11 | Merancang metode

2.2K 522 11
                                    

Ketika seorang anak akan memasuki masa sekolah mungkin para orangtua umumnya akan melakukan persiapan dengan mencari sekolah mana yang akan menjadi tempat belajar putra-putri mereka, mencari info pendaftarannya, hingga menyiapkan perlengkapan sekolah. Namun, sebagai orangtua Oca hal itu menjadi hal terakhir yang kupikirkan. Persiapan pertama dan paling utama yang kulakukan untuk menyambut masa sekolah Oca adalah berkonsultasi dengan Bu Shintia─terapis yang menangani Oca. Aku membutuhkan pendapat juga sarannya sebagai tenaga ahli sekaligus orang yang lebih memahami kondisi kesehatan mental Oca dibanding aku.

Di sepanjang perjalanan menuju jalan pulang ke rumah, aku lebih banyak terdiam. Ada banyak sekali hal dan rencana yang ingin kulakukan setelah berkonsultasi dengan Bu Shintia. Beliau bilang kondisi mental Oca saat ini jauh lebih baik dan mungkin kita bisa mencoba melakukan lagi beberapa terapi yang sebelumnya kurang berpengaruh pada Oca.

"Ma, aku boleh mampir ke mall dulu gak? Aku mau ke toko buku. Ada beberapa barang yang harus kubeli," ucapku pada Mama Andira yang hari ini ikut menemaniku mengantar Oca terapi.

"Buat keperluan di daycare ya?" tanya Mama Andira.

"Iya, buat keperluanku di rumah juga sih, Ma."

Mama mengangguk-anggukkan kepalanya. "Boleh aja, Din. Berarti Mama bawa Oca pulang duluan ya?"

"Iya, tolong ya, Ma," sahutku dan Mama mengacungkan ibu jarinya menyanggupi permintaan tolongku.

"Sayang, gak apa-apa ya Mamiss tinggal dulu. Oca ikut pulang sama Oma ya." Kali ini aku bicara pada putriku dan ia pun mengangguk.

Usai menurunkanku di depan sebuah mall, Pak Wandi melanjutkan perjalanan mengantar Mama Andira dan Oca pulang ke rumah. Begitu mobil mereka melaju pergi, aku lantas melangkah masuk ke dalam mall dan langsung menuju toko buku. Aku hendak membeli beberapa peralatan yang sudah kurencanakan dalam pikiranku.

Bersama dengan tas belanja di tangan, aku menyusuri rak demi rak di dalam toko. Meninjau dengan seksama barang-barang yang mungkin aku perlukan untuk membuat reward chat. Ya, pasca konseling dengan Bu Shintia yang mengusulkan akan kembali mencoba menerapkan metode terapi desensitisasi sistematis untuk mengatasi fobia Oca, aku jadi terinspirasi untuk mengaplikasikan metode itu juga di rumah dengan memadukannya bersama prinsip token economy lewat reward chart agar Oca bisa semakin termotivasi lagi dalam menaklukan rasa takutnya.

Aku akan mencoba menghadapkan Oca pada rasa takutnya secara bertahap hingga nantinya Oca akan dapat merasa terbiasa jika berhadapan dengan situasi yang semula ditakutinya. Dengan demikian maka perasaan takut itu akan menjadi semakin kecil dan terkendali. Setiap kali Oca berhasil melewati satu tahap, aku akan memberikannya hadiah untuk membuatnya semangat naik level ke tahap selanjutnya.

Aku memastikan kembali apakah barang-barang yang kumasukkan dalam tas belanja ini sudah lengkap atau belum. Setelah yakin bahwa semua barang yang kuperlukan sudah kumiliki di tas, aku langsung menuju kasir untuk membayarnya dan keluar dari toko menuju ke tempat lainnya lagi untuk mencari bahan lain yang kubutuhkan dan tak tersedia di toko ini.

***

Aku tiba di rumah begitu hari memasuki senja. Sebelum masuk ke kamarku, aku menyempatkan mengecek keadaan Oca di kamarnya yang kata Mama masih tidur sejak pulang terapi tadi. Aku mengusap pelan dahinya yang tertutup oleh poni. Suatu hal yang kusadari selama menjadi ibu sambung Oca. Gadis itu kerap tertidur usai pulang dari kegiatan terapi. Entah karena lelah atau lega. Aku harap opsi kedua yang menjadi jawabannya.

Tak ingin mengganggu waktu tidurnya, aku kembali keluar dari kamar Oca dan menuju kamarku. Kuletakkan tas belanjaku di atas kasur selagi aku membuka outer yang kukenakan. Hawa panas juga debu dari jalanan membuat tubuhku terasa likat oleh keringat. Aku pun memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum mengeksekusi hasil belanjaanku.

Kelap-Kelip Dinar (sekuel Kepingan Dirham)Where stories live. Discover now