18. Laut

564 58 0
                                    

Sepulangnya bekerja separuh waktu, laut membuka secara perlahan pintu rumahnya. Suasana rumah itu sangat sepi, yang terlihat hanya menampakan tiga ruangan ; kamar mandi, kamar, dapur.

Helaan nafas tersebut terdengar dari bibir laut. Seandainya saja kedua orang tuanya masih hidup, mungkin saja Ia tidak akan pernah merasakan kesepian. Tuhan tak adil kepada dirinya.

Perlahan Ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, bayang-bayangan kedua orang tuanya terus menghiasi ruangan putih abu-abu tersebut. Laut memijat pangkal hidungnya, Ia sangat lelah dan juga pusing.

"Disetiap doa ku, tak lupa pula aku memberikan doa terhadap kedua orang tua ku." Gumam laut.

Ternyata dunia ini terasa tak lengkap, jika kita tidak mempunyai kedua orang tua. Rasanya dunia tak berarti tanpa adanya sosok ibu dan ayah.

****

Di sore hari, laut harus kembali bekerja menjadi kasir di Alfamart yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Jika Laut hanya bekerja di perpustakaan dan menjadi penjual Kuota, maka Ia tidak akan bisa membayar biaya rumah sakit dan tabungan membeli rumah untuk anak-anak jalanan.

Namun, semesta kembali mengujinya dengan mengirim kedua sejoli yang tengah berpacaran di ujung sana. Laut tak sengaja melihat kehadiran kanara dan Tian. Hatinya kembali goyah, prasaan ini hanya bisa Ia kubur dalam-dalam. Lagipula kanara tidak mencintainya.

Betapa terkejutnya kanara dengan kehadiran laut di Alfamart. Cowok itu memakai pakaian kemeja merah khas dengan kasir Alfamart. Setau kanara, laut hanya bekerja sebagai penjual Kuota. Tian tersenyum dengan pikiran meremehkan propesi laut.

Laut tidak perduli dengan tanggapan Tian kepada dirinya. Laut hanya menatap Tian datar tetapi Ia hanya tersenyum kepada temannya. Walaupun kanara melakukan kesalahan besar Ia tidak bisa marah kepada gadis itu.

Kanara dan Tian yang berniat membeli Oreo black pink untuk kanara, itupun mengurungkan niatnya tak kala melihat kehadiran laut di sana. Kanara dan Tian  mereka menghampiri laut.

Gelak tawa itu terdengar dari bibir Tian. Namun, laut hanya terdiam dengan raut wajah yang datar.

"Gua kira lo orang kaya karna marga Lalu, eh ternyata lo cuman pegawai Alfamart. Nggak heran sih karna lo kan nggak punya orang tua." Sindir Tian.

Kanara mencubit lengan pacarannya, mulut Tian kadang-kadang suka keceplosan. Kanara tidak enak hati kepada laut, karna Ia tahu bagaimana rasanya menjadi seorang anak yatim.

Tian boleh menghina dirinya namun tidak dengan orang tuanya. Haruskah Tian melibatkan orang tuanya dalam hal ini?. Bukan karna Ia tidak berani kepada Tian, hanya saja Ia harus bisa membedakan dimana saatnya Ia harus melawan dan terdiam.

"Kasian banget yah kar sama anak yatim piatu satu ini" kekeh Tian.

"Udah Ian, kita nggak boleh kayak gitu sama laut." Kesal kanara, walaupun Ia tidak menyukai laut tetapi ketika jika cowok itu dihina, kenapa dirinya yang merasa panas.

"Oh jadi sekarang kamu belain cowok culun itu?"

Kanara memijat pangkal hidungnya, lalu helaan nafas itu terdengar jelas dari bibir merah muda kanara.

"Bukannya gitu, tapi kamu sadar nggak sih kata-kata kamu itu bikin laut sakit hati!!" Cecar kanara.

Tian tidak habis pikir dengan pacarnya ini. Kenapa kanara terus saja membela laut seakan-akan laut adalah pacarannya, bukan dirinya. Dengan perasaan kesal Tian menepis tangan kanara lalu beranjak pergi meninggalkan kanara dan laut.

DIA LAUT Where stories live. Discover now