Freedom

471 19 0
                                    




Seorang gadis yang sudah berusia 19 tahun bulan lalu terlihat sedang berjalan menuju ruang keluarga, tempat kedua orangtuanya duduk sambil menonton televisi. Jeans pendek sepaha dengan benang kain yang tak keruan di bagian bawah itu ia naikkan saat merasa sedikit melorot.

Tanpa sapaan, ia duduk di pinggiran sofa, meletakkan tangannya bertumpu pada tangan sofa dengan pandangan wajah seolah ikut fokus melihat televisi. Kedua orangtuanya tertawa menikmati hiburan komedi, sementara ia masih memasang wajah datar tanpa minat.

Jarinya bergerak gelisah, kedatangannya ditunggangi sebuah niat yang sudah ia rencanakan dari  dua bulan lalu.

"Ayah, Bunda," ujarnya pelan.

Sang ayah yang posisinya berada di samping anaknya menoleh.

"Kenapa, Kak?"

"Kakak mau bicara serius, bisa matikan televisi sebentar?" Kini wajah gadis itu menoleh.

Ayahnya langsung memencet tombol di remote, membuat istrinya mengerutkan kening heran melihat televisinya mati.

"Kenapa dimatiin?" tanya sang istri.

"Thalia mau ngomong serius," jawab suaminya.

Wanita bernama Renata itu kini memiringkan posisi, memberikan seluruh atensinya pada anak tertuanya.

"Mau ngobrol apa, Sayang?" tanya Renata.

"Kakak, kan, udah gede. Umurnya udah 19 tahun, terus tadi hari terakhir PKKMB di kampus. Boleh gak, Kakak minta kebebasan?"

"Kebebasan?" Pria bernama Reno itu mengerutkan kening bingung. "Ayah gak pernah ngekang Kakak loh, kebebasan seperti apa yang Kakak minta?"

"Kak ... kamu gak minta yang aneh-aneh, kan?" tanya Renata waspada.

"Kakak mau kos sendiri, mau cat rambut, intinya mau mandiri."

Mata Renata melebar, tiba-tiba suasana malam itu terasa panas hingga ia merasa kekurangan napas.

"Kak ... kampus kamu itu gak jauh dari rumah. Ngapain kos? Kalau warna rambut Bunda masih bisa terima, tapi jauh dari rumah ..." Renata menggelengkan kepala, "Bunda gak setuju."

Gadis itu sudah menduga jika bundanya tidak akan membiarkannya keluar rumah dengan mudah.

"Kasih Ayah alasan kuat kenapa Ayah harus izinin kamu."

"Reno, apa-apaan, sih?" Renata memperlihatkan wajah protesnya. "Aku gak setuju dengan alasan apa pun, kenapa kamu malah kasih izin?"

Reno menggerakkan dagunya agar Renata melihat ke arah anaknya. "Dengerin dulu."

Renata berdecak kesal, lalu ikut memperhatikan anaknya.

"Sederhananya Kakak mau Ayah sama Bunda percaya kalau Kakak bisa tanggung jawab sama diri Kakak sendiri."

"Kakak sudah merasa dewasa?" tanya Reno.

Gadis itu mengangguk tanpa ragu.

"Berarti sanggup menghadapi dunia orang dewasa?" tanya Reno memastikan.

Kali ini anggukkan tak langsung tercipta, ada jeda sebentar.

"Termasuk membiayai pendidikan kuliah sendiri? Membiayai uang kos sendiri? Cari makan sendiri?"

Gadis itu membeku, ia tak berpikir sejauh itu. Ia hanya ingin tinggal di luar rumah dengan biaya orang tua yang tetap mengalir. Sementara Reno tersenyum puas, anaknya tidak akan berani.

"Ok."

Reno terkejut, apalagi Renata. Namun, Reno langsung menguasai diri.

"Kalau gitu boleh."

Gravitasi | Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang