(13) 3. Katanya: Kalau Nggak Ada, Baru Kerasa 2

383 97 35
                                    

Pagi itu, Voni nggak akan lupa hal paling penting. Yaitu, mengingatkan Morin perihal tas.

Voni:
Rin, tolong ya.
Jangan sampai lupa bawa tas aku.

Morin:
Oke, Ni.

Balasan pesan Morin membuat perasaan Voni agak mendingan. Agak lebih enteng dan nggak jadi kepikiran berlarut-larut gitu. Dia bisa melanjutkan aktivitasnya dengan lebih ringan.

Sarapan sudah tersaji di meja makan. Bekal buat Giri, Jordi, dan Ciko juga sudah beres. Voni berniat untuk memanggil sang ayah yang masih bersiap ketika ada suara memanggil di depan.

"Voni."

Voni mengurungkan sejenak niatnya. Alih-alih ke kamar Giri, dia pun ke depan demi melihat siapa yang pagi-pagi sudah datang.

"Tante Lani."

Seorang wanita paruh baya tersenyum melihat kedatangan Voni. Di tangannya ada sepiring pisang goreng dan dia berkata.

"Tante bawain pisang goreng."

Voni menyambut piring tersenyum dengan penuh suka cita. "Wah."

"Buat sarapan," kata Lani. "Walau Tante tau sih kamu pasti sudah buat sarapan, tapi kebetulan Tante goreng pisangnya kebanyakan. Tante kan cuma sama Ihsan. Pasti nggak bakal habis. Apalagi Ihsan nggak terlalu suka makan pisang goreng."

Menjadi tempat berobat orang-orang di kompleks, Lani sang bidan tinggal berdua saja dengan putra bungsu. Anak yang lain sudah menikah sementara suaminya telah meninggal sekitar lima tahun lalu.

"Papa yang suka makan pisang goreng," kata Voni seraya mengangguk sekali. "Makasih, Tan."

"Sama-sama."

Voni menunggu Lani pergi terlebih dahulu sebelum beranjak masuk. Dari jarak yang nggak seberapa, dia bisa mendengar keriuhan di meja makan.

"Siapa, Ni, yang datang?"

Jordi menyambut kedatangan Voni dengan satu pertanyaan. Nggak peduli mulutnya saat itu sedang penuh dengan bihun dan aneka sayur, dia tetap bertanya.

"Tante Lani," jawab Voni seraya menaruh pisang goreng di meja makan. "Kasih pisang goreng."

Semua mata melihat pada sepiring pisang goreng itu. Tampak menggiurkan dengan kriuk dan warnanya yang pas, kuning kecokelatan yang sempurna.

"Tante Lani memang baik banget. Pagi-pagi sudah kasih sarapan saja."

"Mungkin itu ucapan terima kasih."

Ciko menimpali seraya menambah isi piring. Agaknya bihun tumis Voni pagi itu benar-benar masuk seleranya.

"Kapan hari kan aku dan Papa nangkap maling yang mau curi helm Ihsan."

Giri tergelak seraya menuntaskan sarapan. Sekarang dia beralih ke pisang goreng dan kopi hitam yang masih tersisa setengah.

"Sebelum ada kejadian helm, Tante Lani juga baik kan?"

Tampak menimbang sejenak pertanyaan Giri, akhirnya Ciko angguk-angguk juga. Mau tak mau dia membenarkan. Apalagi kalau ingat entah sudah berapa kali demamnya diobati secara gratis sama Lani.

Dasar Ciko!

Keriuhan meja makan berakhir sekitar lima belas menit kemudian. Nggak cuma itu, rumah pun praktis sunyi ketika Giri, Jordi, dan Ciko sudah pada pergi. Menyisakan Voni seorang diri yang nggak buang-buang waktu buat langsung bersiap juga.

Bisa ditebak. Tiba di GALAXY, pikiran Voni langsung tertuju pada Morin. Jadi nggak heran kalau dia buru-buru ke ruang guru. Bahkan saking nggak sabar buat megang tas Ciko, dia langsung menemui Morin tanpa mampir ke mejanya dulu.

Hunky Dory 🔞 "FIN"Donde viven las historias. Descúbrelo ahora