Bab 25 : Hadapi Bersama

6.2K 869 118
                                    

Jangan lupa vote dan komen kawan ✌️
















Lelah, itulah hal yang paling Jeno rasakan hari ini. Tubuhnya lesu, semangatnya surut. Ayahnya benar, bahwa menjadi dewasa itu sangat sulit.

Rasa bersalah mengendap di dalam dadanya. Ia merasa gagal tak jua menemukan pekerjaan. Pulang dengan tangan kosong, tanpa adanya kabar gembira. Jeno takut jika Renjun kecewa padanya.

Pin Apartemen ia tekan, sehingga kini pintu bisa terbuka. Hari sudah larut, Jeno penasaran sedang apa kiranya sang Istri sekarang. Matanya beredar ke setiap sudut ruang tamu, tak kunjung ia temukan sosok manis yang bertengger mengisi hatinya.

“Renjun–ah...” panggilnya, namun masih tak jua mendengar jawaban dari si pemilik nama. Hingga kaki kokohnya ia bawa ke ruang tengah apartemen itu, melihat si manis yang ternyata tertidur di sofa. Jeno yakin Renjun pasti kelelahan karena menunggunya.

“Sayang... Aku pulang” ucapnya lembut, berlutut di depan sofa, menghadap pada wajah sang Istri yang masih terlelap.

Renjun yang merasa terusik dalam tidurnya terbangun kala merasakan usapan dingin menyapa pipinya. Perlahan sepasang netranya terbuka, menerjap demi memfokuskan pandangan siapa kiranya sosok yang kini sedang ia lihat.

“Jeno?” ucapnya pelan memastikan jika memanglah sang Suami yang kini sedang mengusap pipinya.

“Iya sayang, aku di sini” kalimat itu menghangatkan hati Renjun. Ternyata manusia yang sedari tadi dinantinya, akhirnya sudah tiba. Dapat Renjun lihat gurat lelah yang kini menghiasi wajah tampan Jeno. Mata sayu, dan kemeja yang sudah tak berbentuk rupanya.

“Kenapa tidur di sofa? Tubuh mu nanti sakit” tanya sang dominan.

Renjun beranjak bangun, dan duduk, membiarkan sisi lainnya yang kosong kini ditempati oleh sang Suami. “Selesai memasak tadi aku mengantuk, maaf ya, seharusnya aku menyambut mu” ujarnya.

Senyuman manis Jeno berikan pada insan yang kini menjadi teman hidupnya. Gelengan kecil hantarkan sebagai respon dari ucapan yang dilontarkan si manis. “Tidak apa, kau memang harus banyak istirahat. Lagi pula hari ini aku belum berhasil, jadi tidak perlu sambutan khusus. Istriku ini belum makan rupanya? Ayo makan... Jangan tunggu aku lain kali ya? Kesehatan mu lebih penting”

Jeno hendak berdiri dari duduknya. Kini yang harus dilakukannya adalah makan bersama dengan Renjun, mengingat submissive itu ternyata menunggunya. Namun, tangan kokoh milik Jeno di tarik sebelum sempat Jeno berdiri tegak. Alhasil kini ia kembali menjatuhkan bokongnya di sofa itu.

“Hari ini melelahkan ya? Kemarilah”

Renjun melemparkan sebuah tanya sederhana namun mampu membuat jantung Jeno berdegup kencang. Tanya sederhana yang begitu dalam artinya. Tanya sederhana yang sebenarnya sangat Jeno butuhkan.

Renjun mengulurkan tangan memberi tanda agar Jeno segera masuk ke dalam pelukan, namun pemuda itu justru menatapnya dalam. Ya, Jeno masih senang memandangi wajah ayu sang Istri. Hangat rasanya, walau Jeno tahu Renjun masih belum mencintainya, seperti ini sudah menjadi hal yang sangat istimewa untuknya.

Jeno menelusup masuk ke dalam pelukan Renjun. Mendekap erat tubuh yang dulu terasa mungil, kini lebih berisi karena adanya bayi mereka. Tak apa, Jeno menyukainya, rasanya lebih menyenangkan, karena artinya Jeno bisa memeluk dua orang sekaligus.

“Terima kasih sudah mau berusaha ya? Tidak apa... Besok kita coba lagi”

Kalimat Renjun terasa seperti mantra bagi Jeno. Nyatanya kelelahan yang sempat ia rasakan bisa menguap begitu saja setelah mendapatkan pelukan dari sosok tercintanya. Jeno lega sekaligus bersyukur di dalam hati, Renjun tak menunjukkan raut kecewa, justru malah sebaliknya, ia mendukung Jeno sepenuhnya.

CHILD - NorenWhere stories live. Discover now