1

2.8K 200 33
                                    

NELLE

Negeri yang berdiri di atas hamparan pasir. Yang berada langsung di bawah teriknya matahari. Yang selalu diterpa badai di penghujung tahun.

Tiada kesejukan. Tiada tanah subur. Tiada air. Hanya soal bertempurlah yang mereka kenal. Demikian adalah negeri para petarung yang hanya orang-orang tangguhlah yang mampu bertahan sampai akhir.

Suara yang menggema terdengar amat sangat riuh, menelisik telinga, dan menggelitiki gendang telinga.

Orang-orang mulai sibuk dengan apa yang sedang masing-masing mereka kerjakan. Berjualan bagi mereka yang seorang pedagang. Membuat karya seni jika mereka seorang seniman. Semua nampak pada sibuk, tak peduli meski pada faktanya malam mulai melarut. Gelap mulai menyingsing rasa kantuk.

Dan lelah mulai menyelimuti diri.
Semua pada sibuk, tiada kata diam bagi mereka sekalipun hari
telah malam.

Angin malam di tengah negeri berpasir mereka adalah yang paling dingin. Lebih dingin sekalipun jika itu dibandingkan dengan derasnya hujan yang hanya dapat mereka rasakan sekali dalam setahun. Sebuah kutukan pernah menimpa negeri mereka yang tandus dan kering ini.

Di mana terdahulu sekali negeri ini bukanlah negeri yang tandusnya macam begini.

Pada eranya dulu, hujan dan salju masih segan untuk turun. Musim masih berjalan dengan normal. Gugur-dingin-semi-panas.

Berurutan mereka datang, secara silih-berganti dengan tatanan yang sudah rapi. Para Dewa-Dewi begitu sayang pada mereka. Memberikan segalanya dengan tanpa pamrih. Mengayomi seluruh negeri dengan perasaan welas-asih.

Namun sebuah kemarahan datang memancing. Sebuah tindakan yang tidak mampu dibenarkan membuat sang Kuasa Alam mengamuk. Jika Dewa-Dewi sudah mengamuk maka sudahlah pasti kesalahan itu bukan hanya sebuah kesalahan sederhana yang mampu dimaafkan.

Kesalahan ini begitu besar, menyangkut banyak hal, melibatkan banyak orang, dan mengikat begitu banyak asas.

Bermula dari amukan satu Dewi hingga memancing amukan lain dari para Dewa. Bukan hanya satu Dewa saja yang marah. Melainkan semuanya! Mereka meluncurkan murka kepada seluruh penghuni
negeri. Menatap ganas pada seluruh penduduk negeri itu.

Mematenkan sebuah petuah jika tak akan ada satupun penghuni negeri ini yang akan menerima pengampunannya. Semua akan terkena imbasnya.

Sebuah negeri indah nan hijau dimusnahkan oleh para Dewa.
Terjadi amukan yang merajalela di seluruh negeri kala itu.Tanah subur nan gembur diganti dengan tanah kering berpasir yang tandus. Musim yang datang dengan bagus di tiap tahunnya dihapuskan. Tiada musim lain selain musim panas di tempat itu sejak saat itu. Tiada hujan, atau boro-boro salju. Tiada hal semacam itu. Yang ada hanyalah panas, panas, dan tandus.

Hijau sudah tidak memanja mata, hanya hamparan pasir cokelat yang terkena terpaan sinar mataharilah yang menyambut penglihatan.
Keadaan tempat itu lambat-laun juga mulai memengaruhi watak dan sikap para penghuninya. Tiada lagi sekumpulan penduduk ramah murah senyum yang menghuni. Semua menjadi berwatak keras.

Berhati dingin. Berperingai licik. Dan bersifat ganas layaknya binatang. Negeri itu berubah dengan sangat total. Di mana-mana hanya ada pasir yang berbiaskan sinar mentari. Di mana-mana hanya ada pertarungan.
Hasrat ingin menang. Dan tidak kesudian diri terhadap kekalahan. Jiwa-jiwa para petarung ulet telah tertanam di diri mereka semua. Menyatu dengan darah dan berdetak dengan kencang selayakanya jantung yang menderu akibat suara dentuman keras yang memekakkan telinga.

NELLE [MARKHYUCK]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora