Pacaran, Yuk!

32.8K 789 34
                                    

Aku mendengar sayup sayup suara adzan, aku mulai terjaga, sepertinya. Tapi mataku masih enggan membuka, entah kenapa aku merasa ada seseorang disebelahku, ‘ah mungkin Cuma perasaanku’ batinku masih ogah ogahan membuka mata.

kresek…kresek…

Aku merasa ada yang bergerak dibawah bed cover sebelahku,dan bukan gerakkanku. Aku mulai berpikir, pelan pelan kubuka mataku, lampu kamarku terang, aku menengok kesamping, dan…..

“Hwaaaaaaa!!!”pekikku tertahan. Kaget melihat sesosok laki laki tidur lelap disebelahku. Laki laki itu terbangun karna pekikan kecilku, dia juga agak kaget, menatapku tengan mata setengah mengatup.

Lho! Lho! Lho! Dia kan? Fauzan? Mataku melebar demi melihat wajahnya yang masih tampak mengantuk

“Kenapa, Ga?kaget ya aku tidur disebelahmu?”tanyanya polos dengan suara parau.

Ya iyalah!

Aku masih memutar otak,nyawaku belum terkumpul. Aku mulai mengingat, Fauzan adalah seorang yang aku temui sekitar dua bulan yang lalu di masjid kampus tempatku bekerja. Dia melamarku, dan uh-oh, aku baru ingat kalau kemarin kami baru saja menikah, dan sekarang kami suami istri yang sah.

“Maaf ya,semalam pas aku masuk kamu sudah tidur lelap,jadi aku tidur saja disebelahmu, ”lanjutnya lagi, kemudian diikuti gerakan mulutnya yang menguap.

Aku Cuma nyengir, menggaruk kepalaku yang sama seklai tidak gatal, bisa-bisanya aku lupa kalau aku udah punya suami? Untung aja dia nggak babak belur kupukuli, dan untungnya aku belum berteriak-teriak seperti orang gila seperti gadis yang mendapati lelaki asing didalam kamarnya yang ternyata suaminya sendiri. Aku jadi teringat, semasa kuliah dulu, teman-teman sering meledek atas penyakit pikun yang telah lama menjangkitiku, “Wah Ega nanti jangan-jangan kalo punya suami juga lupa kalau sudah punya suami,”ugh! Mungkin pas mereka ngomong ada malaikat lewat kali ya, lagian kata-kata kan sebagian dari doa, jadi kan sekarang jadi kenyataan. Aku benar-benar lupa udah bersuami untuk beberapa saat. Dan, uh-oh, dari penjelasan Fauzan, kayaknya semalem aku udah melewatkan malam yang paling dinantikan pasangan pengantin lainnya dengan salah satu aktivitas favoritku deh, tidur.

 “Ah iya,mungkin kecapekan,”jawabku sambil nyengir. Gimana nggak capek kalau hampir sepanjang hari setelah akad, kami dipajang didepan tamu-tamu?

Dia mengucek matanya, Adzan baru saja selesai berkumandang, ”Iya, aku juga capek banget,”

“Aku subuhan di musholla sebelah, ya,” lanjutnya lagi. Aku mengangguk, dan setelahnya ia beranjak meninggalkanku yang masih mengingat-ingat kejadian konyol barusan. Moga aja dia nggak sadar kalau aku sempet lupa udah punya suami.

***

Setelah malam pertama yang terlewatkan, malam kedua kami pun terlewatkan—lagi—karna kami terlalu lelah.  Tadi pagi kami masih harus bercengkrama dengan keluarga jauh yang menginap di hari pernikahan kami, siangnya kami bertolak menuju Lombok untuk bulan madu. Setelah berjalan-jalan dan dilanjutkan dengan acara makan malam, kami pun ‘tewas’ dikamar hotel yang sebenarnya cukup menggoda untuk digunakan beribadah khas suami istri.

“Sudah pernah pacaran?”tanyanya pagi itu seusai kami sarapan di restoran hotel.

“Belum pernah, kalau kamu?”

Eerr...dari obrolan seperti ini, jangan pernah mengira kami menikah karna dijodohkan, pada dasarnya kami menikah karna memang saling tertarik.  Seingatku, awal pertemuan kami adalah saat di Masjid kampus tempatku bekerja sebagai salah satu staff Rektorat, saat itu aku sedang mengikuti kajian islam yang rutin diadakan setiap satu bulan sekali untuk seluruh staff kampus. Aku duduk di pinggir, tepat di sebelah sekat yang memisahkan antara jamaah laki-laki dan perempuan. Aku menemukan ponselnya yang tertinggal di dekat tempatku duduk. Dan begitulah, ia menghubungi ponselnya yang kutemukan, kemudian kami bertemu untuk proses penyerahan ponsel itu.

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang