengunyah permen karet.

“Halo Lava magma,” Lava mendesis kaget ketika punggungnya ditabrak dengan sebuah rangkulan sok akrab dari Kai.

Lava tersenyum paksa sebelum menyingkirkan tangan Kai dari pundaknya, “halo, lain kali kalo nyapa orang tuh yang sopan, yang hati-hati, jangan terlalu brutal.” Nasehatnya.

“Kan ini spesial buat lo, Lav. Biar tabokan cinta dari gue masuk ke hati lo,” ujar Kai seraya mengedipkan matanya.

Lava bergidik ngeri, “amit-amit, geli gue Kai,” sahut Lava yang ditanggapi dengan tawa renyah oleh Kai.

Kuas Dan KanvasDonde viven las historias. Descúbrelo ahora