Part 4

296 21 1
                                    

   

     Keesokan harinya Seruni mendatangi alamat rumah yang sudah Angga berikan, dua jam setelah jam sekolah usai. Semalam Seruni menghubungi Ibu kepala sekolah untuk meminta nomor laki-laki itu. Dengan banyak pertimbangan dan izin dari orang-orang terdekatnya Seruni akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran Angga sebagai guru les privat anaknya. Angga bilang tidak apa-apa hanya selama tiga kali dalam seminggu. Karena Seruni tidak mau satu minggu full absen dari toko ayahnya, terlebih Seruni baru boleh pulang kalau Angga sudah kembali dari pekerjaannya. Angga bilang tidak lebih dari jam empat sore.

Setelah memencet bel di rumah besar itu, seorang perempuan paruh baya membukakan pintu untuk Seruni.

"Selamat siang Bu, apa benar ini rumahnya bapak Anggara?"

"Betul Bu, ini Ibu Seruni kan gurunya Ano?"

"Iya betul Bu."

"Kalau begitu, silahkan masuk. Kebetulan sekali Den Ano baru saja bangun dari tidur siangnya."

"Terimakasih Bu. Dimana biasanya Ano belajar, apa ada ruangan khusus?" Seruni menanyakan ini karena menyadari rumah ini begitu besar dan begitu banyak ruangan.

"Kalau sama Ayahnya biasanya di kamar beliau Bu, sebaiknya Ibu tanyakan langsung saja ke Den Ano. Alat-alat sekolahnya ada di kamar Den Ano Bu, mari saya antar."

Seruni takjub saat menginjakan kaki di kamar Ano, kamarnya begitu rapi untuk ukuran anak sekecil itu. Bukan kamar dengan desain warna-warni ataupun ornamen robot-robot seperti anak kebanyakan. Kamar Ano di dominasi warna abu-abu, kemungkinan ini selera ayahnya Ano.

"Bunda Uni beneran kesini? Ano kira Ayah bohong."

"Beneran, Ano sudah siap belajar bareng Bunda Uni?" Ano mengangguk dengan polosnya.

Hari itu Ano tidak hanya belajar, tapi juga makan, bermain, hingga mandi dengan Seruni walau saat mandi Ano tidak memperbolehkan dirinya masuk. Hanya mempersiapkan alat mandinya saja. Ano termasuk anak yang mandiri.

Angga pulang kerumah tepat pukul empat sore, saat memasuki ruang tengah Angga mendapati Seruni dan Ano yang tengah asyik menonton kartun bersama. Angga terenyuh, seandainya pemandangan seperti ini yang dulu dia dapatkan saat dirinya pulang bekerja mungkin dirinya tidak akan menceraikan sang mantan istri.

"Asalamualaikum... Ayah pulang."

"Waalaikumsalam Ayaaah." Ano dan Seruni menjawab salam Angga hampir bersamaan, minus kata ayah dalam jawaban Seruni.

"Ayah mandi dulu ya... Seruni kamu sudah boleh pulang. Terimakasih."

"Iya Pak, kalau begitu saya permisi pulang."

"Hati-hati di jalan."

"Ano Bunda pulang dulu yaa, sampai bertemu besok di sekolah." Seruni mengusap rambut Ano dengan gemas sebelum meninggalkan rumah tersebut.

Seruni pun pulang membelah jalan meninggalkan rumah Angga menggunakan motor maticnya. Tanpa Seruni tahu ada yang menatap kepergiannya dari balkon dengan tatapan tak terbaca.

********

Hari ini Angga sama sekali tidak dapat berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Setelah mendapat telepon tadi dari seorang Bramantyo.

Laki-laki itu menyuruh Angga bertindak lebih cepat, pasalnya anak dari Bramantyo itu tak mau meninggalkan Seruni dan masih menemuinya. Haruskan Angga menggunakan cara kotor untuk menjerat wanita itu. Rasanya tidak manusiawi, tetapi tidak ada cara lain lagi. Pengalamannya menjadi laki-laki bebas sewaktu remaja membuat dia memikirkan hal ini.

Angga akhirnya meninggalkan kantor padahal masih jam sepuluh pagi, masih ada waktu satu jam sebelum dia menjemput Ano di sekolahnya. Dia akan pergi ketempat salah satu temannya yang mempunyai kelab malam.

"Ngapain sih Bro? ini jam tidur gue kalau loe lupa. Loe kan bisa temuin gue nanti malam."

"Nggak ada waktu ini mendesak."

"Ya udah apa cepetan, gue mau lanjut tidur lagi."

"Gue butuh obat yang mengandung Filbanserin Bar, sekarang."

"Buat apa??? Lo mau ngandangin siapa siang-siang gini? Gue kira loe nggak pernah nongol karena udah berhasil tobat."

" Nggak usah bacot, gue minta satu aja dosis medium."

"Gue nggak simpan disini."

"Dan loe pikir gue percaya? Loe lupa siapa yang dulu bantuin cek stok barang kalau loe lagi males?"

"Ck.... Lo ada anak Ngga, nggak usah aneh-aneh lagi." Bara memperingatinya, dia memang tidak bisa di bilang lelaki baik-baik. Tapi dia juga masih punya sisi "kekanakan", tidak tega membayangkan Ano tahu sisi gelap Ayahnya.

"Gue jamin ini yang terakhir, ini bukan masalah hasrat gue yang sangat ingin di salurkan. Ini ada hubungannya dengan Bramantyo loe tahu kan? Gue akan cerita nanti, sekarang kasih gue barangnya. Gue bakal bayar berapapun Bar."

Jelas saja Bara tahu seberapa sengit persaingan kedua orang beda usia itu, saat perusahaan Angga hampir bangkrut dialah yang membantu menyuntikan dana untuk perusahaan Angga.

" Loe pikir gue perhitungan, gue kasih tapi besok-besok loe janji ceritain semuanya ke gue."

"Pasti."

Bara akhirnya memberikan sesuatu yang Angga minta secara cuma-cuma.

" Ini... satu paket sama buat loe, gue tahu itu loe kan lumayan lama nggak di pake. Siapa tahu loe butuh buat bangunin dia. Hahahaha...."

" Sialan loe!" Angga mengumpat bersamaan dengan bantal sofa yang mendarat di wajah tampan Bara."

"Nggak sopan loe sama bujang ganteng gini lempar-lempar bantal ke muka."

"Bujang KTP aja bangga." Sebuah sindiran klasik ala mereka pun keluar dari mulut manis Angga. 

"Nggak usah maling teriak maling. Udah sono pulang gue mau lanjut tidur."

" Nggak usah ngusir, gue juga udah mau pulang. Btw tanks Bro."

Akhirnya Angga mendapatkan senjata untuk menjerat Seruni. Semoga ini bisa berhasil. Sedikit sulit karena Angga perlu melibatkan orang lain.

******
TBC....

Jodoh Pilihan Mantan Calon MertuaWhere stories live. Discover now