4

1.6K 346 29
                                    

Makan malam keluarga itu berlangsung hangat, keluarga Hyuuga duduk di sisi kanan meja makan besar di kediaman Otsutsuki sedangkan di sisi kiri ada keluarga tuan rumah.

Para pelayan sibuk mengangkat piring menu utama yang sudah selesai disantap dan bergegas menggantinya dengan pencuci mulut.

"Terima kasih sudah datang jauh-jauh kemari untuk memenuhi undangan." Hamura berucap sopan dan membuka pembicaraan santai selepas makan malam.

"Justru kami yang berterima kasih atas undangannya." Hiashi menenggak air mineral di dalam gelasnya.

"Toneri sangat berterima kasih atas bantuannya selama di Yamaguchi, dia banyak belajar di sana." Hamura menepuk bahu putranya dengan pelan.

"Ya, sungguh pengalaman yang sangat berharga." Toneri mengangguk.

"Semoga bisnismu berjalan lancar." Ucap Hiashi dengan tulus.

"Tapi aku ragu jika harus jadi saingan bisnismu." Ungkap Toneri secara jujur.

Tiga pria di meja makan itu lalu tertawa dan membicarakan banyak hal soal bisnis dan pekerjaan.

"Untuk apa jadi saingan jika bisa bekerja sama?" Hamura menyarankan jalan tengah bagi dua pebisnis lintas usia itu.

"Itu ide yang cukup menarik, kita bisa bicarakan soal kerja sama." Hiashi akan dengan senang hati membuka tangan untuk membantu bisnis satu sama lain.

"Toneri, bergeraklah sebelum terlambat." Hamura mendukung sepenuhnya jika putranya ingin melebarkan sayap bisnis pribadinya.

"Em, akan kulakukan satu persatu." Toneri mengangguk. "Agar tidak terlalu serakah di mata Tuan Hiashi."

"Ah, selain ingin bekerjasama soal bisnis, kurasa putraku ingin menjadi kandidat calon menantumu, apa ada kesempatan?" Hamura berucap serius namun dengan nada canda yang mencarikan suasana.

"Tentu saja ada kesempatan asal berusaha untuk membuktikan diri." Hiashi berdehem pelan. "bisnis bisa berjalan setelahnya."

Toneri menenggak minuman dengan santai sambil melirik ke arah wanita cantik yang duduk di samping istri Tuan Hiashi.

Hinata tahu bahwa pembicaraan seperti ini yang akhirnya akan dibicarakan karena Ibu sudah memberitahunya kemarin malam bahwa ada rencana perjodohan.

"Jika Hinata bisa memberi tangan terbuka." Toneri kembali bergumam.

"Tentu saja, kudengar dia menjadi Arsitek untuk hunian barumu, kaliam pasti sudah cukup dekat dan tak perlu dikenalkan lagi." Hiashi menoleh ke arah putrinya.

"Oh, Hinata Arsitek yang sering kau bicarakan itu?" Hamura tersentak dan bertanya pada putranya.

"Ya, kebetulan yang seperti takdir kan?" Toneri menoleh ke arah ayahnya dan mengiyakan pertanyaan tersebut.

"Sepertinya semesta pun mendukung kalian berdua." Hamura tersenyum setelah itu.

"Kalian bisa saling mengenal lebih jauh terlebih dahulu, tak perlu terburu-buru." Hikari angkat bicara tanpa menatap suaminya. Dia tahu putrinya merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini.

"Ya, tidak perlu terburu-buru." Gumam Toneri, dia akan dengan senang hati mulai mencuri perhatian wanita itu.

...

"Bagaimana makan malamnya?" Toneri lalu mengajak Hinata bicara berdua di halaman samping sambil menikmati teh. Sedangkan para orangtua pergi ke paviliun untuk melihat koleksi buku milik ayahnya.

"Menyenangkan, terima kasih untuk jamuannya." Hinata tersenyum sopan. "Ayahmu sangat bersemangat."

Toneri terkekeh "begitulah dia, selalu nampak sepuluh tahun lebih muda jika membicarakan soal pekerjaan."

Apple of My EyeWhere stories live. Discover now