• Luka 2

104 57 169
                                    

"Apa aku harus begini terus? Kalau seperti ini apakah aku bisa mengatur dan mengatasi dunia ku sendiri diatas aturan orang tua, Lana?"

Shitt dirinya kehilangan kata-kata. Ucapannya begitu realita.

Lana pun menghela nafasnya pelan, memejamkan matanya singkat, dan menghapus air matanya kasar.

"Lara? Anak kuat dan manusia kuat, apakah kamu yakin kalau kamu itu bisa mengatasi masalah ini? Apakah kamu yakin kalau kamu bisa mengubah diri mu yang rapuh kembali menjadi diri yang penuh canda tawa? Apakah kamu yakin jika pada akhirnya, Tuhan memberikan mu kebahagiaan?"

"Nggak, aku nggak bisa mengatasi semua masalah ini sendirian. Aku udah sendiri, jadi aku nggak bisa mengatasi sendiri. Diriku sudah lelah, duniaku sudah hancur, mungkin tak ada kesempatan lagi untuk mencari sebuah canda tawa," ucapnya yang disertai tawa kerasnya.

Andai Lana ada di sampingnya ingin sekali untuk memeluk, dan mengelus kepala Lara. Namun apa daya? Lana sedang sakit, dan harus dirumah untuk menjaga kesehatannya. Hanya bisa chat, dan telfon jika ingin mengetahui keadaan sahabatnya itu.

"Aku juga belum yakin jika pada akhirnya, Tuhan mengabulkan permintaan ku yang sederhana itu, aku hanya ingin bahagia. Namun kenapa, Tuhan masih saja belum berkehendak? Aku nggak yakin dengan itu semua, termasuk diriku sendiri."

"Aku sudah terlalu jauh untuk kembali, aku sudah terlalu lama terpejam hingga harus membuka lagi. Aku sudah nggak sanggup, aku ingin dijemput Tuhan."

Apa-apaan ini? Gadis tersebut mengatakan perkataan yang mampu membuat siapa saja menangis ketika mendengar ucapannya. Apakah seburuk itukah nasibnya? Apakah serumit itu kehidupannya?

"Hai... Nggak ada yang bilang kalau kamu harus mengatasi ini semua sendiri bukan? Ada aku, ada sahabat kamu Lara. Aku bakal terus bantu, aku bakal terus ikut mencari. Yang penting, kamu jangan pernah merasa sendiri."

"Kamu harus yakin, kalau kamu yakin semuanya juga ikut yakin. Kunci utama dalam kehidupan adalah kamu harus yakin dengan apa yang kamu kerjakan."

"Kamu mau pergi? Kamu mau nyerah gitu aja? Apa nggak sia-sia perjuangan kamu selama ini dalam hidup didunia? Perjalanan mu sudah cukup jauh, sedikit lagi kita mau sampai. Kamu mau nyerah dan putus asa? Nggak, nggak boleh! Kamu harus sampai dimana kamu bahagia."

Lalu ia pun menjawab lagi ucapan dari seorang, Lana Pramudhita. Ucapan yang mungkin sering sekali ia utarakan, namun tak pernah bosan untuk didengarkan.

"Aku sekarang jadi ngerasa lebih baik, Lan. Aku beruntung bisa kenal kamu, dan aku juga beruntung bisa menjadi teman kamu."

"Aku mau bilang makasih karena udah ngasih solusi yang baik, makasih sudah menjadi pendengar yang baik, makasih untuk semua perilakumu ke aku dengan begitu baik. Aku hanya ingin kamu sehat selalu, misalkan nanti yang mati aku dulu. Jangan lupa selalu do'ain ya, Lan?"

"Aku yang lebih beruntung bisa kenal kamu, Lara. Aku cuman minta sama kamu, jangan terus berfikir kalo kamu sendiri didunia, jangan sampai kamu berfikir untuk mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari dunia, dan jangan juga menyakiti diri sendiri jika diri sendiri itulah yang menjadi penyemangat untuk kehidupan kamu."

"Nggak, jangan ngomong tentang kematian deh, Ra. Nanti kita mati sama-sama," ucapnya yang sambil terkekeh pelan.

"Nggak ah, aku dulu. Kalau kita mati sama-sama terus yang do'ain aku di alam kubur sana siapa coba? Kan aku cuman ada kamu, terus kalau kamu pergi ya aku juga ikut pergi. Buat apa aku hidup, jika salah satu nyawa aku lepas dan terbang dilangit sana."

Gadis Cantik Dengan Seribu LukaWhere stories live. Discover now