Aku pikir akan segera mendapatkan kamar tidur milikku sendiri. Namun, Ronan bersikeras menempatkanku sebagai guling tambahan alias AKU SELALU TIDUR BERSAMANYA!
Balita juga butuh privasi. Di panti pun aku terbiasa tidur ... hmm oke, aku koreksi. Di panti aku terbiasa tidur berjejal dengan balita lain. Kadang bersama balita yang sering mengompol, kadang yang suka meneteskan iler, dan yang terparah “pemilik tendangan sakti”. Bisa dibayangkan seringnya aku mengalami KDAB, Kekerasan Dalam Adab Balita.
Sekarang seharusnya aku punya kamar sendiri! Pink pun tidak masalah! Sekalipun nanti kamar itu dihiasi boneka stroberi, karpet bulu merah jambu, gorden merah muda, dan SEMUA WARNA IMUT KELUARGA BESAR PINK pun aku terima. Tidak masalah. Bisa nego kok! Berikan aku kamar sebelum balita ini henshin jadi Ranger Merah!
“Papa, kamar,” aku merengek, mati-matian memeluk kaki Ronan. “Kamar.”
Ronan yang tengah berdiri di depan cermin pun akhirnya mengalihkan pandang kepadaku. Dia tengah bersiap ke kantor dan, seperti biasa, terlihat tampan serta gagah. “Baby Kayla, nggak boleh.”
Huwooo Ronan memamerkan senyum berkuatan setara El Nino. Aku sempat terkena bengek dan lupa cara menyemangati paru-paru agar bisa bernapas. Sean? Dia PASTI tidak ada apa-apanya di hadapan papaku! Adu saja! Pasti papaku yang menang!
Ei sadar! Aku tidak boleh mundur begitu saja. Misi utama! Kamar pribadi!
“Papa, kamar. Ya? Ya?”
“Kayla, Papa janji kalau kamu nggak nakal, Papa akan menghubungi Dean dan Felix,” Ronan mencoba berunding denganku. “Kamu pasti ingin bertemu dengan mereka, bukan?”
“Dean?”
Semangat dalam diriku pun meletup seperti kembang api di malam musim panas. DUAR DUAR DUAR.
“Kamu bahkan bisa bermain dengan mereka,” ujar Ronan yang kini berjongkok di hadapanku. “Nanti siang kamu bisa bertemu dengan mereka. Bagaimana?”
Hei ini tidak adil! Kamar pribadiku! But, Dean? “Oke!”
Ternyata aku mudah disogok.
Cih betapa gampangannya diriku.
***
Siang itu Asisten Chen datang. Aku sempat mengira Ronan akan ikut, ternyata tidak. Aku hanya ditemani oleh Asisten Chen yang beralih profesi menjadi pengasuh sepanjang siang.
Lebih baik mereka sih daripada Ian. Bersama Ian bisa dipastikan kesejahteraan pipiku terancam! Dia sama sekali tidak bisa menahan diri! Pantas saja Aine memilih Sean di masa depan.
Omong-omong mengenai Asisten Chen. Hmm apakah memang asisten bos besar juga merangkap pekerjaan sebagai penjaga bayi maupun penyedia layanan lainnya, yang tidak berhubungan dengan urusan kantor? Sepertinya menjadi asisten bos besar itu berat. Ck ck ck aku akan coba rayu Ronan agar menaikkan gaji Asisten Chen.
Kami, aku dan Asisten Chen, berkunjung ke salah satu mal yang ada di Kota Metro. Sama seperti mayoritas mal yang menyediakan tempat bermain bagi anak-anak di sana ada kolam bola, lempar gelang, dan entah aku tidak tertarik. Satu-satunya yang ingin kutemui hanyalah Dean!
Asisten Chen menggendongku seolah aku bisa lenyap di tengah kerumunan manusia. Dia bahkan menyarankan Bibi Eliza agar mendandaniku dengan rok dan atasan bergambar kelinci. Tidak tanggung-tanggung Bibi Eliza pun memasangkan bando berhias sepasang telinga kelinci. Haaah selera orang dewasa di sekitarku memang sedikit nyentrik.
“Om,” panggilku saat berada di depan arena bermain.
“Tenang,” Asisten Chen menjawab, “Om sudah kirim fotomu kepada Papa.”

YOU ARE READING
VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)
FantasyBagaimana bisa aku terjebak dilema sebagai antagonis sampingan? Sebagaimana takdir seorang antagonis walau kelas receh sekalipun; kalah saing dengan female lead, dicuekin male lead, kemudian mati sengsara akibat terlalu sering membuat siasat licik...